Berita Kematian Menggemparkan
NABI
telah memilih Handai Tertinggi di rumah Aisyah dengan kepala di
pangkuannya. Kemudian Aisyah meletakkan kepalanya di atasbantal. Ia
berdiri, dan bersama-sama dengan wanita-wanita lain -yang segera datang
begitu berita sampai kepada mereka- ia memukul-mukul mukanya sendiri.
Dengan peristiwa itu kaum Muslimin yang sedang berada dalam mesjid
sangat terkejut sekali, sebab ketika paginya mereka melihat Nabi dari
segalanya menunjukkan, bahwa ia sudah sembuh. Itupula sebabnya Abu Bakar
pergi mengunjungi isterinya Ibnt Kharija di Sunh.
Umar Tidak Percaya Rasul Wafat
Setelah
mengetahui hal itu cepat-cepat Umar ke tempat jenazah disemayamkan. Ia
tidak percaya bahwa Rasulullah sudah wafat. Ketika dia datang, dibukanya
tutup mukanya. Ternyata ia sudah tidak bergerak lagi. Umar menduga
bahwa Nabi sedang pingsan. Jadi tentu akan siuman lagi. Dalam
hal ini sia-sia saja, Mughira hendak meyakinkan Umar atas kenyataan yang
pahit ini. Ia tetap berkeyakinan, bahwa Muhammad tidak mati. Oleh
karena Mughira tetap juga mendesak, ia berkata:
"Engkau dusta!"
Kemudian
ia keluar ke mesjid bersama-sama sambil berkata: "Adaorang dari kaum
munafik yang mengira bahwa Rasulullah saw. telah wafat. Tetapi, demi
Allah sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan,
seperti Musa ibn 'Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah
masyarakatnya selama empat puluh hari, kemudian kembali lagi ke tengah
mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan
kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal,
tangan dan kakinya harus dipotong!"
Teriakan Umar yang
datang bertubi-tubi ini telah didengar olehkaum Muslimin di mesjid.
Mereka jadi seperti orang kebingungan. Memang, kalau memang benar
Muhammad telah berpulang, alangkah pilunya hati! Alangkah gundahnya
perasaan mereka yang pernah melihatnya, pernah mendengarkan tutur
katanya, orang-orang yang beriman kepada Allah Yang telah mengutusnya
membawa petunjuk dan agama yang benar! Rasa gundah dan kesedihan yang
sungguh membingungkan, sungguh menyayat kalbu! Apabila Muhammad telah
pergi menghadap Tuhan -seperti kata Umar- ini sungguh membingungkan. Dan
menunggu dia kembali lagi seperti kembalinya Musa, lebih-lebih lagi ini
mengherankan.
Mereka semua datang mengerumuni Umar, lebih
mempercayainya dan lebih yakin, bahwa Rasulullah tidak meninggal. Belum
selang lamatadi mereka bersama-sama, mereka melihatnya dan mendengar
suaranya yang keras dan jelas, mendengar doanya dan pengampunan yang
dimohonkannya. Betapa ia akan meninggal, padahal dia adalah Khalilullah
yang dipilihNya untuk menyampaikan risalah, risalah yang sekarang sudah
dianut oleh Arab seluruhnya, tinggal lagi Kisra dan Heraklius yang akan
menganut Islam! Betapa ia akan meninggal, padahal dengan kekuatannya itu
selama duapuluh tahun terus-menerus ia telah menggoncangkan dunia dan
telah menimbulkan suatu revolusi rohani yang paling hebat yang pernah
dikenal sejarah!
Tetapi di sana wanita-wanita masih juga
memukul-mukul muka sendiri sebagai tanda, bahwa ia telah meninggal.
Sungguh pun begitu Umar di mesjid masih juga terus menyebutkan bahwa dia
tidak wafat, dia sedang pergi kepada Tuhan seperti Musa ibn 'Imran, dan
mereka yang berpendapat bahwa ia sudah meninggal, mereka itu golongan
orang-orang munafik, orang munafik, yang tangan dan kakinya
oleh Muhammadnanti akan dihantamnya setelah ia kembali. Mana yang mesti
dipercaya oleh kaum Muslimin? Awal mereka cemas sekali. Kemudian
kata-kata Umar itu masih menimbulkan harapan dalam hati mereka, karena
Muhammad masih akan kembali. Hampir saja angan-angan mereka itu mereka
percayai, menggambarkan dalam hati mereka sendiri hal-hal yang
hampir-hampir pula membawa mereka jadi puas karenanya.
