Nisfu Sya’ban Sunnah yang dibid'ahkan (Bagian IV) oleh Kang Jalal
Sahabatku rahimakumullah,
Menyambung notes saya sebelumnya tentang Pembahasan Sekitar Malam Nisfu Sya’ban (Bagian I, II dan III), terlampir di bawah ini adalah Bagian ke empat. Malam Nishfu Sya’ban yang Insya Allah akan jatuh pada Senin tgl 26 Juli 2010 sore hingga subuh . Terlampir di bawah ini saya kutip dari Notes Kang Jalal (KH Jalaluddin Rakhmat) tahun lalu yang saya gabung dari 2 bagian yang saya gabung jadi satu.
Argumen2 cerdas dari Kang Jalal di bawah ini barangkali merupakan alternatif pemikiran bagi kita sekaligus memberikan jawaban terhadap orang2 yang membid'ahkan sunnah malam Nisfhu Sya'ban. Memang susah untuk diketemukan karena masing-masing pihak, baik yang menjadikan sunnah maupun yang membid'ahkan sama2 punya dasar. Di sini diperlukan kebijaksanaan dan keluasan berpikir dan kedewasaan dalam menyikapi setiap perbedaan di antara kita. Kebenaran hanya milik ALLAH SWT semata. Wallahualam bissawab.
Syukran Kang Jalal, Insya Allah tulisan2 pak ustadz mencerahkan dan membawa manfaat. Semoga Allah SWT memberikan kebaikan yang banyaki buat antum.
Wassalam,
Gus Im (IPH)
--------------------------------------------------------------
Nishfu Sya'ban: Sunnah yang dibid'ahkan
Oleh : Prof.DR. KH. Jalaluddin Rakhmat
Setiap tahun, jamaah Al-Munawwarah bersama jamaah-jamaah lainnya di seluruh dunia -baik Ahlus Sunnah maupun Syiah- menjadikan Nishfu Sya’ban sebagai hari istimewa. Malam harinya dipergunakan untuk menghidupkan malam dengan ibadah pengabdian kepada Allah dan perkhidmatan kepada sesama manusia. Siang harinya diisi dengan berpuasa. Setiap tahun juga ada kelompok-kelompok Islam yang mengatakan bahwa semua ibadat dalam hubungannya dengan Nishfu Sya’ban adalah bid’ah. Yang lebih esktrem (dan sekaligus jahil) menyebutnya musyrik. Tidak jelas mengapa ibadat-ibadat itu dipandang musyrik. Tentu saja kalau ibadat itu sudah dipandang bid’ah atau syirk, pelakunya dicemoohkan karena melakukan perbuatan sia-sia atau dilarang karena dituduh merusak agama. “Setiap bid’ah sesat dan setiap kesesatan masuk neraka,” sering disebut sebagai hadis untuk menjatuhkan kehormatan kaum Muslim yang melakukan ibadat Nishfu Sya’ban.
Shalih al-Fawzan, dalam bukunya Al-Bid’ah: Ta’rifuha, Anwa’uha, Ahkamuha (Riyadh: Dar al-‘Ashimah, 1412), menulis, “Termasuk bid’ah (yang sesat) ialah menentukan malam Nishfu Sya’ban untuk salat malam, dan hari Nishfu Sya’ban untuk berpuasa, karena tidak ada keterangan dari Nabi saw yang menetapkan ibadah khusus untuk itu” (hal. 32). Jadi dalam kitab tentang Bid’ah, ia menegaskan bahwa ibadat Nishfu Sya’ban itu bid’ah. Dalam kitabnya yang lain, Al-Tawhid, ia mengulangi lagi pernyataannya dengan kalimat lain, “(Termasuk macam-macam bid’ah) ialah menentukan waktu yang khusus untuk ibadat yang disyariatkan padahal pengkhususan itu tidak ditetapkan syari’at, seperti mengkhususkan hari Nishfu Sya’ban untuk berpuasa dan malamnya untuk salat malam. Puasa dan salat malamnya disyariatkan, tetapi menentukan waktunya memerlukan dalil.”
