By : Hanif Luthfi, S.Sy.
Seorang tokoh disebut sebagai ahli tafsir biasanya karena ilmunya sangat banyak tentang tafsir. Dan seseorang disebut sebagai ahli hadits, biasanya karena memang keseharian hidupnya berbakti kepada hadits.
Sebagaimana juga al-Imam Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi al-Gharnathi, atau yang terkenal dengan nama Imam Syathibi (w. 790 H). Sepertinya beliau pantas disebut ahli bid’ah, dalam artian sebagai ulama’ yang concern dan ahli dalam berbicara tentang bid’ah, dalam kitabnya al-I’tisham.
Seorang tokoh disebut sebagai ahli tafsir biasanya karena ilmunya sangat banyak tentang tafsir. Dan seseorang disebut sebagai ahli hadits, biasanya karena memang keseharian hidupnya berbakti kepada hadits.
Sebagaimana juga al-Imam Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi al-Gharnathi, atau yang terkenal dengan nama Imam Syathibi (w. 790 H). Sepertinya beliau pantas disebut ahli bid’ah, dalam artian sebagai ulama’ yang concern dan ahli dalam berbicara tentang bid’ah, dalam kitabnya al-I’tisham.
Kitab al-I’tisham adalah kitab panduan dalam mengupas bid’ah.
Terlebih bagi mereka yang menolak pembagian bid’ah menjadi lima hukum.
Imam Syathibi termasuk di antara mereka yang tidak sependapat dengan
pembagian itu, beliau membantah pembagian bid’ah Imam as-Syafi’i (w. 204
H) dan Imam Izzuddin bin Abdussalam (w. 660 H)[1].
Pujian Ulama Terhadap Kitab al-I’tisham
Ulama’ yang saya maksudkan disini adalah para ulama’ yang tidak
sependapat dengan adanya pembagian bid’ah Imam as-Syafi’i (w. 204 H).
Mereka yang bisa dibilang getol memerangi bid’ah dan para pelakunya.
Syeikh Alawi bin Abdul Qadir as-Saqqaf menulis dalam muqaddimah kitabnya; Mukhtashar kitab al-I’tisham[2],
فإنَّ كتاب ((الاعتصام))
للإمام أبي إسحاق الشاطبي يُعَدُّ من أفضل ما أُلِّف في معنى البدعة
وحَدِّها وذمِّ البدع وسوء منقلب أهلها، وأنواعها وأحكامها والفرق بينها
وبين المصالح المرسلة وغير ذلك من مسائل تتعلق بالبدعة وأهلها..
Kitab I’tisham karya Imam Abu Ishaq as-Syathibi adalah kitab terbaik
yang menjelaskan tentang bid’ah, tercelanya bid’ah, macam-macamnya,
hukumnya, perbedaannya dengan mashalih mursalah.
Dr. Said bin Nashir al-Ghamidi; seorang dosen Aqidah dan Madzhab
modern Universitas King Khalid di Abha Arab Saudi memuji kitab
al-I’tisham dalam kitabnya; Haqiqat al-Bid’ah wa Ahkamuha[3]:
أما كتاب الاعتصام للشاطبي: فهو العمدة في هذا الباب, والمورد لكل من تكلم في البدعة بعده....
Kitab I’tihsam karya as-Syatibi
(w. 790 H) merupakan kitab pegangan dalam bab ini [pent: bid’ah], dan
tempat kembali bagi siapa saja yang berbicara mengenai bid’ah…
Syeikh Abu Ishaq al-Huwaini; salah seorang ulama’ salafy Mesir, murid pertama Syeikh Nasiruddin al-Albani (w. 1420 H) berkata:
وأنا أنصح بمطالعة كتاب: الاعتصام للإمام الشاطبي، وهذا الكتاب أولى أن يدرس في المساجد وأن يبسط..
Saya menyarankan mengaji kitab al-I’tisham karya Imam Syatibi (w. 790 H), kitab ini harusnya dikaji di masjid-masjid..[4]
Para asatidz Nusantara Indonesia raya, tak sedikit juga yang menukil
kitab al-I’tisham ini, karena kitab al-I’tisham inilah panduan mengenal
bid’ah yang dianggap cocok dengan mereka, diantaranya penolakan
terhadap pembagian bid’ah.