Kedatangan Abu Bakar
Sementara
mereka dalam keadaan begitu tiba-tiba Abu Bakar datang. Ia segera
kembali dari Sunh setelah berita sedih itu diterimanya. Ketika
dilihatnya Muslimin demikian, dan Umar sedang berpidato, ia tidak
berhenti lama-lama di tempat itu melainkan terus ke rumah Aisyah tanpa
menoleh lagi ke kanan-kiri. Ia minta ijin akan masuk, tapi dikatakan
kepadanya, orang tidak perlu minta ijin untuk hari ini.
Bila
ia masuk, dilihatnya Nabi di salah satu bagian dalam rumah itu sudah
diselubungi dengan burd hibara.[1] Ia menyingkapkan selubung itu dari
wajah Nabi dan setelah menciumnya ia berkata:
"Alangkah sedapnya di waktu engkau hidup, alangkah sedapnya pula di waktu engkau mati."
Kemudian kepala Nabi diangkatnya dan diperhatikannya paras mukanya, yang ternyata memang menunjukkan ciri-ciri kematian.
"Demi
ibu-bapakku.[2] Maut yang sudah ditentukan Tuhan kepadamu sekarang
sudah sampai kaurasakan. Sesudah itu takkan ada lagi maut menimpamu!"
Kemudian
dikembalikannya kepala itu ke bantal, ditutupkannya kembali kain burd
itu kemukanya. Sesudah itu ia keluar. Ternyata Umar masih bicara dan mau
meyakinkan orang bahwa Muhammad tidak meninggal. Orang banyak
memberikan jalan kepada Abu Bakar.
"Sabar, sabarlah Umar!" katanya setelah ia berada di dekat Umar. "Dengarkan!"
Tetapi
Umar tidak mau diam dan juga tidak mau mendengarkan. Ia terus bicara.
Sekarang Abu Bakar menghampiri orang-orang itu seraya memberi isyarat,
bahwa dia akan bicara dengan mereka. Dan dalam hal ini siapa lagi yang
akan seperti Abu Bakar! Bukankah dia Ash-Siddiq yang telah dipilih oleh
Nabi dan sekiranya Nabi akan mengambil orang sebagai teman kesayangan
tentu dialah teman kesayangannya?! Oleh karena itu cepat-cepat orang
memenuhi seruannya itu dan Umar ditinggalkan.
Barangsiapa Akan Menyembah Muhammad, Muhammad Sudah Meninggal
Setelah
mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Abu Bakar berkata:
"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah
meninggal. Tetapi barangsiapa mau menyembah Tuhan, Tuhan hidup selalu
tak pernah mati."Abu Bakar membacakan ayat Qur'an.
Pendapatnya Meyakinkan Muslimin
Kemudian
ia membacakan firman Tuhan: "Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelum
dia pun telah banyak rasul-rasul yang sudah lampau. Apabila dia mati
atau terbunuh, apakah kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa
berbalik ke belakang, ia tidak akan merugikan Tuhan sedikit pun. Dan
Tuhan akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur."
(Qur'an, 3:144)
Ketika itu Umar juga turut mendengarkan
tatkala dilihatnya orang banyak pergi ke tempat Abu Bakar. Setelah
didengarnya Abu Bakar membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke
tanah. Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah ia yakin
bahwa Rasulullah memang sudah wafat. Ada pun orang banyak, yang sebelum
itu sudah terpengaruh oleh pendapat Umar, begitu mendengar bunyi ayat
yang dibacakan Abu Bakar, baru mereka sadar; seolah mereka tidak pernah
mengetahui, bahwa ayat ini pernah turun. Dengan demikian segala perasaan
yang masih ragu-ragu bahwa Muhammad sudah berpulang ke rahmat Allah,
dapat dihilangkan.
Sudah melampaui bataskah Umar ketika ia
berkeyakinan bahwa Muhammad tidak mati, ketika mengajak orang lain
supaya juga yakin seperti dia? Tidak! Para sarjana sekarang mengatakan
kepada kita, bahwa matahari akan terus memercik sepanjang abad sebelum
tiba waktunya ia habis hilang sama sekali. Akan percayakah orang pada
pendapat ini tanpa ia ragukan lagi kemungkinannya? Matahari yang
memancarkan sinar dan kehangatan sehingga karenanya alam ini hidup,
bagaimana akan habis, bagaimana akan padam sesudah itu kemudian alam ini
masih akan tetap ada?
Muhammad pun tidak kurang pula
dari matahari itu sinarnya, kehangatannya, kekuatannya. Seperti matahari
yang telah melimpahkan jasa, Muhammad pun telah pula melimpahkan jasa.