Abu Ishaq al-Syathibi, dalam Al-I’tisham, menulis, “Termasuk bid’ah ialah menjalankan ibadat tertentu pada waktu tertentu, padahal penetapan yang demikian itu tidak ada dalam syariat, seperti melakukan puasa Nishfu Sya’ban dan salat malam pada malam Nishfu Sya’ban” (Al-I’tisham, 1:39)
Sebelum al-Fawzan, Ibn Al-Wadhdhah al-Qurhubi, menulis dalam Al-Bida’ wa al-Nahy ‘anha, mengutip Abdurrahman bin Zaid bin Aslam : “Aku tidak pernah berjumpa dengan seorang pun dari guru-guru dan ahli-ahli fikih kami yang memperhatikan malam Nishfu Sya’ban”. Ibn Abi Malikah ditanya tentang Ziyad al-Numairy, seorang qadhi yang berkata bahwa salat malam pada malam Nishfu Sya’ban sama pahalanya dengan beribadat pada malam Qadar. Ibn Malikah menjawab, “Sekiranya aku mendengar itu dari dia dan ada tongkat di depanku, aku pasti memukulnya” (Al-Bida’, 46).
Saya pikir sekarang mungkin ada juga orang yang ingin memukul bahkan orang yang berpendapat seperti Ziyad al-Numayri. Saya kuatir kalau memukul orang yang mengemukakan pendapat saja sudah dihalalkan, apalagi yang akan dilakukan kepada orang yang menjalankan pendapat itu.
Menentukan waktu ibadat itu bid’ah?
Marilah kita perhatikan alasan utama dari al-Fawzan dan kawan-kawannya. Salat dan puasa memang disyariatkan; tapi menentukan waktunya pada pertengahan Sya’ban adalah bid’ah. Berikut ini adalah jawaban kita kepada mereka:
Pertama, ada dua macam ibadah. Ada yang diperintahkan kepada kita dengan ditetapkan waktu dan tempatnya dan ada juga yang diperintahkan secara umum tanpa ditentukan waktu dan tempatnya. Untuk contoh yang pertama, ambillah wuquf pada rangkaian ibadah haji. Wuquf harus dilakukan setelah tergelincir matahari 9 Dzulhijjah, di padang Arafah. Jika Anda melakukannya pada tanggal 29 Agustus, di Jakar ta, setelah penda masuk neraka. Wuquf sudah ditentukan waktu dan tempatnya dalam syariat.
Untuk contoh yang kedua, banyak sekali. Perintah berzikir, misalnya. Syariat tidak menentukan waktu-waktu dan tempat khusus untuk berzikir. Karena itu, Anda boleh menentukan kapan dan di mana saja sesuai dengan kebutuhan praktis Anda. Maka Ustaz Arifin Ilham pun mengundang Anda untuk berzikir bersama pada hari apa saja (tergantung kesiapan panitia) di mana saja (tergantung keberadaan gedung atau masjid). Dengan “dalil” Syaikh al-Fawzan, Ustaz Arifin Ilham, ketika mengirimkan pemberitahuan kapan berkumpul untuk berzikir, telah melakukan bid’ah.
Menuntut ilmu itu diperintahkan secara umum. Kapan dan di mana menuntut Ilmu diserahkan kepada Anda. Syariat tidak menentukannya. Kalau kita mengikuti Syaikh al-F awzan, jamaah Muhammadiyah yang mengadakan pengajian pada malam Sabtu di Masjid al-Mujahidin atau jamaah Persis yang mengadakan pengajian Ahad di Masjid Al-I’tisham (semuanya bukan nama sebenarnya) harus dihitung sebagai bid’ah. Mengapa? Karena mereka, menurut Syaikh al-Fawzan, “menentukan waktu yang khusus untuk ibadat yang disyariatkan padahal pengkhususan itu tidak ditetapkan syari’at” .
