Bismillaahirrahmaanirrahiim, sebagaimana yang dijelaskan banyak kitab bahwa setiap kebaikan yang tidak dimulai dengan bismillah maka cacat barokah. Dalam kesempatan kali ini Al-Faqir bukan sedang menggurui para pembaca, hanya saja kerinduan yang bertepatan dengan tema mading kali ini seraya mengajak kita semua untuk mundur ke belakang, mengingat Sang Murobbi.
Figur Syaikhina adalah teladan terbaik bagi kita yang menyaksikan dan sebagai muridnya. Dalam karyanya, Hasyiyah Fathul Qorib (Tausyih), Syaikh Nawawi al-Bantani berkata:
إِذَا جَمَعَ الْعَالِمُ ثَلَاثًا تَمَّتْ النِّعْمَةُ عَلَى اْلمُتَعَلِّمِ وَهِيَ: الصَّبْرُ وَ التَّوَاضُعُ وَ حُسْنُ اْلخُلُقِ
“Apabila tiga kriteria berikut ini terkumpul dalam diri seorang pengajar, maka sempurnalah kenikmatan seorang santri. Yaitu: sabar, tawaddlu’, dan baiknya budi pekerti.”
Alhamdulillah. Dalam hidup ini, termasuk kenikmatan terbesar saya adalah bisa ngaji bertatap muka dengan Syaikhina. Setidaknya ada dua hal yang menjadi bukti kenikmatan itu:
A. Beliau Sangat Memperhatikan Tempat Ibadah.
Sebagaimana wasiat Sunan Gunung Jati: “Ingsun titip tajug lan fakir miskin (Saya titip tempat sholat -masjid atau musholla- dan fakir miskin).” Beliau, Syaikhina, yang merupakan keturunan dari Sunan Gunung Jati sangat memegang erat apa yang diwasiatkan oleh Sunan Gunung Jati. Kontribusinya selain dalam mendidik umat Nabi Muhammad saw, beliau sangat memerhatikan masjid. Dawuh Syaikhina Idror Maimoen: “Mbah Maimoen itu orang yang paling mengerti agama. Beliau sangat perhatian dalam syiar Islam. Masjid contohnya. Pokoknya setiap masjid yang menaranya terdapat tiga pondasi, pasti itu masjidnya Mbah Moen.”
Tak hanya membangun masjid, beliau juga biasanya membangun madrasah dekat dengan masjid. Hikmahnya agar anak-anak yang belajar juga bisa beribadah di masjid (tidak meninggalkan masjid). Makanya tak heran jika Masyayikh kita begitu totalitas dengan masjid. Saya sering meneliti papan infaq sumbangan di masjid-masjid sekitar Sarang. Masyayikh kita pasti termasuk donatur dengan jumlah sumbangan terbanyak.
Bukti Syaikhina mencintai masjid adalah Allah menggerakkan hati muhibbin yang mengabadikan nama Syaikhina menjadi nama masjid di Temanggung, Jawa Tengah, yaitu Masjid KH. Maimoen Zubair. Saya sangat yakin itu.
B. Menyayangi Fakir Miskin
“Yang perlu dicatat adalah: Mbah Maimoen adalah orang yang sakho’, yaitu loman tidak bakhil. Sosok Mbah Maimoen sangat akrab dengan masyarakat bawah, masyarakat yang faqir. Saya sering diajak nyambangi orang-orang kampung yang melarat-melarat. Dan seingat saya, pasti beliau meninggalkan uang kepada orang yang disambangi.” (Kyai Imam Yahya Mahrus)
Syaikhina pernah bertausiah:
“Barang siapa yang berbelas kasih kepada penduduk bumi, maka penduduk langit akan menyayangi dia.”
Dawuh beliau sangat selaras dengan sabda Nabi saw:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صَلى الله عَليه وسَلم: إِنَّ اللهَ تبارك وتعالى إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ عليه السلام : إِنَّ اللهَ قَدْ أَحَبَّ فُلانًا فَأَحِبَّهُ، فَيُحِبُّهُ ثُمَّ يُنَادِيْ جِبْرِيلُ فِيْ السَّمَاءِ: إِنَّ الله قَدْ أَحَبَّ فُلانًا فَأَحِبُّوهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، وَيُوضَعُ لهُ القَبُوْلُ فِي أَهْلِ الأَرْضِ. ( أبي جمرة ص 213 رقم حديث 292 )
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: “Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah swt. ketika mencintai seorang hamba, Allah menyeru Jibril as.: Sungguh Allah benar-benar mencintai seseorang, maka cintailah ia. Jibril pun mencintainya, kemudian menyeru di alam langit: Sungguh Allah benar-benar mencintai seseorang, maka kalian cintailah ia. Penduduk langit pun mencintainya. Dan seseorang tersebut pun diterima oleh penduduk bumi.”(Abi Jamroh: hal. 213 hadits no. 292)
Soleh itu ada dua, soleh ritual dan soleh sosial. Soleh ritual itu seperti sholat, wirid, dan lain-lain. Sedangkan soleh sosial itu seperti kerja bakti, gotong royong, dan menciptakan keamanan lingkungan, termasuknya yaitu mengurangi beban fakir miskin. Seorang ulama sejati adalah ia yang memiliki sifat welas asih kepada sesama.