Seperti halnya dengan matahari yang telah berhubungan dengan alam, jiwa
Muhammad pun telah pula berhubungan dengan semesta alam ini, dan selalu
sebutan Muhammad s.a.w. mengharumkan alam ini keseluruhannya. Jadi tidak
heran apabila Umar yakin bahwa Muhammad tidak mungkin akan mati. Dan
memang benar ia tidak mati, dan tidak akan mati.
Pasukan Usama Kembali ke Madinah
Usama
ibn Zaid yang telah melihat Nabi pagi itu pergi ke mesjid, seperti
orang-orang Islam yang lain dia pun menduga bahwa Nabi sudah sembuh.
Bersama-sama dengan anggota pasukan yang hendak diberangkatkan ke Syam
yang sementara itu pulang ke Madinah, sekarang ia kembali menggabungkan
diri dengan markas yang di Jurf. Perintah sudah dikeluarkan supaya
pasukannya itu siap-siap akan berangkat. Tetapi dalam pada itu,
tiba-tiba ada orang yang datang menyusulnya, dengan membawa berita sedih
tentang kematian Nabi. Ia membatalkan niatnya akan berangkat dan
pasukannya diperintahkan kembali semua ke Madinah. Ia pergi ke rumah
Aisyah dan ditancapkannya benderanya di depan pintu rumah itu, sambil
menantikan keadaan Muslimin.
Sebenarnya Muslimin sendiri
dalam keadaan bingung. Setelah mereka mendengar pidato Abu Bakar dan
yakin sudah bahwa Muhammad sudah wafat, mereka lalu terpencar-pencar.
Golongan Anshar lalu menggabungkan diri kepada Said ibn 'Ubada di
Saqifa[3] Banu Sa'ida; Ali ibn Abi Talib, Zubair ibn'l-'Awwam dan Talha
ibn 'Ubaidillah menyendiri pula di rumah Fatimah; pihak Muhajirin,
termasuk Usaid ibn Hudzair dari Banu 'Abd'l-Asyhal menggabungkan diri
kepada Abu Bakar.
Sementara Abu Bakar dan Umar dalam
keadaan demikian, tiba-tiba ada orang datang menyampaikan berita kepada
mereka, bahwa Anshar telah menggabungkan diri kepada Sa'd ibn 'Ubada,
dengan menambahkan bahwa: Kalau ada masalah yang perlu diselesaikan
dengan mereka, segera susullah mereka, sebelum keadaan jadi berbahaya.
Rasulullah saw. masih di dalam rumah, belum lagi selesai (dimakamkan)
dan keluarganya juga sudah menutupkan pintu.
"Baiklah,"
kata Umar menujukan kata-katanya kepada Abu Bakar. "Kita berangkat ke
tempat saudara-saudara kita dari Anshar itu, supaya dapat kita lihat
keadaan mereka."
Sambutan Abu Bakar kepada Anshar
Ketika
di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan dua orang baik-baik dari
kalangan Anshar, yang kemudian menceritakan kepada pihak Muhajirin itu
tentang adanya orang-orang yang sedang mengadakan persepakatan.
"Tuan-tuan mau ke mana?" tanya dua orang itu.
Setelah
diketahui bahwa mereka akan menemui orang-orang Anshar, kedua orang itu
berkata: "Tidak ada salahnya tuan-tuan tidak mendekati mereka.
Saudara-saudara Muhajirin, selesaikanlah persoalan tuan-tuan."
"Tidak, kami akan menemui mereka," kata Umar.
Lalu
mereka meneruskan perjalanan sampai di Serambi Banu Sa'ida. Di
tengah-tengah mereka itu ada seorang laki-laki yang sedang berselubung.
"Siapa ini?" tanya Umar ibn'l-Khattab
"Sa'd ibn 'Ubada," jawab mereka.
"Dia sedang sakit."
Setelah pihak Muhajirin duduk, salah seorang dari Anshar berpidato. Sesudah mengucapkan syukur dan puji kepada Tuhan ia berkata:
"Kemudian
dibandingkan itu. Kami adalah Ansharullah dan pasukan Islam, dan kalian
dari kalangan Muhajirin sekelompok kecil dari kami yang datang kemari
mewakili golongan tuan-tuan. Ternyata mereka itu mau menggabungkan kami
dan mengambil hak kami serta mau memaksa kami."
Yang
demikian ini memang merupakan jiwa Anshar sejak masa hidup Nabi. Oleh
karena itu, begitu Umar mendengar kata-kata tersebut ia ingin segera
menangkisnya. Tetapi oleh Abu Bakar ditahan, sebab sikapnya yang keras
sangat dikhawatirkan.
