Oleh Imam Rohmatullah Roghib
Setidaknya ungkapan itu yang pas untuk menggambarkan pondok sarang. karena memang jalan yang ditempuh kiai² sarang sejak dulu adalah ngaji, _ta'lim wat ta'allum._ jalan ini terus ditempuh dengan Istiqomah turun menurun hingga kini, sedikitpun tidak bergeser.
Sebenarnya mengasah kecerdasan intelektual adalah salah satu thoriqoh menuju ridlo Allah. Bahkan bisa mendahului thoriqoh² dzikir.
Kanjeng nabi Muhammad Saw pernah berpesan kepada sayyidina Ali,
: «يَا عَلِيُّ، إِذَا تَقَرَّبَ النَّاسُ إِلَى خَالِقِهِمْ بِأَبْوَابِ الْبِرِّ، فَتَقَرَّبْ إِلَيْهِ بِأَنْوَاعِ الْعَقْلِ، فَتَسْبِقَهُمُ بِالزُّلَفِ وَالدَّرَجَاتِ عِنْدَ النَّاسِ فِي الدُّنْيَا، وَعِنْدَ اللَّهِ فِي الْآخِرَةِ.
Wahai Ali, ketika banyak manusia yang mendekat kepada Allah melalui amal-amal kebaikan, maka mendekatlah kepadanya dengan berbagai macam kecerdasan akal, niscaya engkau akan melebihi derajat mereka didunia maupun diakhirat.
Dikisahkan bahwa dulu semasa Al habib Ahmad bin Hasan Al Attas (penyusun kitab tadzkirun nas) nyantri kepada Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dimakkah mukarramah, beliau diperintahkan oleh gurunya itu untuk meninggalkan seluruh wirid yang biasanya beliau amalkan sebelumnya, dengan dalih bahwa tugas seorang santri adalah belajar, bukan wiridan.
Akhirnya beliau tinggalkan semua amalan dzikir, termasuk membaca ratibul at thos yang sebelumnya Istiqomah beliau baca. Namun pada suatu malam, beliau bermimpi ditemui penyusun ratibul Al at thos, yaitu Al habib Umar bin Abdurrahman Al Athos yang tak lain kakek beliau sendiri, dalam mimpi itu Al habib Umar berkata, wahai cucuku, "jangan engkau tinggalkan semua dzikir, minimal bacalah ratibul Al Athos".
Maka, _wadlifah_ utama seorang santri itu ngaji, belajar, musyawarah, hafalan.
Wiridan sitik² wae.! 😊🤭
#mencoba hadir kembali, setelah beberapa tahun off. Hehe