Oleh: Jum’an
Pada 5 Januari 2013, The Deen Institute,
lembaga yang menggalakkan berpikir kritis dan dialog yang rasional
dikalangan mahasiswa Islamdi Inggris, telah mengadakan konferensi
tentang kompatibilitas teori evolusimodern dengan teologi Islam di Aula
London University. Dialog dengan topik “Apakah Umat IslamSalah Faham tentang Evolusi?” yang
cukup menegangkan karena sejumlahorganisasi mahasiswa menolak
berpartisipasi ini, merupakan event pertama dimanacendekiawan muslim
terkemuka menangani topik kontroversial evolusi dalam forumpublik. Dua
tahun yang lalu Dr Usama Hasan, wakilketua masjid at-Tawhid di London diberhentikan sebagai imam Jumat selama 25tahun karena diancamakan dibunuh,
setelah menyatakan pandangannya tentang evolusi. Sejumlahdemonstran
membagi-bagikan selebaran anonym yang mengutip tokoh agama bahwasetiap
Muslim yang
percaya pada evolusi adalah murtad danharus dieksekusi. Dr Usama Hasan
berasal dari keluarga Islam yang taat danputera seorang ulama Wahabi
terkenal. “Umat Islam tidak boleh makmum di belakang seseorang yang
percaya padaevolusi” kata Salir al-Sadlan seorang ulama senior Saudi
dalam kotbahnya dimasjid di Birmingham.
Dr. Usama adalah
salahsatu pembicara dalam dialog ini. Pembicara lainnya termasuk seorang
pakarbiologi evolusi, seorang ahli antropologi biologi, seorang ulama
dan seorangkreasionis (kepercayaan bahwa segala sesuatu diciptakan Tuhan
tanpa proses)dari Turki yg terkenal. Sebanyak 850 hadirin duduk tak
beranjak selama 7 jam meskitopik ini sangat sensitif dan kontroversial;
tak ada ejekan maupun gangguan. Sebagianbesar hadirin adalah profesional
muda yang tidak punya pendapat kuat tapisangat berminat mendengarkan
posisi umat Islam tentang evolusi. Mereka tidakkecewa.Diskusi seperti
ini biasanya tergelincir olehretorika dari para kreasionis. Keberhasilan
acara ini karena fakta bahwa semuapanelis, kecuali tokoh kreasionis
dari Turki, kurang lebih menerima konsensusilmiah tentang evolusi,
sehingga diskusi dapat memusat pada pertanyaan:Dapatkah kaum Muslimin
mendamaikan antara evolusi manusia dengan iman mereka?
Kita tahu
banyak ilmuwanMuslim yang tidak hanya memahami evolusi, tetapi juga
telah memikirkanimplikasinya terhadap keyakinan agamanya. Dr. Ehab Abouheif
adalah ahli biologi evolusi yang memimpinpenelitian di McGill
University Kanada dan mengerjakan penelitian tentangevolusi pada semut.
Awan 2012 lalu Abouheif membuat kejutan dengan penemuanspesies semut
yang mengandung gen yang lamban dapat diaktifkan menjadisemut-semut
prajurit yang super. Prof. Ehab Abouheif menjelaskan kasus ilmiahtentang
evolusi biologi dan berbicara tentang perlunya umat Islam
memahamiprinsip dasar biologi modern ini. Dia mencontohkan dirinya dalam
melawankesalah-pahaman bahwa seseorang tidak dapat mendamaikan evolusi
dengan Islam. Abouheif, adalah seorang ilmuwan sekaligusseorang beriman
yang tulus. "Evolusi biologis adalah fakta. Buktinyasangat banyak dan
tak terbantahkan," katanya. Sebagai tamu AmericanIslamic Congress di
Univ. Boston, Abouheif mengemukakan pendapat pribadinya tidak hanya
tentang agamasebagai seorang ilmuwan dan seorang Muslim, tetapi juga
keprihatinannya tentangkonsekuensi bagi negara-negara Islam yang gagal
untuk merangkul tradisi ilmiah.Jika kita menolak evolusi sebagai sains
dan tak bersedia untuk menyimak bukti,berarti untuk semua ilmu
pengetahuan, ketika bersinggungan dengan masalah sosialatau politik,
kita juga tidak akan percaya. Dia menghimbau agar dunia Muslimmenjadi
inovator dan terlibat memimpin dalam teknologi dan inovasi, dan
ikutdalam produksi, bukan hanya menjadi konsumen. Ia merasa sangat
prihatin ketikaPemerintah Saudi terpaksa minta bantuan negara Barat
untuk memberikan vaksinH1N1 untuk para jamaah haji pada 2009, padahal
seharusnya dapat memproduksinyasendiri.
Pembicara lainnya, Prof. Fatimah Jackson,
adalah pakar antropologi biologi di Univ. Carolina Utara.
Diamengajarkan evolusi sejak sebelum masuk Islam pada 1970-an dan tidak
pernahmenganggap keduanya saling bertentangan. Baginya ilmu pengetahuan
hanyalahmengatakan "bagaimana" sesuatu terjadi, dan bukan"mengapa".
