Shalat Tarawih merupakan Ibadah yang unik bagi umat Islam di Indonesia, selalu saja setiap tahun menjelang bulan Ramadhan dan dalam bulan Ramadhan menjadi bahan pembicaraan dan kajian bagi kalangan intelektual. Bahkan ada juga di kalangan masyarakat papan menengah ke bawah dan pinggiran, menjadi sumber konflik, antara jamaah satu dengan jamaah lain, antara masjid satu dengan masjid lainnya bahkan ada yang konflik antar keluarga, antara menantu dan mertua bisa terjadi retak dan bercerai gara-gara tidak sepaham dengan amaliyah yang dianutnya.
Pasalnya adalah masalah tarawih di bulan Ramadhan, ada yang mengerjakan 20 rakaat dan ada yang 8 rakaat. Masalah furuiyyah yang kental dengan khilafiyyah ini sudah lama menjadi kajian para fuqaha terdahulu dan sudah disiapkan jawabannya. Tinggal bagaimana kita bisa menyikapi permasalahan “khilafiyyah” tersebut.
Bagi mereka yang dapat memanfaatkan dan menghargai usaha dan pemikiran para fuqaha tersebut maka dapat merasakan rahmat dan nikmatnya ikhtilaf, tapi bagi mereka yang tidak mau menggunakannya maka menjadi mala petaka baginya dan umat yang dipimpinnya.
Sebenarnya permasalahan apa yang mereka ributkan itu? Permasalahnnya adalah berangkat dari hadits Nabi yang berbunyi:
Barang siapa shalat pada malam Ramadhan karena iman dan semata-mata taat kepada Allah maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR. Al-bukhari).
Dari hadis ini timbul perbedaan pemahaman apakah yang dimaksud من قام itu قيام اليل atau tarawih, maka berikut ini penulis mencoba mengemukakan pandangan para ulama sebagai berikut:
Pemahaman bahwa kegiatan shalat sunah di malam-malam Ramadhan dikatakan tarawih atau qiyamu Ramadhan adalah didasarkan sabda Nabi SAW:
Barang siapa shalat pada “malam Ramadhan” karena iman dan semata-mata taat kepada Allah maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR. Al-bukhari).
Kata “Tarawih” adalah jama’ dari “Tarawih” yaitu satu kali dari “Rahah” (istirahat), seperti kata “Taslimah” dari “salam”. Shalat Tarawih berjamah pada malam-malam Ramadhan dinamakan Tarawih karena kaum muslimin pertama kali berkumpul untuk shalat itu mereka beristirahat pada setiap dua kali salam.
Arti (من قام رمضان) ialah berdiri untuk shalat pada malam-malam Ramadhan. Yang dimaksud dengan Qiyam al-Lail ialah asal berdiri yang terjadi pada malam itu, tidak disyaratkan harus mencakup seluruh malam.
Imam Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: Yang dimaksud Qiyam Ramadhan adalah Shalat Tarawih. Yakni bahwa dengan melakukan shalat itu, maka terpenuhilah bahwa apa yang dimaksud dari Qiyam itu, begitu juga Al-kirmani, “mereka sepakat bahwa yang dimaksud Qiyam Ramadhan adalah shalat Tarawih”.
Arti (ايمان ) ialah membenarkan bahwa Allah adalah haq dengan meyakini keutamaan-Nya. Sedang arti (احتسابا ) ialah hanya mengharapkan Allah SWT saja dan tidak menghendaki dilihat oleh manusia dan tidak pula selain itu yang bertentangan dengan ikhlas.
Pada kajian berikutnya akan dibahas mengenai jumlah rakaat dan keutamaan mengerjakan shalat tarawih secara berjamaah.
Ketua Umum Pengurus Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH) NU