"Sabarlah, Umar!" katanya. Kemudian ia memulai pembicaraannya, ditujukan kepada Anshar:
"Saudara-saudara!
Kami dari pihak Muhajirin orang yang pertama menerima Islam, keturunan
kami baik-baik, keluarga kami terpandang, kedudukan kami baik pula. Di
kalangan Arab kamilah yang banyak memberikan keturunan, dan kami sangat
sayang kepada Rasulullah. Kami sudah Islam sebelum tuan-tuan dan di
dalam Qu'ran juga kami didahulukan dari tuan-tuan; seperti dalam firman
Tuhan: 'Orang-orang yang terdahulu dan awal (masuk Islam), dari
Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dalam
melakukan kebaikan.' (Qur'an, 9:100)
Jadi kami Muhajirin
dan tuan-tuan adalah Anshar, saudara-saudara kami seagama, bersama-sama
menghadapi rampasan perang dan mengeluarkan pajak serta
penolong-penolong kami dalam menghadapi musuh. Apa yang telah tuan-tuan
katakan, bahwa segala kebaikan ada pada tuan-tuan, itu sudah pada
tempatnya. Tuan-tuanlah dari seluruh penghuni bumi ini yang patut
dipuji. Dalam hal-ini orang-orang Arab itu hanya mengenal lingkungan
Quraisy ini. Jadi, dari pihak kami para amir dan dari pihak tuan-tuan
para wazir."[4]
Ketika itu salah seorang dari kalangan
Anshar ada yang marah, lalu berkata: "Saya tongkat lagi
senjata.[5] Saudara-saudara Quraisy, dari kami seorang amir dan dari
tuan-tuan juga seorang amir."
"Dari kami para amir dan
dari tuan-tuan para wazir," kata Abu Bakar. "Saya menyetujui salah
seorang dari yang dua ini untuk kita. Berikanlah ikrar tuan-tuan kepada
yang mana saja yang tuan-tuan sukai."
Lalu ia mengangkat
tangan Umar ibn'l-Khattab dan tangan Abu 'Ubaida ibn'l-Jarrah, sambil
dia duduk di antara dua orang itu. Lalu timbul suara-suara ribut dan
keras. Hal ini dikhawatirkan akan membawa pertentangan. Ketika itu Umar
lalu berkata dengan suaranya yang lantang: "Abu Bakar, bentangkan
tanganmu!"
Abu Bakar membentangkan tangan dan dia
diikrarkan seraya kata Umar: "Abu Bakar, bukankah Nabi sudah menyuruhmu,
supaya engkaulah yang memimpin Muslimin bersembahyang? Engkaulah
penggantinya (khalifah). Kami akan mengikrarkan orang yang paling
disukai oleh Rasulullah di antara kita semua ini."
Kata-kata
ini ternyata sangat menyentuh hati Muslimin yang hadir, karena
benar-benar telah dapat melukiskan kehendak Nabi sampai pada hari
terakhir orang melihatnya. Dengan demikian pertentangan di kalangan
mereka dapat dihilangkan. Pihak Muhajirin datang memberikan ikrar,
kemudian pihak Anshar juga memberikan ikrarnya.
Bilamana
keesokan harinya Abu Bakar duduk di atas mimbar, Umar ibn'l-Khattab
tampil berbicara sebelum Abu Bakar, dengan mengatakan -setelah
mengucapkan syukur dan puji kepada Tuhan:
Ikrar Umum
"Kepada
saudara-saudara kemarin saya sudah mengucapkan kata-kata yang tidak
terdapat dalam Kitabullah, juga bukan suatu pesan yang diberikan
Rasulullah kepada saya. Tetapi ketika itu saya berpendapat, bahwa
Rasulullah yang akan mengurus soal kita, sebagai orang terakhir yang
tinggal bersama-sama kita. Tetapi Tuhan telah meninggalkan Qu'ran buat
kita, yang juga menjadi penuntun RasulNya. Kalau kita berpegang pada
Kitab itu Tuhan menuntun kita, yang juga telah menuntun Rasulullah.
Sekarang Tuhan telah menyatukan persoalan kita di tangan sahabat
Rasulullah s.a.w. yang terbaik di antara kita dan salah seorang dari dua
orang, ketika keduanya itu berada dalam gua. Maka marilah kita ikrarkan
dia."
Ketika itu orang lalu memberikan ikrarnya kepada Abu Bakar sebagai Ikrar Umum setelah Ikrar Saqifa.