Bid’ah Menurut Ibnu Taimiyyah (w. 728 H)
Jika bid’ah menurut as-Syatibi[5] adalah:
طريقة في الدين مخترعة، تضاهي الشرعية، يقصد بالسلوك عليها ما يقصد بالطريقة الشرعية
Sebuah jalan/ metode yang
dibuat-buat ysng disandarkan kepada agama, sehingga menyerupai syariah,
yang dikerjakan dengan maksud untuk menjadikannya tata-agama.
Maka pengertian bid’ah menurut Ibnu Taymiyyah (w. 728 H) adalah:
والبدعة: ما خالفت الكتاب والسنة أو إجماع سلف الأمة من الاعتقادات والعبادات
Bid’ah adalah sesuatu yang menyelisihi al-Quran, as-Sunnah dan Ijma para Salaf; baik dalam i’tiqad maupun ibadah[6].
Ibnu Taymiyyah (w. 728 H) menegaskan bahwa bid’ah masuk dalam i’tiqad/aqidah dan ibadat.
Bagaimana dengan Aqidah as-Syathibi?
Pada awalnya saya menyangka
Imam as-Syatibi (w. 790 H), secara aqidah memang seperti para masyayikh
yang saya sebutkan diatas. Ternyata anggapan saya keliru.
Setelah akhirnya saya mengetahui kitab berjudul cukup spektakuler
cetar membahana: “al-I’lam bi Mukhalafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham”
pemberitahuan tentang penyelewangan kitab al-Muwafaqat dan al-I’tisham.
Kitab ini ditulis oleh Syeikh Nasir bin Hamd al-Fahd, seorang ulama’
kelahiran Riyadh tahun 1388 H, lulusan Universitas al-Imam dan termasuk
murid dari Syeikh Abdul Aziz ar-Rajihi dan Syeikh Abdul Aziz Alu Syeikh.
Diawal memang Syeikh Nasir bin Hamd memuji kitab as-Syatibi, baik
al-Muwafaqat atau al-I’tisham. As-Syathibi dianggap orang pertama yang
menjelaskan Maqashid Syari’ah dalam kitab al-Muwafaqat, dan orang
pertama yang menformulasikan kaidah bid’ah dalam kitabnya
al-I’tisham[7].
Tapi, akhirnya beliau tau bahwa:
والحقيقة التي تظهر لكل من
يقرأ كتابيه هذين أنه أشعري المعتقد في باب الصفات والقدر والإيمان وغيرها،
ومرجعه في أبواب الاعتقاد هي كتب الأشاعرة
Ternyata setelah membaca dua kitab
as-Syathibi [al-Muwafaqat dan al-I’tisham], dapat disumpulkan bahwa
beliau beri’tiqad Asy’ari dalam bab asma’ dan sifat, bab qadar, iman dan
lain sebagainya. Kebanyakan rujukannya dalam bab aqidah adalah
kitab-kitab Asyairah[8].
Masih di halaman yang sama, Syeikh Nasir bin Hamd melanjutkan:
ولكنه مع ذلك وقع في بدع الأشاعرة والمتكلمين الاعتقادية في الصفات والقدر وغيرها
Sikap as-Syathibi dalam bid’ah amaliyyah memang bagus. Tapi,
sayangnya beliau terjatuh dalam BID’AH Asya’irah; dalam asma’ sifat,
qadar dan lainnya. Nah loo!
Bid’ah Sebagaimana Pengertian Ibnu Taymiyyah (w. 728 H)
Jika kita memakai pengertian
Ibnu Taimiyyah, bahwa bid’ah masuk dalam ranah ibadah dan i’tiqad maka
sepertinya Imam as-Syathibi (w. 790 H) tergolong ahli bid’ah menurut
versi ‘mereka’.
Benar saja, Syeikh Nasir bin Hamd menuliskan tentang alasan menulis kitabnya:
قمت بتقييد مخالفاته لمعتقد أهل السنة والجماعة ورأيت أن أخرجها نصيحة للأمة،وإتماماً للمنفعة
Saya ingin menunjukkan
penyimpangannya [as-Syathibi: pent] terhadap AQIDAH AHLU AS-SUNNAH WA
AL-JAMA’AH sebagai nasehat kepada ummat[9].
