Bismillahirrohmaanirrohiim

TAREKAT "TIDAK MANGKUS"


Tadi pagi seorang yang saya akui sebagai ulama datang ke rumah saya. Kami saling berdiskusi tentang keadaan sosial keagamaan di kampung saya. Sampailah pembicaraan tentang tarekat dan pengaruhnya dalam kehidupan. Muncul pertanyaan mengapa tarekat-tarekat kita tidak begitu nampak atsar (pengaruhnya) dalam kehidupan sehari-hari? Atau dalam bahasa di kampung "tidak mangkus/mangkuih". 

Maka saya jawab dengan analisa-analisa dan argumentasi, diantara penyebabnya ialah karena ada kecenderung tarekat-tarekat ini sudah bercampur-campur, antara mu'tabarah dengan yang ghairu mu'tabarah, antara kajian memperbaiki akhlak dengan ilmu hikmah atau kebatinan, sehingga tidak murni. Ini saya dapati pada sebagai penganut tarekat yang saya amati. Misalnya Tarekat Naqsyabandiyah, cukup sulit hari ini mencari murni kaifiyah/ajaran yang diturunkan dari syekh -syekh mu'tabar, sebabnya sudah dicampur-campur dengan ajaran/tarekat lain. Ini fenomena yang saya saksikan.

Salah satu bukti bahwa sebuat tarekat itu betul jalannya ialah seorang pengamal tarekat semakin kokoh mengamalkan syari'at, semakin banyak ibadahnya, dan semakin rajin ia mendalami ilmu agama. Ini yang saya dapatkan dari guru yang tua-tua, begitu juga yang tertulis pada ijazah-ijazah irsyad. Namun fenomena yang ada ada sementara yang nampak kebalikannya, menyatakan keakuan diri yang paling tinggi ma'rifat dan wushul, malas membaca bab wudhu', semakin sedikit ibadah. Katanya, ilmunya sudah tinggi, sedangkan orang lain tidak sampai kajinya. Bukankah ini bentuk lain dari ujub ke diri?

Akibat atsar tarekat tidak nampak ialah tidak kelihatan perbaikan di tengah masyarakat. Tidak kelihatan usaha amar ma'ruf nahi mungkar. Yang pergi acara zikir-zikir banyak, namun tidak nampu merubah kerusakan/kebobrokan akhlak anak-anak muda yang semakin memprihatinkan; surau-surau kosong, orang-orang tidak tertarik dengan nahwu, sharaf, balaghah, ushul, pekah, dan tauhid karena dianggap kaji rendah dan lain-lainnya keadaan.

Jangan sampai kita seperti yang disebut alm. Buya Sya'rani Khalil Dt. Majoreno "Datuak Oyah Batuhampar": "Seperti ular yang tinggal kerabangnya saja. Dari jauh orang terkejut, ada ular, dilihat dari dekat tinggal kerabangnya saja. Sedang isinya sudah pergi." Semoga ini tidak terjadi.

Maka mari kita murnikan tarekat kita sesuai petunjuk guru-guru mu'tamad. Mana yang mu'tabarah kita tetapkan, yang ghairu mu'tabarah kita nyatakan adanya.

Begitu diskusi kami.

Kaki Gunung Sago, 1 Januari 2025
Apria Putra "Angku Mudo Khalis"
Khadim Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Tarekat Sammaniyah Khalwatiyah
Kabid Tarekat/Tasawuf PERTI Limapuluh Kota


.

PALING DIMINATI

Back To Top