Judul Buku : Fiqih Imam Syafi’i
(Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasar Al-Qur’an dan Hadits)
Penulis : Prof. Dr. Wahbah Zuhaili
Penerbit : Almahira, Jakarta
Cetakan : I, Februari 2010
Tebal : 716 hal.
Peresensi : Ahmad Shiddiq Rokib*
Fiqih merupakan cabang ilmu keislaman yang mengkaji hukum syariat yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah) dan hubungan antar sesama manusia (hablum minannas). Kata “fiqih” sendiri secara bahasa berarti “paham”, seperti dikutip dalam hadits di atas, awal mulanya fiqih pengertian yang luas, yaitu pemahaman yang mendalam terhadap islam secara utuh. Definisi ini berlaku pada masa generasi sahabat dan tabi’in. Selanjutnya pada masa muta’akhirin (abad IV-XII H), fiqih mengalami penyempitan makna, menjadi “pengetahuan hukum syara’ yang bersifat alamiyah bersumber dari dalil-dalil yang spesifik”.
Pada periode Mutaakhirin ini, pula terjadi pelembagaan fiqih dalam beberapa madzhab. Ketika itu ada empat madzhab besar berkembang dan mampu bertahan hingga saat ini, yaitu Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hambali. Empat madzhab tersebut tersebar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berdasarkan sejarah masuknya Islam ke Nusantara, Madzhab Syafi’i lah yang pertama kali di anut penduduk Nusantara. Dan saat ini mayoritas kaum muslimin indonesia bermadzhab Syafi’i.
Madzhab Syafi’i yang digagas oleh Muhammad bin Idris as-Syafi’i (150-204 H) mendapat apresiasi yang luar biasa dari umat Islam dunia. Madzhab ini dianut oleh kurang lebih 28 persen populasi muslim dunia, atau sekitar 439,6 juta jiwa dari 1,57 miliyar penduduk dunia. Penganut Madzhab Syafi’i tersebar di Mesir, Arab Saudi, Suriah, Indonesia, Malasyia, Brunai Darussalam, Pantai Koromandel, Malabar, Hadramaut, dan Bahrain.
Tidak heran jika pengaruhnya sangat luar biasa dalam yurispundensi Islam sebab Imam Syafi’i memang dikaruniai kecerdasan istimewa, kemampuan nalar dan gaya bahasa yang luar biasa. Pada usia 20 tahun ia sudah hafal kitab “al-Muwaththa’” karya monumental Imam Malik. Imam Malik mengagumi Imam Syafi’i sembari berkata “wahai Muhammad (Syafi’i)” sesungguhnya Allah telah memancarkan cahaya hatimu, maka jangan engkau sia-siakan cahaya itu dengan maksiat. Esok akan banyak orang yang berdatangan untuk belajar kepadamu. Pujian Imam Malik benar menjadi kenyataan. Syafi’i kemudian Imam madzhab panutan umat diberbagai belahan dunia Islam, termasuk di Indonesia.
Madzhab Syafi’i, satu dari sekian banyak madzhab fiqih saat ini masih mendapat apresiasi luar biasa mayoritas kaum muslim dunia. Keunggulan utama madzhab Syafi’i terletak pada sifatnya yang moderat. Di awal pertumbuhannya, pendiri madzhab ini, Muhammad bin Idris as-Syafi’i (150-204 H), mengakomodasi dua aliran hukum Islam yang berkembang saat itu, yaitu aliran tektualis (madrasatul hadits) dan aliaran rasionalis (madrasatur ra’y). Hasil kolaborasi keduanya dapat dilihat dari produk hukum Imam Syafi’i yang selalu mengacu pada subtansi nash (Al-Qur’an dan as-Sunnah), kemudian dalam kasus tertentu dipadukan dengan dalil analogi (qiyas).
Sebagai Bapak Ushul Fiqh, Imam syafi’i mewariskan seperangkat metode istimbath hukum yang berfungsi untuk menganalisasi beragam kasus hukum baru yang terjadi dikemudian hari. Dari tangan Imam Syafi’i lahir ribuan ulama yang konsen menafsirkan, menjabarkan, dan mengembangkan pemikiran beliau dalam ribuan halaman karya dibidang hukum Islam. Tidak heran jika dinamika perkembangan Madzhab ini melampaui Madzhab lainnya.
Buku yang terdiri tiga jilid yang ditulis Prof. Dr. Wahbah Zuhaili ini, memuat ribuan kasus yang terjadi masyarakat, yang dibidik dengan aturan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan yang bersumber dari al-qur’an, as-sunnah, ijma’ ulama dan qiyas serta hasil ijtihad Imam Syafi’i dan murid-murid beliau.