Pidato Khulafa'ur-Rasyidin yang Pertama
Selesai
ikrar kemudian Abu Bakar berdiri. Di hadapan mereka itu ia mengucapkan
sebuah pidato yang dapat dipandang sebagai contoh yang sungguh bijaksana
dan sangat menentukan. Setelah mengucap puji syukur kepada Tuhan Abu
Bakar ra. berkata:
"Kemudian, saudara-saudara. Saya sudah
dijadikan penguasa atas kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang
terbaik di antara kamu. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya.
Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan dusta adalah pengkhianatan.
Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat di mata saya, sesudah
haknya nanti saya berikan kepadanya -insya Allah, dan orang yang kuat,
buat saya adalah lemah sesudah haknya itu nanti saya ambil -insya Allah.
Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka
Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu
sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana
pada mereka. Taatilah saya selama saya taat kepada (perintah) Allah dan
RasulNya. Tetapi apabila saya melanggar (perintah) Allah dan Rasul maka
gugurlah kesetiaanmu kepada saya. Laksanakanlah salat kamu, Allah akan
merahmati kamu sekalian."
Sementara kaum Muslimin sedang
berlainan pendapat -kemudian kembali sependapat lagi dalam melantik Abu
Bakar dalam Ikrar Saqifa kemudian Ikrar Umum- jenazah Nabi masih tetap
ditempatnya di atas ranjang kematian dikelilingi oleh kerabat-kerabat
dan pihak keluarga.
Di mana Rasul akan Dimakamkan?
Selesai
memberikan ikrar kepada Abu Bakar orang segera bergegas lagi hendak
menyelenggarakan pemakaman Rasulullah. Dalam hal di mana akan
dimakamkan, orang masih berbeda pendapat. Kalangan Muhajirin berpendapat
akan dimakamkan di Mekah, tanah tumpah darahnya dan di tengah-tengah
keluarganya. Yang lain berpendapat supaya dimakamkan di Bait'l-Maqdis
(Yerusalem} karena para nabi sebelumnya di sana dimakamkan. Saya tidak
tahu bagaimana orang-orang ini berpendapat demikian, padahal
Bait'l-Maqdis pada waktu itu masih di tangan Romawi dan sejak kejadian
Mu'ta dan Tabuk, Romawi dengan pihak Islam sedang dalam permusuhan,
sehingga Rasulullah menyiapkan pasukan Usama untuk mengadakan
pembalasan.
Kaum Muslimin tak dapat menyetujui pendapat
ini, juga mereka tidak setuju Nabi dimakamkan di Mekah. Mereka ini
berpendapat supaya Nabi dimakamkan di Madinah, kota yang telah
memberikan perlindungan dan pertolongan, dan kota yang awal bernaung di
bawah bendera Islam.
Mereka berunding, di mana akan
dimakamkan? Satu pihak mengatakan: dimakamkan di mesjid, tempat dia
memberi khotbah dan bimibngan serta memimpin orang sembahyang, dan
menurut pendapat mereka supaya dimakamkan ditempat mimbar atau di
sampingnya. Tetapi pendapat demikian ini kemudian ditolak, mengingat
adanya keterangan berasal dari Aisyah, bahwa ketika Nabi sedang dalam
sakit keras, ia mengenakan kain selubung hitam, yang sedang ditutupkan
di mukanya, kadang dibukakan sambil ia berkata: "Laknat Tuhan kepada
suatu golongan yang mempergunakan pekuburan nabi-nabi sebagai mesjid."
Kemudian
Abu Bakar tampil memberikan keputusan kepada orang ramai itu dengan
mengatakan: "Saya dengar Rasulullah saw. berkata Setiap ada nabi
meninggal, ia dimakamkan di tempat dia meninggal."
Lalu diambil keputusan, bahwa pada letak tempat tidur ketika Nabi meninggal itu, di tempat itulah akan digali.
Nabi Dimandikan
Selanjutnya
yang bertindak memandikan Nabi ialah keluarganya yang dekat. Yang
pertama sekali Ali ibn Abi Talib, lalu 'Abbas ibn 'Abd'l-Muttalib serta
kedua puteranya, Fadzl dan Qutham serta Usama ibn Zaid. Usama ibn Zaid
dan Syuqran, pembantu Nabi, bertindak menuangkan air sedang Ali yang
memandikannya berikut baju yang dipakainya. Mereka tidak mau melepaskan
baju itu dari (badan) Nabi. Pada saat itu mereka juga mendapatkan Nabi
begitu harum, sehingga Ali berkata: "Demi ibu bapakku! Alangkah harumnya
engkau di waktu hidup dan di waktu mati."