Kedermawanan Syaikhina sangat luar biasa, baik yang sunnah maupun yang wajib. Beliau banyak mengeluarkan hartanya untuk bersedekah yang wajib seperti zakat fitrah ataupun mal. Kalau mal, beras yang beliau keluarkan bisa berton-ton sesuai dengan nisabnya untuk dibagikan kepada fakir miskin yang berhak menerimanya. Itu yang wajib. Kalau yang sunnah tak terhitung lagi karena saking banyaknya yang beliau keluarkan. Bahkan beliau setiap tahun menyelenggarakan khitanan masal yang diperuntukkan masyarakat kurang mampu di sekitar Sarang. Biasanya acara ini bersamaan dengan Harlah PP Al-Anwar. Terkadang beliau juga mengajak salah satu santrinya untuk mengunjungi warga sekitar yang kurang mampu. Setiap berkunjung, beliau pasti menyisihkan hartanya untuk meringankan beban mereka sebagai warga yang kurang mampu.
Menurut saya, inilah mengapa Allah sangat menyayangi Syaikhina, karena beliau sangat sayang kepada sesama, dan pada akhirnya Allah menjadikan beliau diterima oleh penduduk langit dan bumi. Tak heran jika orang yang mencintai Syaikhina tak hanya dari satu golongan. Mulai dari rakyat biasa, para pejabat dari partai apapun, hatta (bahkan) saya punya teman penganut aliran Wahabi sangat ngefans dengan Syaikhina.
Kenapa Harus Soleh Sosial?
Dengan maraknya soleh ritual yang dibuat cacat dengan menutup mata dari melihat keadaan orang sekitar, matinya kepekaan terhadap lingkungan, menjadikan seorang muslim pasif. Haliyah Syaikhina mengingatkan kita kepada banyaknaya sabda Nabi Muhammad SAW diantaranya:
"إِنَّمَا مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَالْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ شَيْئًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى"
(مسند الشهاب القضاعي :2/ 283)
Artinya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai dan menyayangi itu hanya sebatas seperti satu raga. Ketika satu anggota mengadu tentang satu hal, maka anggota lainnya saling mengaku akan ‘sahar’ (keadaan tidak tidur semalaman) dan sakit demam.” (Musnad Syihab al-Qodlo’i: juz 2 hal. 283)
"لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ".
Artinya: “Tidaklah beriman salah seorang dari kalian, sampai ia menyukai hal-hal yang dirasakan saudaranya. Andai ia merasakannya, ia pun akan menyukai hal-hal itu.”
"الْمُسْلِمُ لِلْمُسْلِمِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا".
Artinya: “Seorang muslim bagi muslim lainnya ibarat suatu bangunan. Saling menuatkan satu sama lain.”
Inilah karakter mukmin yang sejati, pribadi yang teguh dan penyayang. Dalam kitab Risalatul Muawanah, Sayyid Abdullah ibnu Alawi Al-Haddad mengajarkan:
"وعليك بالرحمة لعباد الله والشفقة على خلق الله"
“Wajib bagimu untuk berlaku welas asih dan lemah lembut kepada hamba Allah.”
Dan sabda Nabi Muhammad SAW:
"إنما يرحم الله من عباده الرحماء ومن لا يرحم لا يرحم"
“Allah hanya menyayangi hamba-hambanya yang penyayang. Dan barang siapa yang tidak penyayang maka tidak akan disayang (oleh Allah).”
"وعليك بجبر قلوب المنكسرين وملاطفة الضعفاء والمساكين ومواساة المقلين والتيسيرعلى المعسرين وإقراض المستقرضين"
“Wajib bagimu untuk menambal hati orang-orang yang remuk hatinya, lemah lembut terhadap orang-orang lemah dan orang-orang miskin, hgjgjhgjhg, memudahkan orang-orang yang kesulitan, dan menghutangi orang-orang yang membutuhkan hutang.”
Kesimpulan
Pada akhirnya, mengkaji hal tentang beliau tidak akan ada habisnya. Beliau sebagai teladan bagi kita semua, inspirasi, dan penyemangat kita untuk melanjutkan ruh-ruh kebaikan yang beliau wariskan kepada kita. Kesimpulan dari tulisan Al-Faqir di atas adalah bahwa sosok Mbah Moen selain sebagai inspirasi kita dalam bidang ilmu, beliau juga menjadi inspirasi kita untuk tidak berhenti di ilmu saja. Haliyah beliau yang soleh dalam ritual maupun sosial membuat kita harusnya lebih lebar lagi membuka mata dan menata hati. Beliau yang begitu perhatian terhadap tempat ibadah juga sangat menyayangi sesama. Syiarnya tak berhenti di majelis ilmu. Beliau juga aktif dan sangat peduli dengan masyarakat. Beliau benar-benar menjunjung tinggi akhlak Nabi Muhammad saw.
Beliau pernah berkata:
“Santri itu harus punya ilmu batin dan ilmu dzohir. Ilmu batin untuk diri sendiri, ilmu dzohir untuk digunakan bersosialisasi.”
Beliau tidak berhenti di soleh ritual yang mementingkan diri sendiri kemudian acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar. Beliau sebagai inspirasi bagi kita untuk peduli lingkungan dan menyayangi sesama, terutama kepada fakir miskin.
Alhamdulillah. Sudah.