Secara garis besar, Masterpiece Prof. Dr. Wahdah as Zuhaili ini disusun dalam lima bab. Sebagai pendahuluan, pembaca akan diajak menelusuri biografi dan pemikiran hukum Imam Syafi’i. Selanjutnya secara sistematis, Prof. Wahbah mengurai secara detail hukum thaharah dan ibadah, pada bab satu. Bab dua menyajikan hukum muamalah konferensional dan syari’ah berikut transaksinya. Bab ketiga memaparkan hukum keluaga Islam. Kemudian pada bab empat berisi hukum Hadd, Jinayah, dan Jihad, terakhir. Bab lima, mengulas aspek peradilan Islam.
Dalam buku fiqih Imam Syafi’i ini diperkaya dengan penjelasan hikmah dibalik penetapan sebuah aturan syariat, penjelasan terperinci atas setiap topik bahasan, dan pemberian contoh-contoh lengkap dengan dalilnya. Penulisan buku ini berpatokan sepenuhnya pendapat Imam Syafi’i yang lebih valid yang terdapat didalam Majmu’dan minhajnya, dan tidak merujuk pada kitab al-raudhah dan sebagainya. Tujuan agar madzhab ini dapat menjadi jelas bagi kalangan awam. Apalagi, penyajian Fiqih perbandingan yang dilakukan terlalu dini tampaknya lebih sering hanya akan memunculkan kebingungan serta menhancurkan keselarasan hukum syaiat.
Jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainya, fiqih merupakan ilmu yang paling lurus dan matang. Dengan fiqih, syariat Islam telah menjadi salah satu sumber penetapan syariat yang sekaligus dapat diterima disetiap waktu dan tempat. Karena itu, fiqihlah yang telah menghimpun antara ajaran pokok dengan hal-hal yang menjaman serta menghimpun antara upaya untuk menjaga berbagai macam sumber syariat yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis dengan berbagai macam pekembangan dan perubahan yang terjadi, yang tujuannya adalah untuk mengindentifikasi hukum halal-haram dan demi menggapai kemaslahatan bagi umat manusia dan kebutuahan mereka disepanjang zaman. Karena fiqih memang terlahir dari dasar-dasar dan berbagai sumber yang kokoh demi tujuan syariat yang universal.
Dengan demikian, buku yang sangat mengagumkan ini patut menjadi rujukan umat Islam, baik untuk dijadikan leterasi dalam dunia akademik maupun sebagai pandangan hidup dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sehingga, mampu membedakan dari hal-hal yang diperbolehkan dengan yang tidak diperbolehkan oleh agama. Wallahu a’lam bis-showab.
* Peresensi adalah mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya, aktif Pada Pondok Budaya Ikon Surabaya.
(Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasar Al-Qur’an dan Hadits)
Penulis : Prof. Dr. Wahbah Zuhaili
Penerbit : Almahira, Jakarta
Cetakan : I, Februari 2010
Tebal : 716 hal.
Peresensi : Ahmad Shiddiq Rokib*
Fiqih merupakan cabang ilmu keislaman yang mengkaji hukum syariat yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah) dan hubungan antar sesama manusia (hablum minannas). Kata “fiqih” sendiri secara bahasa berarti “paham”, seperti dikutip dalam hadits di atas, awal mulanya fiqih pengertian yang luas, yaitu pemahaman yang mendalam terhadap islam secara utuh. Definisi ini berlaku pada masa generasi sahabat dan tabi’in. Selanjutnya pada masa muta’akhirin (abad IV-XII H), fiqih mengalami penyempitan makna, menjadi “pengetahuan hukum syara’ yang bersifat alamiyah bersumber dari dalil-dalil yang spesifik”.
Pada periode Mutaakhirin ini, pula terjadi pelembagaan fiqih dalam beberapa madzhab. Ketika itu ada empat madzhab besar berkembang dan mampu bertahan hingga saat ini, yaitu Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hambali. Empat madzhab tersebut tersebar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berdasarkan sejarah masuknya Islam ke Nusantara, Madzhab Syafi’i lah yang pertama kali di anut penduduk Nusantara. Dan saat ini mayoritas kaum muslimin indonesia bermadzhab Syafi’i.
Madzhab Syafi’i yang digagas oleh Muhammad bin Idris as-Syafi’i (150-204 H) mendapat apresiasi yang luar biasa dari umat Islam dunia. Madzhab ini dianut oleh kurang lebih 28 persen populasi muslim dunia, atau sekitar 439,6 juta jiwa dari 1,57 miliyar penduduk dunia. Penganut Madzhab Syafi’i tersebar di Mesir, Arab Saudi, Suriah, Indonesia, Malasyia, Brunai Darussalam, Pantai Koromandel, Malabar, Hadramaut, dan Bahrain.