Karena itu juga
beberapa Orientalis ada yang berpendapat, bahwa bau harum itu
disebabkan Nabi selama hidupnya biasa memakai wangi-wangian. Ia
menganggap wangi-wangian itu sudah menjadi barang kesukaannya dalam
kehidupan dunia ini.
Selesai dimandikan dengan mengenakan
baju yang dipakainya itu, Nabi dikafani dengan tiga lapis pakaian: dua
Shuhari[6] dan satu pakaian jenis burd hibara dengan sekali dilipatkan.
Selesai penyelenggaraan dengan cara demikian, jenazah dibiarkan di
tempatnya. Pintu-pintu kemudian dibuka untuk memberikan kesempatan
kepada kaum Muslimin, yang memasuki tempat itu dari jurusan mesjid,
untuk mengelilingi serta melepaskan pandangan perpisahan dan memberikan
doa salawat kepada Nabi. Kemudian mereka keluar lagi dengan membawa
perasaan duka dan kepahitan yang dalam sekali, yang sangat menekan hati.
Ruangan
itu telah menjadi penuh kembali tatkala kemudian Abu Bakar dan Umar
masuk melakukan sembahyang bersama-sama Muslimin yang lain, tanpa ada
yang bertindak selaku imam dalam sembahyang itu. Setelah orang duduk
kembali dan keadaan jadi sunyi, Abu Bakar berkata:
"Salam
kepadamu ya Rasulullah, beserta rahmat dan berkah Tuhan.[7] Kami
bersaksi, bahwa Nabi dan Rasulullah telah menyampaikan risalah Tuhan,
telah berjuang di jalan Allah sampai Tuhan memberikan pertolongan untuk
kemenangan agama. Ia telah menunaikan janjinya, dan menyuruh orang
menyembah hanya kepada Allah tidak bersekutu."
Pada setiap kata yang diucapkan oleh Abu Bakar disambut oleh Muslimin dengan penuh syahdu dan khusyu: Amin! Amin!
Perpisahan dengan Jenazah yang Suci
Selesai
bagian laki-laki melakukan sembahyang, setelah mereka keluar, masuk
pula kaum wanita, dan setelah mereka, kemudian masuk pula anak-anak.
Semua mereka itu, masing-masing membawa hati yang pedih, perasan duka
dan sedih menekan kalbu, karena mereka harus berpisah dengan Rasulullah,
penutup para nabi.
Detik-detik yang Khidmat dalam Sejarah
Di
hadapan kita sekarang -setelah lampau seribu tiga ratus tahun yang
lalu- terbentang sebuah lukisan peristiwa khidmat dan syahdu yang telah
memenuhi hati kita, dengan segala kerendahan hati dan hormat. Tubuh yang
terbungkus kini terletak dalam sebuah sudut, dalam ruangan yang
nantinya akan menjadi sebuah makam, dan ruangan yang tadinya dihuni oleh
orang yang mengenal makna hidup, orang yang penuh rahmat, penuh cahaya.
Tubuh yang suci ini, yang telah mengajak dan membimibng orang ke jalan
yang benar, dan yang buat mereka telah menjadi teladan tertinggi tentang
arti kebaikan dan kasih sayang, tentang ketangkasan dan harga diri,
tentang keadilan dan kesadaran dalam menghadapi kekejaman serta segala
tindakan tirani.
Orang yang banyak itu kini lalu dengan
perasaan yang sudah remuk-redam, dengan hati yang sendu, hati yang
tersayat pilu. Setiap pria, setiap wanita, setiap anak-anak -terhadap
laki-laki yang sekarang memilih tempatnya di sisi Tuhan itu-
mengenangkannya sebagai ayah, sebagai kawan setia dan sahabat, sebagai
Nabi dan Rasulullah. Betapakah perasaan yang sekarang sedang rimbun
memenuhi kalbu yang penuh semarak iman itu, kalbu yang penuh prihatin
akan rahasia hari esok setelah Rasui wafat?!
Lukisan
peristiwa khidmat inilah yang sekarang terbentang di hadapan kita. Kita
lihat diri kita sedang tercengang menatapnya, dengan sepenuh hati akan
keagungan yang penuh syahdu dan khidmat ini; hampir-hampir kita tak
dapat melepaskan diri.
