
Bukti historis dan arkeologi sudah menyorakkan bahwa perkembangan Islam di Indonesia maupun dunia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh tasawuf dan peranan tokoh-tokoh sufi. Martin Van Bruinessen sebagai ahli Islam di Belanda pun mengakui hal tersebut. Pak Hartono yang buta sejarah itu ingin menciptakan sejarah baru dengan merancaukan keislaman umat melalui radikalisme dan kejumudan yang ia sembah itu. Kemudian dengan penuh percaya diri menaytakan: "Tasawuf Belitan Iblis" !!
Penulis percaya kalau Pak Hartono saat menyerang dan memerangi tasawuf telah banyak mengadopsi pemikiran-pemikiran dan hasil ijtihad para ulama' dahulu semisal Ibnu Taimiyah dan konco-konconya. Tapi mengapa harus mem-buta-kan diri terhadap pembelaan dan pembenaran sejumlah ulama' lain yang lebih terpercaya? Syekh Zakaria al-Anshari, Imam al-Junaid al-Baghdadi, Imam al-Qusyairi, Syekh Abdul-Wahhab al-Sya'rani, Syekh Muhammad al-Sya'rawi, Dr. Abdul-Halim Mahmud, Dr. Ramadlan al-Buthi, Syekh Abdul-Qadir Isa, maupun para Imam Mazhab yang empat, semua itu membela dan membenarkan ajaran tasawuf. Pak Hartono yang menuduh Gus Dur sebagai kiyai yang di-tuhan-kan warga NU, justru nyaris menuhankan atau minimal me-mala'ikat-kan Ibnu Taimiyah dalam segala fatwanya. Kalaupun ulama'-ulama' tasawuf dipandang masykuk fihim (masih diragukan) karena banyak ditentang Ibnu Taimiyah, maka Pak Hartono juga harus sadar bahwa yang kontra dengan Ibnu Taimiyah pun hampir memenuhi lapisan bumi dan terdiri dari fuqaha' dan ulama' Ahlussunnah wal-Jamaah yang telah berjasa besar dalam pemurnian dan perkembangan ajaran Islam dari timur hingga barat, dan dari zaman A sampai zaman Z.
Pak Hartono sebaiknya mempelajari tasawuf bukan dari para musuhnya saja. Jelas sekali dari apa yang dipaparkan dalam bukunya tentang pemahaman Wihdatul-Wujud, Hulul, Ittihad dan lain sebagainya, nampak jelas kalau Pak Hartono masih buta tasawuf dan belum memahami sedikitpun esensi ajaran tasawuf yang sebenarnya baik dari sisi aqidah maupun ibadahnya. Kalam-kalam para tokoh sufi yang dikutip pun tak dimengerti dengan tepat sehingga mudah-mudah saja memberi fonis kafir dan musyrik. Tarekat-tarekat sufi yang menjadi pasak bumi pun tak kunjung selamat dari tuduhan 'sesat'nya. Padahal sungguh tarekat-tarekat sufi telah menebarkan nilai-nilai perdamaian dan benih-benih samahah di seluruh penjuru dunia. Beda halnya dengan kelompok 'berwajah sangar' itu yang hanya sibuk menyebarkan virus-virus ekstrimisme dan terorisme di kalangan umat manusia.
Disini penulis cuma sekedar menekankan bahwa 'otak' Pak Hartono perlu dibedah, bukan buku-bukunya! Otak Pak Hartono harus belajar juga berkompromi dengan fakta sejarah, dengan kaum sufi yang murni dan moderat, dengan sejumlah ulama' terpercaya melalui karya-karya mereka, maupun dengan seluruh ulama' sedunia dan umat Islam dari masa ke masa yang 'mayoritas'nya bertasawuf, membela tasawuf, membenarkan tasawuf dan menjadi muslim sejati karena tasawuf !!
Wala haula wala quwwata illa billah.