Dengan mengikuti argumentasi Syaikh al-Fawzan, semoga Allah merahmati beliau, Anda melakukan kesalehan jika Anda salat tahajud setiap malam, kecuali ketika Anda melakukannya pada malam Nishfu Sya’ban. Anda berbuat baik ketika Anda berpuasa pada hari-hari yang tidak diharamkan berpuasa, kecuali kalau puasa itu jatuh pada hari Nishfu Sya’ban. Saya teringat kawan saya yang kebingungan ketika ia menjamu tamunya pada malam setelah ibunya meninggal dunia. Ustaz tidak mau makan makanannya dan tidak mau minum minumannya. Kawan saya itu berkata, “Mengapa makanan dan minuman yang setiap hari halal tiba-tiba menjadi haram setelah ibunya meninggal dunia?” Pertanyaan itu dulu tidak bisa saya jawab. Sekarang, mungkin saya akan meminta dia untuk mendengarkan Syaikh al-Fawzan saja: “karena menentukan waktu yang khusus untuk ibadat yang disyariatkan padahal pengkhususan itu tidak ditetapkan syari’at”!
Hadis-hadis tentang Ibadat Nishfu Sya’ban
Argumentasi kedua dari Syaikh al-Fawzan, “Termasuk bid’ah (yang sesat) ialah menentukan malam Nishfu Sya’ban untuk salat malam, dan hari Nishfu Sya’ban untuk berpuasa, karena tidak ada keterangan dari Nabi saw yang menetapkan ibadah khusus untuk itu”
Hadis-hadis tentang Salat Nishfu Sya’ban
* Apabila sudah datang malam Nishfu Sya’ban, maka berdirilah untuk salat di malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, karena Allah swt turun ke langit dunia pada Nishfu Sya’ban sampai tenggelam matahari pada hari itu. Ia berfirman: Siapakah yang memohon ampunan untuk aku ampuni, siapa yang memohon rezeki untuk aku beri, siapa yang mendapat musibat untuk aku sembuhkan, dan seterusnya, sampai terbit fajar (Sunan Ibn Majah, tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, 1: 444, nomor hadis 1388; Al-Targhib 2:119; Taj al-Jami’ al-Ushul 2:93)
• Sesungguhnya Allah menampakkan (kebesaranNya) pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni kepada semua makhluknya kecuali orang musyrik dan orang yang menyimpan dendam (Sunan Ibn Majah 1:445; Al-Targhib 2:118; Musnad Ahmad 2:368, h.6604)
• Dari Aisyah, “Aku kehilangan Nabi saw pada suatu malam. Aku keluar menacrinya dan ia kudapatkan di al-Baqi’. Ia mengangkat kepalanya ke langit dan berkata: Hai Aisyah, apakah kamu takut Allah dan RasulNya berbuat tidak adil kepadamu. Aku berkata: Aku kira engkau mendatangi sebagain dari istri-istri kamu. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah swt turun pada malam Sya’ban ke langit dunia untuk memberikan ampunan kepada banyak manusia yang lebih banyak dari bilangan bulu domba dari kabilah Kalb” (Sunan Ibn Majah 1:444)
Ahli Fikih Ahlus Sunnah terkenal sekarang ini, Dr Wahbah al-Zuhaily menulis dalam Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, menulis, “Disunnahkan menghidupkan dua malam hari raya (Idul Fithri dan Idul Adhha) serta malam-malam sepeuluh terakhir di bulan Ramadhan untuk Laylatul Qadr, sepuluh malam Dzul Hijjah, malam Nishfu Sya’ban dengan melakukan ibadah seluruh malam atau sebagain besar malam itu, berdasarkan hadis-hadis yang shahih yang menetapkannya” (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh 2:47).