Keguncangan Orang-Orang yang Lemah Iman
Sudah
sepantasnya pula apabila kaum Muslimin jadi khawatir. Sejak
diumumkannya berita kematian Nabi di Madinah dan kemudian tersebar pula
sampai kepada kabilah-kabilah Arab di sekitar kota, pihak Yahudi dan
Nasrani segera memasang mata dan telinga, sifat-sifat munafik mulai
timbul, iman orang-orang Arab yang masih lemah mulai pula guncang.
Dalam
pada itu orang-orang Mekah juga sudah siap-siap akan berbalik dari
Islam, bahkan sudah mau bertindak demikian, sehingga 'Attab ibn Asid
wakil Nabi di Mekah merasa khawatir dan tidak menampakkan diri kepada
mereka. Tepat sekali Suhail ibn 'Amr yang berada di tengah-tengah mereka
itu ketika ia tampil dan berkata -setelah menerangkan kematian Nabi-
bahwa Islam sekarang sudah bertambah kuat, dan siapa yang masih
menyangsikan kami, kami penggal lehernya. Kemudian katanya lagi:
"Penduduk
Mekah! Kamu adalah orang yang terakhir masuk Islam, maka janganlah jadi
orang yang pertama murtad! Demi Allah. Tuhanlah yang akan menyelesaikan
soal ini. Seperti kata Rasulullah saw. Belum jugakah mereka sadar dari
kemurtadan mereka itu?"
Nabi Dikebumikan
Ada
dua cara orang-orang Arab ketika itu dalam menggali kuburan: pertama
cara orang Mekah yang menggali kuburan dengan dasarnya yang rata; kedua
cara orang Madinah yang menggali kuburan dengan dasarnya yang
dilengkungkan. Abu 'Ubaidah ibn'l-Jarrah misalnya, ia menggali cara
orang Mekah, sedang Abu Talha Zaid ibn Sahl menggali kuburan cara orang
Madinah.
Keluarga Nabi juga memperibncangkan cara mana
kuburan itu akan digali. 'Abbas paman Nabi segera mengutus dua orang,
masing-masing supaya memanggil Abu 'Ubaida dan Abu Talha. Yang diutus
kepada Abu 'Ubaida kembali tidak bersama dengan yang dipanggil, sedang
yang diutus kepada Talha datang bersama-sama. Maka makam Rasulullah
digali menurut cara Madinah.
Bilamana hari sudah senja,
dan setelah kaum Muslimin selesai menjenguk tubuh yang suci itu serta
mengadakan perpisahan yang terakhir, keluarga Nabi sudah siap pula akan
menguburkannya. Mereka menunggu sampai tengah malam. Kemudian sehelai
syal berwarna merah yang biasa dipakai Nabi dihamparkannya di dalam
kuburan itu. Lalu ia diturunkan dan dikebumikan ke tempatnya yang
terakhir oleh mereka yang telah memandikannya. Di atas itu lalu dipasang
bata mentah kemudian kuburan itu ditimbun dengan tanah.
Dalam
hal ini Aisyah berkata: "Kami mengetahui pemakaman Rasulullah saw.
ialah setelah mendengar suara-suara sekop pada tengah malam itu."
Fatimah juga berkata seperti itu.
Upacara pemakaman itu terjadi pada malam Rabu 14 Rabiul awal, yakni dua hari setelah Rasul berpulang ke rahmatullah.
Aisyah di Ruangan sebelah Makam
Sesudah
itu Aisyah tinggal menetap di rumahnya dalam ruangan yang berdampingan
dengan ruangan makam Nabi. Ia merasa bahagia di samping tetangga yang
sangat mulia itu.
Setelah Abu Bakar wafat ia dimakamkan di
samping Nabi, demikian juga Umar menyusul dimakamkan di sebelahnya
lagi. Ada disebutkan, bahwa Aisyah berziarah ke ruangan makam itu tidak
mengenakan kudung, sebab sebelum Umar dimakamkan, di sana hanya ayah dan
suaminya. Tetapi setelah juga Umar dimakamkan, setiap ia masuk selalu
berkudung dengan mengenakan pakaian lengkap.
Menyelamatkan Pasukan Usama
Begitu
selesai kaum Muslimin menyelenggarakan pemakaman Rasulullah, Abu Bakar
memerintahkan pasukan Usama yang akan menyerbu Syam segera diteruskan
sebagai pelaksanaan apa yang telah diperintahkan oleh Rasulullah. Ada
juga kaum Muslimin yang merasa tidak setuju dengan itu, seperti yang
pernah terjadi ketika Nabi sedang sakit. Umar termasuk orang yang tidak
setuju. Ia berpendapat supaya kaum Muslimin tidak bercerai-berai. Mereka
harus tetap di Madinah, sebab dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang
kurang menyenangkan. Tetapi dalam melaksanakan perintah Rasul, Abu Bakar
tidak pernah ragu-tagu. Dia pun menolak pendapat orang yang mengusulkan
supaya mengangkat seorang komandan yang lebih tua usianya dari Usama
dan lebih berpengalaman dalam perang.
