Bismillahirrohmaanirrohiim

Ketika Kiai Menjadi Makmum

Oleh Yusuf Suharto 

Suatu masjid di sebuah perumahan doreng, antara Denanyar dan Tambakberas biasa digunakan jumatan. Jadwal khatib dan Imam Jumat terjadwal dengan rapi.

Suatu saat, seorang ustadz pimpinan Madrasah Aliyah yang terjadwal sebagai khatib sekaligus imam, berhalangan. Ia pun meminta tolong Ustadz Fulan, untuk menjadi pengganti.

Pada Jumat yg termaksud, Pak Ustadz Fulan pun datang ke masjid. Ia terkejut, karena di shaf pertama, telah duduk Kiai Jamaluddin Ahmad dari Pesantren Tambakberas, sosok kiai ahli tasawuf yang biasa mengajikan kitab Al-Hikam di masyarakat.

Pak Ustadz Fulan kemudian membatin, jangan-jangan temannya yang berhalangan itu salah jadwal, karena di hari Jumat yang dimaksud telah rawuh seorang kiai sepuh yang alim dan terkenal. Bermakna, saat ini jadwalnya Abah Kiai Jamal. 

Tak berselang lama, Bilal bertugas berdiri dengan memegang tongkat, dan menyeru, "Ma'asyiral Muslimin.... Anshitu wasma'u wa athi'u rahimakumullah."

Pak Ustadz Fulan heran, walau Bilal sudah selesai mengucap ashitu, hingga ketiga kali, tetapi Abah Yai tetap duduk dengan tenang. Bukankah sekarang adalah jadwal beliau? Tidak mungkin sama sekali, Abah Yai rawuh di masjid, di luar kawasan masjid beliau, dan tidak sedang bertugas khutbah dan mengimami. 

Akhirnya, bilal memberi aba-aba kepada Pak Ustadz Fulan, agar lekas maju menerima tongkat.

Karena ragu dan sungkan, Pak Ustadz Fulan tetap mempersilahkan Abah Yai untuk berkenan khotbah.

Abah Yai dengan tenang dawuh,"Monggo, sekarang jadwalnya Sampean."

Akhirnya dengan grogi pak ustadz Fulan menerima tongkat kemudian naik ke mimbar dan berkhotbah, menyampaikan wasiat ketakwaan kepada Abah Yai dan jamaah. Sungguh hatinya masygul, bagaimana bisa ia berdiri wasiat ketakwaan kepada Abah Yai, seorang ahli fikih dan tasawuf. 

Setelah khotbah pertama dan kedua selesai, Pak Ustadz Fulan kembali memohon kepada Abah Kiai Jamal agar berkenan mengimami shalat Jumat.

Abah Yai dawuh, "Monggo, sak paket (khatib dan Imam)."

Akhirnya, Pak Ustadz Fulan pun mengimami.

Demikianlah, Abah Kiai Jamaluddin Ahmad, tiap Jumat Kliwon menyediakan diri untuk mendengarkan khotbah dan menjadi makmum. Masyarakat sekitar telah faham, kebiasaan demikian ini, cerminan seorang kiai yang tidak hanya siap menjadi imam, dan menyampaikan ajaran keagamaan, tetapi juga siap mendengarkan dan menjadi makmum. Teladan mulia.
Al-Fatihah.


.

PALING DIMINATI

Back To Top