Evolusi tidakmenggantikan iman, tetapi justru melengkapinya. Abouheif
dan Jackson adalah peneliti berprestasi yang menerimapandangan ilmiah
tentang evolusi. Mereka sangat antusias tentang pekerjaanmereka dan tak
tergoyahkan dalam membela iman mereka.
Dialog juga menampilkandebat teologis antara Dr.Usama Hasan dan Syaikh Yasir Qadhi.
Dr.Usama menyatakan pada dasarnya ada ruangdalam Islam untuk
mengakomodir evolusi manusia. Hasan membantah bahwakepercayaan evolusi
pasti akan mengarah pada ateisme. "Ilmu pengetahuanmengatakan kepada
kita bagaimana kita diciptakan, wahyu memberitahu kitamengapa." Ilmu
pengetahuan tidak bisa mengukur keberadaan jiwa, demikianpula tak ada
eksperimen yang bisa membuktikan ataupun menolak adanya Tuhan,katanya.
Hassan menyatakan bahwa pandangannya tentang evolusi tetap
dalambatas-batas pemikiran Islam dan bahwa perbedaan pendapat itu
diperbolehkan.Syaikh Yasir Qadhi tidak setuju: "Adalah tak bermoral
untuk memiliki duapendapat Islam yang berbeda tentang masalah ini."
Menurut Syaikh Yasir, ia menerima semua evolusikecuali untuk manusia.
Adalah salah kalau umat Islam mengatakan tidak percaya padaevolusi.
Sebagian besar prinsip evolusi tidak menimbulkan masalah bagi
teologiIslam” katanya. Tidak mengapa umat Islam percaya ada dinosaurus,
spesiasi(proses evolusi munculnya spesies baru) dan bahkan nenek moyang
bersama untuksemua hewan di Bumi - kecuali satu pengecualian - umat
manusia. "Kamiadalah spesies terhormat berbeda dari hewan dalam hal
metakognisi, bahasa,moral, kreativitas dan agama."
Namun, ia
mengakui bahwa maksimal yang kita bisa katakandari perspektif teologis
Islam adalah bahwa Allah menyisipkan Adam kedalamtatanan alamiah.
"Allahmenciptakan Adam sesuai/ cocok masuk ke dalam skema besar alam.
Ibarat kartudomino yang memainkannya harus saling sambung menyambung,
Adam adalah dominoterakhir ditempatkan langsung oleh Allah. Adam dan
Hawa tidak memiliki orangtua - mereka tidak berevolusi. Selain dari itu
tidak dapat dibenarkan menurutAl-Qur’an." Dari sudut pandangnya, orang
beriman akan melihat dominoterakhir ini sebagai mukjizat dari Allah swt.
Syaikh Yasir menunjukkan bahwa secarahistoris umat Islam tidak
anti-ilmu pengetahuan, berbeda dengan sejarah umatKristen. Tapi dia
melanjutkan: "Kita perlu menempatkan ilmu di tempat yangtepat". Dalam
pandangannya, "ilmu pengetahuan adalah studi tentangmemahami ciptaan
Allah". Penulis John Farrel dalam membandingkan ilmuwan Islam dan Kristen menghadapi kaumkreasionis
yangmenentang sains dan evolusi menyimpulkan bahwa sains tidak banyak
betentangandengan ajaran Islam dibandingkan yang timbul dalam Kristen
tradisional.
Dr. Oktar Babuna, jurubicara Harun Yahya, pendiri
gerakan kreasionis dari Turki yang sering dituduhmengaburkan pemikiran
ilmiah, mengatakan bahwa evolusi bukan teori ilmiahkarena belum
diverifikasi oleh bukti ilmiah. Menurut logikanya, jika perubahankecil
berturut-turut terakumulasi menjadi perubahan besar selama
pembentukanspesies baru, maka jumlah bentuk peralihan akan melebihi
jumlah spesies yangasli dan spesies yang sudah berubah dalam catatan
fosil. Abouheif dan FatimahJackson menjelaskan bahwa harapan menemukan
fosil transisi (missing link)berasal dari kekeliruan anggapan Babuna
bahwa evolusi berjalan bertahap(perubahan kecil yang berturut-turut) dan
linear. Padahal menurut paleontologNiles Eldredge dan Stephen Jay Gould
(1972) sebagian besar evolusi ditandai oleh periode panjang yang stabil
yangdiselingi oleh kejadian langka (jarang, sesekali) persimpangan
evolusi. Teoripunctuated equilibrium (kesetimbangan berselang) ini
kontras terhadap gagasanpopuler bahwa perubahan evolusioner ditandai
dengan pola perubahan halus dankontinyu dalam catatan fosil. Abouheif
menyesalkan bahwa Babuna menyeret kitakembali ke teori Darwin 1859 versi
evolusi sebelum penemuan DNA
Ini adalah perdebatanserius
tentang topik yang penting. Namun, nada perdebatan dan
kualitaspertukaran intelektual di acara London ini adalah menggairahkan
dan itumenunjukkan Islam modern memiliki kedewasaan untuk mengatasi
tantangan yangdirasakan dari ide ilmiah. Begitu menurut Dr.Yasmin Khan, dan SalmanHameed dalam Harian Nasional Inggris “The Guardian”
Catatan: link dapat diklik di: https://jumanb.wordpress.com/