Dengan demikian
pasukan di Jurf itu tetap disiapkan di bawah pimpinan Usama, dan Abu
Bakar pergi melepaskannya. Ketika itu dimintanya kepada Usama supaya
Umar dibebaskan dari tugas itu. Ia perlu tinggal di Madinah supaya dapat
memberi nasehat kepada Abu Bakar.
Belum selang dua puluh
hari setelah tentara berangkat, pihak Muslimin sudah dapat menyerang
Balqa'. Usama telah dapat mengadakan pembalasan buat kaum Muslimin dan
ayahnya yang telah terbunuh di Mu'ta dulu. Dalam peristiwa yang gemilang
itu semboyan perang yang diucapkan ialah: "Untuk kemenangan,
matilah!"[8]
Dengan demikian baik Abu Bakar mau pun Usama
telah dapat melaksanakan perintah Nabi. Ia kembali dengan pasukannya itu
ke Madinah didahului panji yang oleh Rasulullah dulu diserahkan di
tangannya dengan menunggang kuda yang juga dulu dipakai ayahnya di Mu'ta
sampai tewasnya.
Para Nabi Tidak Diwariskan
Setelah
Nabi berpulang, Fatimah puterinya minta kepada Abu Bakar tanah
peninggalan Nabi di Fadak dan di Khaibar diberikan kepadanya. Tetapi Abu
Bakar menjawab dengan kata-kata ayahnya: "Kami para nabi tidak
mewariskan. Apa yang kami tinggalkan buat sedekah." Kemudian kata Abu
Bakar kepada Fatimah:
"Kalau ayahmu dulu memang sudah
menghibahkan harta ini kepadamu, maka usulmu itu saya terima, dan saya
laksanakan apa yang dimintanya itu." Tetapi Fatimah menjawab bahwa
tentang itu ayahnya tidak berkata apa-apa kepadanya hanya Umm Aiman yang
mengatakan kepadanya bahwa yang demikian itulah yang dimaksudkan. Dalam
hal ini Abu Bakar menekankan supaya Fadak dan Khaibar tetap
dikembalikan ke baitulmal untuk kaum Muslimin.
Warisan Rohani Terbesar
Demikianlah,
Muhammad pergi melepaskan dunia ini dengan tiada meninggalkan sesuatu
kekayaan dunia yang fana kepada siapa pun. Ia pergi melepaskan dunia ini
seprti ketika ia datang. Sebagai peninggalan ia telah memberikan agama
yang lurus ini kepada umat manusia. Ia telah merintis jalan kebudayaan
Islam yang maha besar, yang telah menaungi dunia sebelumnya, dan akan
menaungi dunia kemudian. Ia telah menanamkan ajaran Tauhid, menempatkan
ajaran Tuhan yang tinggi di atas dan ajaran orang-orang kafir yang
rendah di bawah.
Kehidupan paganisme dalam segala bentuk
dan penampilannya telah dikikis habis. Manusia sekarang diajaknya
melakukan perbuatan yang baik dan takwa, bukan perbuatan dosa dan
permusuhan. Kemudian ia meninggalkan Kitabullah buat manusia, sebagai
rahmat dan petunjuk. Ia meninggalkan teladan yang tinggi, contoh nan
indah. Contoh terakhir diberikannya kepada umat manusia, ketika dalam
sakit, ia berkata kepada orang banyak:
"Wahai manusia!
Barangsiapa punggungnya pernah kucambuk, ini punggungku, balaslah!
Barangsiapa kehormatannya pernah kucela, ini kehormatanku, balaslah! Dan
barangsiapa hartanya pernah kuambil, ini hartaku, ambillah! Jangan ada
yang takut permusuhan, itu bukan bawaanku."
Bilamana ada
orang yang pernah menuntut uang tiga dirham kepadanya, kepada orang itu
diberikan pula gantinya. Kemudian ia melepaskan dunia ini dengan
meninggalkan warisan rohani yang agung, yang selalu memancar di semesta
dunia ini. Tuhan akan menyempurnakan ajaranNya, akan menolong agamaNya
di atas semua agama, sekali pun oleh orang-orang kafir tidak diakui.
Semoga Allah memberi rahmat dan kedamaian kepadanya.
Shallallahu 'alaihi wa sallam.