Jadi memang, Aqidah Imam as-Syathibi (w. 790 H) dianggap menyimpang
dari Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah dan termasuk pelaku bi’dah juga.
Bahkan bid’ahnya tak hanya dalam ibadah, tapi dalam ranah Aqidah.
Pakar Bid’ah yang dianggap Ahli Bid’ah
Imam Syathibi dianggap
menyimpang dari Aqidah Ahlu as-Sunnah dalam beberapa hal, sebagaimana
ditulis oleh Syeikh Nasir bin Hamd;
Pertama, penyelewengan dalam Tauhid, baik dalam tauhid rububiyyah
dan asma’ wa sifat. Kedua, penyelewengan dalam bab Iman dan Qadar
Ketiga, penyelewengan yang lain; meliputi terpengaruh pemikiran Ahli
kalam dan tasawwuf.
Tak usah saya jelaskan panjang lebar tentang penyelewengan itu, toh
isinya ya itu-itu saja. Intinya Imam as-Syatibi (w. 790 H) menyelisihi
Ahlu as-Sunnah wa al-Jamaah dan termasuk Ahli Bid’ah dalam Aqidah,
menurut ‘mereka’.
Selain Imam as-Syathibi (w. 790 H) yang dianggap melenceng dalam
Aqidah dan telah berbuat bid’ah I’tiqadiy, ternyata ada beberapa ulama’
pakar bid’ah lain yang dianggap telah berbuat bid’ah juga; gara-gara
beraqidah Asy’ari.
Dialah Abu Syamah Abu al-Qasim Syihabuddin Abdurrahman bin Isma’il
bin Ibrahim al-Maqdisi (w. 665 H), beliau mengarang kitab dengan judul:
al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits. Juga at-Thurtusi Muhammad
bin Walid bin Muhammad bin Khalaf al-Andalusi al-Maliky (w. 520 H),
beliau menulis kitab al-Hawadits wa al-Bida’. Kedua ulama’ itu dianggap
menyimpang juga oleh Syeikh Nasir bin Hamd, karena beraqidah
Asy’ari[10].
As-Syathibi (w. 790 H) termasuk ulama’ yang keras dalam membicarakan
hukuman pelaku bid’ah. Nah, gimana ceritanya kalo Imam Syathibi sendiri
malah dianggap bid’ah.
Tak taulah!
WaAllahu a’lam.
[1] As-Syathibi Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi (w. 790 H), al-I’tisham, (Riyadh: Dar Ibn Affan, 1412 H), h. 241-270
[2] Alawi bin Abdul Qadir as-Saqqaf, Mukhtashar Kitab al-I’tisham,
(Dar al-Hijrah, 1418 H), h.6. Beliau adalah pemilik situs www.dorar.net.
[3] Said bin Nashir al-Ghamidi, Haqiqat al-Bid’ah wa Ahkamuha,
(Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, t.t), juz 1, h. 215. Kitab ini ditulis dalam
rangka tugas tesis di Jami’ah al-Imam Muhammad bin Saud Riyadh, Jurusan
Syariah dan Ushuluddin konsentrasi Aqidah dan Madzhab, lulus tahun 1410
H
[4] Durus dari Syeikh Abu Ishaq al-Huwaini dengan judul: al-Bid’ah wa
Atsaruha fi Mihnati al-Muslim, dipublikasikan di situs: www.
Islamweb.net [5] As-Syathibi Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi
(w. 790 H), al-I’tisham, h. 51
[6] Ibnu Taimiyyah Taqiyuddin Abu al-Abbas (w. 728 H), Majmu’ Fatawa, (Riyadh: Majma’ al-Malik Fahd, 1416 H), juz 18, h. 346
[7] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, (Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 1420 H), h. 5
[8] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, h. 5
[9] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, h. 7
[10] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa
al-I’tisham, h. 6 Untuk downlad kitab al-I'lam bi Mukhalafat
al-Muwafaqat wa al-I'tisham, klik:
[http://www.waqfeya.com/book.php?bid=1842]
Sumber : rumahfiqih.com