Bismillahirrohmaanirrohiim

Kalam Nafsi dan Kalam Lafdzi Allah

Al-Imam al-Sanusi dalam Umm al-Barahin menjelaskan posisi Asyairah terkait masalah Kalam Allah. Sudah maklum bahwa dalam pandangan Asyairah bahwa Kalam Allah yang Qadim itu adalah Kalam Nafsi sebagai suatu makna yang maujud (qaim) pada Allah, oleh karena itu ia dikategorikan sebagai sifat nafsiyyah. Adapun Kalam Lafzhi sebagaimana yang termaktub dalam kitab-kitab samawi adalah hadith (baharu) yang diadakan oleh Allah sebagai satu penunjuk (dal) atas apa yang ditunjuk (madlul) berupa Kalam Nafsi. 


Asyairah sebenarnya mencoba berada di posisi tengah antara klaim bahwa huruf dan suara adalah Kalam Allah dan klaim bahwa Kalam Allah adalah makna saja sedangkan redaksi adalah Kalam Jibril atau Nabi. Mereka mengklaim bahwa Kalam Allah yang qadim dan azali itu adalah Kalam Nafsi, sedangkan tatkala ia maujud menjadi satu ekspresi verbal dan skriptural statusnya menjadi hadith (baharu). Tapi bukan bermakna bahwa ekspresi verbal itu dari Jibril atau Nabi sendiri, melainkan tetap dari Allah melalui jalan "ta'lim".

Oleh karena itu, nisbat pemilik Kalam tetap kepada Allah, sebab baik makna maupun penentuan kata adalah dari Allah. Dengan kata lain makna semantik bersamaan kelekatannya (musyarakah) dengan simbol linguistik itu semua ditentukan oleh Allah. Jibril maupun Nabi tidak ada andil sama sekali dalam penentuan ekspresi atau ungkapan atas Kalam Allah. Hal ini demi untuk menjaga kesucian Kalam Allah dari unsur-unsur hawadith (baharu) dan tetap menjadi mukjizat bagi Nabi di hadapan umatnya. 

Shadiq Sandimula


.

PALING DIMINATI

Back To Top