Tidak heran jika pengaruhnya sangat luar biasa dalam yurispundensi Islam sebab Imam Syafi’i memang dikaruniai kecerdasan istimewa, kemampuan nalar dan gaya bahasa yang luar biasa. Pada usia 20 tahun ia sudah hafal kitab “al-Muwaththa’” karya monumental Imam Malik. Imam Malik mengagumi Imam Syafi’i sembari berkata “wahai Muhammad (Syafi’i)” sesungguhnya Allah telah memancarkan cahaya hatimu, maka jangan engkau sia-siakan cahaya itu dengan maksiat. Esok akan banyak orang yang berdatangan untuk belajar kepadamu. Pujian Imam Malik benar menjadi kenyataan. Syafi’i kemudian Imam madzhab panutan umat diberbagai belahan dunia Islam, termasuk di Indonesia.
Madzhab Syafi’i, satu dari sekian banyak madzhab fiqih saat ini masih mendapat apresiasi luar biasa mayoritas kaum muslim dunia. Keunggulan utama madzhab Syafi’i terletak pada sifatnya yang moderat. Di awal pertumbuhannya, pendiri madzhab ini, Muhammad bin Idris as-Syafi’i (150-204 H), mengakomodasi dua aliran hukum Islam yang berkembang saat itu, yaitu aliran tektualis (madrasatul hadits) dan aliaran rasionalis (madrasatur ra’y). Hasil kolaborasi keduanya dapat dilihat dari produk hukum Imam Syafi’i yang selalu mengacu pada subtansi nash (Al-Qur’an dan as-Sunnah), kemudian dalam kasus tertentu dipadukan dengan dalil analogi (qiyas).
Sebagai Bapak Ushul Fiqh, Imam syafi’i mewariskan seperangkat metode istimbath hukum yang berfungsi untuk menganalisasi beragam kasus hukum baru yang terjadi dikemudian hari. Dari tangan Imam Syafi’i lahir ribuan ulama yang konsen menafsirkan, menjabarkan, dan mengembangkan pemikiran beliau dalam ribuan halaman karya dibidang hukum Islam. Tidak heran jika dinamika perkembangan Madzhab ini melampaui Madzhab lainnya.
Buku yang terdiri tiga jilid yang ditulis Prof. Dr. Wahbah Zuhaili ini, memuat ribuan kasus yang terjadi masyarakat, yang dibidik dengan aturan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan yang bersumber dari al-qur’an, as-sunnah, ijma’ ulama dan qiyas serta hasil ijtihad Imam Syafi’i dan murid-murid beliau.
Secara garis besar, Masterpiece Prof. Dr. Wahdah as Zuhaili ini disusun dalam lima bab. Sebagai pendahuluan, pembaca akan diajak menelusuri biografi dan pemikiran hukum Imam Syafi’i. Selanjutnya secara sistematis, Prof. Wahbah mengurai secara detail hukum thaharah dan ibadah, pada bab satu. Bab dua menyajikan hukum muamalah konferensional dan syari’ah berikut transaksinya. Bab ketiga memaparkan hukum keluaga Islam. Kemudian pada bab empat berisi hukum Hadd, Jinayah, dan Jihad, terakhir. Bab lima, mengulas aspek peradilan Islam.
Dalam buku fiqih Imam Syafi’i ini diperkaya dengan penjelasan hikmah dibalik penetapan sebuah aturan syariat, penjelasan terperinci atas setiap topik bahasan, dan pemberian contoh-contoh lengkap dengan dalilnya. Penulisan buku ini berpatokan sepenuhnya pendapat Imam Syafi’i yang lebih valid yang terdapat didalam Majmu’dan minhajnya, dan tidak merujuk pada kitab al-raudhah dan sebagainya. Tujuan agar madzhab ini dapat menjadi jelas bagi kalangan awam. Apalagi, penyajian Fiqih perbandingan yang dilakukan terlalu dini tampaknya lebih sering hanya akan memunculkan kebingungan serta menhancurkan keselarasan hukum syaiat.
Jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainya, fiqih merupakan ilmu yang paling lurus dan matang. Dengan fiqih, syariat Islam telah menjadi salah satu sumber penetapan syariat yang sekaligus dapat diterima disetiap waktu dan tempat. Karena itu, fiqihlah yang telah menghimpun antara ajaran pokok dengan hal-hal yang menjaman serta menghimpun antara upaya untuk menjaga berbagai macam sumber syariat yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis dengan berbagai macam pekembangan dan perubahan yang terjadi, yang tujuannya adalah untuk mengindentifikasi hukum halal-haram dan demi menggapai kemaslahatan bagi umat manusia dan kebutuahan mereka disepanjang zaman. Karena fiqih memang terlahir dari dasar-dasar dan berbagai sumber yang kokoh demi tujuan syariat yang universal.
Dengan demikian, buku yang sangat mengagumkan ini patut menjadi rujukan umat Islam, baik untuk dijadikan leterasi dalam dunia akademik maupun sebagai pandangan hidup dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sehingga, mampu membedakan dari hal-hal yang diperbolehkan dengan yang tidak diperbolehkan oleh agama. Wallahu a’lam bis-showab.
* Peresensi adalah mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya, aktif Pada Pondok Budaya Ikon Surabaya.