Oleh: Jum'an
Banyak peristiwa ganjil melintas dalam kehidupan yang saya tidak pernah tuntas memahami sebab-musababnya. Ini contohnya. Belum lama ini saya menyaksikan seorang pelajar SMA anak tetangga yang begitu baik, hormat dan taat kepada orang tuanya yang juga alim tanpa disangka-sangka mati karena overdosis. Ada tetangga lain dan kenalan yang jeli melihat gelagat anak itu yang mengingatkan orang tuanya supaya berhati-hati tetapi mendapat jawaban yang emosional: "Tidak mungkin! Anak saya bukan jenis yang begituan!". Sesudah kejadian, apa mau dikata; sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tidak berguna. Saya hanya menontonnya sebagai tragedi lingkungan hidup saya yang semoga jangan sampai menimpa keluarga saya. Itu saja.
Mengapa kita bisa salah memahami watak dan kelakuan orang dekat kita? Pada umumnya kita membayangkan karakter atau watak sebagai rangkaian sifat-sifat yang menyeluruh dan konsisten. Atau jelasnya kalau kita mengenal seseorang dengan watak yang lembut berarti ia lembut dalam keluarga, lembut pada orang lain, lembut waktu susah dan lembut waktu senang, dari waktu kewaktu tetap lembut. Begitulah kita memahami watak orang: menyeluruh dan konsisten. Kalau seorang anak selalu mencium tangan ibunya, menuruti perintah dan permintannya dengan sungguh-sungguh, bukan hanya kadang-kadang saja, tidak salah kalau sang ibu memahami anaknya memang berwatak baik atau akhlaknya terpuji. Katakanlah anak soleh. Menyangka dan mengharap watak orang konsisten dan menyeluruh seperti itu menyebabkan kita sering merasa terheran-heran ketika menyaksikan ada anak soleh tahu-tahu mati overdosis, ada komandan tentara yang ternyata sangat penurut kepada perintah isterinya atau ulama panutan yang kejam tehadap anak-anaknya. Salah memahami watak orang dapat menimbulkan akibat yang fatal seperti orang tua yang kehilangan anaknya tadi. Bahkan seorang penjahat yang sudah benar-benar tobat jarang diberi tempat di masyarakat karena mereka yakin bahwa wataknya tetap jahat.

Watak saleh yang utuh dan kosisten atau kebaikan yang tahan uji dan tahan provokasi adalah sebuah prestasi yang hanya dapat dicapai melalui usaha keras dan ujian yang berterusan; bukan sifat bawaan atau yang lahir secara instan. Kalau kita tidak pernah mendidik, menguji dan mengawasi, jangan katakan bahwa "Anak saya soleh" atau "Suami saya teladan". Tanpa terus menerus mengatasi ujian dan cobaan tidak mungkin kita mencapai kearifan yang awet. Sebaiknya kesalehan, kearifan ataupun kejujuran kita deklarasikan saja sebagai komitmen hidup, bukan sebagai karakter yang sudah kita miliki. Rawan sekali untuk mengharap sesorang jujur sepenuhnya atau jujur seterusnya, dimana saja dan kapan saja. Semoga anak anda soleh, suami anda teladan dan saya jujur. Amin.
