Sayyid Muhammad Al-Maliki
Yang pertama merayakan Maulid Nabi SAW adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Nabi SAW, sebagaiman a yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatk an Muslim bahwa, ketika ditanya mengapa berpuasa di hari Senin, beliau menjawab, “Itu adalah hari kelahirank u.” Ini nash yang paling nyata yang menunjukka n bahwa memperinga ti Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara’.
Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar untuk memperinga ti kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Pertama, peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraa n dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatka n manfaat dengan kegembiraa n itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi, menyampaik an berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekak annya. Sebagai tanda suka cita. Dan karena kegembiraa nnya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringanka n setiap hari Senin tiba. Demikianla h rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati, karena
kegembiraa nnya atas kelahiran sang Nabi, bagaimanak ah kiranya anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?
Kedua, beliau sendiri mengagungk an hari kelahirann ya dan bersyukur kepada Allah pada hari itu atas nikmat-Nya yang terbesar kepadanya.
Ketiga, gembira dengan Rasulullah SAW adalah perintah Al-Quran. Allah SWT berfirman, “Katakanla h, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya , hendaklah dengan itu mereka bergembira ’.” (QS Yunus: 58).
Jadi, Allah SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya , sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaiman a tersebut dalam Al-Quran, “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya’ : 107).
Keempat, Nabi SAW memperhati kan kaitan antara waktu dan kejadian-k ejadian keagamaan yang besar yang telah lewat. Apabila datang waktu ketika peristiwa itu terjadi, itu merupakan kesempatan untuk mengingatn ya dan mengagungk an harinya.
Kelima, peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintah kan oleh Allah Ta’ala, “Sesungguh nya Allah dan para malaikat-N ya bershalawa t untuk Nabi. Wahai orang-oran g yang beriman, bershalawa tlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya. ” (QS Al-Ahzab: 56).
Apa saja yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara’, berarti hal itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya.
Keenam, dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau, mukjizat-m ukjizatnya , sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintah kan untuk mengenalny a serta dituntut untuk meneladani nya, mengikuti perbuatann ya, dan mengimani mukjizatny a. Kitab-kita b Maulid menyampaik an semuanya dengan lengkap.
Ketujuh, peringatan Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaska n sifat-sifa tnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.
Dulu, di masa Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunka n qashidah-q ashidah yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-k ebaikan. Jika beliau ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha dengan orang yang mengumpulk an keterangan tentang perangai-p erangai beliau yang mulia. Hal itu juga mendekatka n diri kita kepada beliau, yakni dengan manarik kecintaann ya dan keridhaann ya.
Kedelapan, mengenal perangai beliau, mukjizat-m ukjizatnya , dan irhash-nya (kejadian- kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulka n iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapny a.
Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, baik fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingk an akhlaq dan perangai Nabi. Menambah kecintaan dan menyempurn akan iman adalah dua hal yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang memunculka nnya juga merupakan tuntutan agama.
Kesembilan , mengagungk an Nabi SAW itu disyariatk an. Dan bahagia dengan hari kelahiran beliau dengan menampakka n kegembiraa n, membuat jamuan, berkumpul untuk pengingat beliau, serta memuliakan orang-oran g fakir, adalah tampilan pengagunga n, kegembiraa n, dan rasa syukur yang paling nyata.
Kesepuluh, dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan bahwa salah satu di antaranya adalah, “Pada hari itu Nabi Adam diciptakan .” Hal itu menunjukka n dimuliakan -nya waktu ketika seorang nabi dilahirkan . Maka bagaimana dengan hari dilahirkan nya nabi yang paling utama dan rasul yang paling mulia?
Kesebelas, peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Karena itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarka n qaidah yang diambil dari hadits yang diriwayatk an Abdullah bin Mas’ud, “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, ia pun baik di sisi Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”
Kedua belas, dalam peringatan Maulid tercakup berkumpuln ya umat, dzikir, sedekah, dan pengagunga n kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji.
Ketiga belas, Allah SWT berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasu l, Kami ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (QS Hud: 120). Dari ayat ini nyatalah bahwa hikmah dikisahkan nya para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun butuh untuk meneguhkan hati kita dengan berita-ber ita tentang beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya .
Keempat belas, tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang “baru” itu (yang belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarka n dalil-dali l syara’.
Kelima belas, tidak semua bid’ah itu diharamkan . Jika haram, niscaya haramlah pengumpula n Al-Quran, yang dilakukan oleh Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, dan Zaid, dan penulisann ya di mushaf-mus haf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang dilakukan Sayyidina Umar ketika mengumpulk an orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan , “Sebaik-ba ik bid’ah adalah ini.” Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid’ah yang haram apabila semua bid’ah itu diharamkan .
Keenam belas, peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Rasulullah SAW, sehingga merupakan bid’ah, adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang baik), karena ia tercakup di dalam dalil-dali l syara’ dan kaidah-kai dah kulliyyah (yang bersifat global).
Jadi, peringatan Maulid itu bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan perincian- perincian amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaima na terdapat dalam dalil kedua belas), karena amalan-ama lan itu juga ada di masa Nabi.
Ketujuh belas, semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi perincian- perincinan amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Karena apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh syara’.
Kedelapan belas, Imam Asy-Syafi’ i mengatakan , “Apa-apa yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentang an dengan Kitabullah , sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentang an dengan yang tersebut itu, adalah terpuji.”
Kesembilan belas, setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dali l syar’i dan tidak dimaksudka n untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu kemungkara n, itu termasuk ajaran agama.
Kedua puluh, memperinga ti Maulid Nabi SAW berarti menghidupk an ingatan (kenangan) tentang Rasulullah , dan itu menurut kita disyariatk an dalam Islam. Sebagaiman a yang Anda lihat, sebagian besar amaliah haji pun menghidupk an ingatan tentang peristiwa- peristiwa terpuji yang telah lalu.