Hadis-hadis tentang Puasa Nishfu Sya’ban
Ada banyak hadis tentang perintah puasa sunnat pada tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah. Puasa itu disebut dalam Fikih sebagai puasa Ayyaamul Biidh . Saya hanya ingin mengajak Anda untuk berpikir jernih saja. Mungkinkah semua puasa pada tanggal 15 setiap bulan sunnah dan berubah menjadi bid’ah kalau itu dilakukan pada bulan Sya’ban. Apa dalilnya yang mengkhususkan tanggal 15 Sya’ban sebagai hari yang diharamkan puasanya, sementara pada bulan-bulan yang lain Rasulullah saw menganjurkannya?
Di bawah ini dicantumkan hadis-hadis tentang dianjurkan puasa pada bulan Sya’ban dan khususnya berpuasa pada Nishfu Sya’ban.
• Dari Ummu Salamah: Aku tidak melihat Nabi saw berpuasa dua bulan terus menerus kecuali Sya’ban dan Ramadhan (Al-Taj al-Jami’ al-Ushul 2:93)
• Dari “Aisyah: Aku tidak melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasanya sampai sebulan kecuali di bulajn Ramadhan, dan aku tidak melihatnya paling banyak berpuasa kecuali di bulan Sya’ban (Al-Taj al-Jami’ al-Ushul 2:93)
• Nabi saw bersabda: Apabila datang malam Nishfu Sya’ban, salatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya (Sunan Ibn Majah 1:444)
• Nabi saw bersabda: Siapa yang berpuasa pada hari Nishfu Sya’ban, ia memperoleh pahala seperti berpuasa dua tahun: tahun yang lalu dan tahun yang akan datang (Kanz al-‘Ummal 14:178, h. 38293)
Akhirnya, sambutlah malam Nishfu Sya’ban dengan mendekatkan diri kepada Allah. Hidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan salat malam dan perkhidmatan kepada sesama manusia. Isi siang harinya dengan berpuasa dan amal saleh lainnya. Masukkan saya dalam doa-doa Anda.
Wallahualam bissawab
Jalaluddin Rakhmat
Bârakallâhu lî wa lakum, Matur syukran n Terima kasih.
Semoga Bermanfaat ya
Jakarta, 24 Juli 2010
Billahit taufiq wal hidayah
Wassalamualaikum wr.wb
Imam Puji Hartono/IPH(Gus Im)
"Utamakan SEHAT untuk duniamu, Utamakan AKHLAK dan SHALAT untuk akhiratmu"
Previous
Posting Lebih BaruNext
Posting Lama.
PALING DIMINATI
-
-- Oleh : Ust. Masaji Antoro (Admin) 1. Wiridan wanita hamil رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ [الفرق...
-
Beberapa tahun yang lalu setelah beredar buku MANTAN KIAI NU MENGGUGAT, terdapat sebuah buku baru hasil kajian generasi NU untuk membuongkar...
-
Menurut fatwa seorang Ulama besar : Asy-Syekh Al Hafidz As-Suyuthi menerangkan bahwa mengadakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw, deng...
-
-- Tradisi yang berkembang dikalangan NU, jika ada orang yang meningal, maka akan diadakan acara tahlilan, do’a, dzikir fida dan lain seba...
-
Kumpulan khutbah dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia lengkap bisa anda dowload disini (24 mb) .... atau di sini juga bisa .... Khutbah N...
-
PERTANYAAN : Assalamu'a laikum sedulur... .... mau tanya tentang syarat menjadi khatib (terutama pada shalat jum'at...
-
PERTANYAAN Puasa mutih, Puasa ngrowot,Puasa patigeni, boleh apa tidak?? Apakah tidak termasuk wishol yang dilarang? JAWABAN Setiap ...
-
Hari Selasa, 11 Jumada Al-Tsaniya h 1235 H atau 1820 M. ‘Abd Al-Latif, seorang kiai di Kampung Senenan, desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan...
-
Banyak orang salah mengartikan makna hadits berikut ini, dengan adanya salah penafsiran tersebut mereka mudah meng haramkan atau mensesatkan...
-
Para Saudara kita dari qabilah Ba'alawy masyhur meyakini bahwasanya para Walisongo adalah saheh sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dari...