Oleh Gus Faiz Abiyoso
Majlis Ngaji Bareng Ahad Pagi adalah salah satu jariyah bapak yang hingga hari ini masih istiqamah berjalan. Tepatnya pada tahun 2004, Bapak bersama dengan para jama'ah memulai majlis ini dengan hanya diikuti oleh segelintir orang. Beberapa tahun kemudian, majlis ini lambat laun mulai berkembang ditandai dengan bertambahnya jumlah jamaah. Bahkan, saat belum banyak platform media sosial, majlis ini mampu menjangkau berbagai wilayah di Bantul dan menjadi magnet yang menarik banyak orang untuk datang. Ya.. Salah satu anugrah Allah yang diberikan kepada bapak adalah penyampaian materi yang mudah diterima. Bayangkan saja, mereka jauh-jauh datang setiap Ahad pagi, sejam lebih tanpa snack, tidak ada mujahadah, tidak ada majlis salawat dan hanya membaca kitab para ulama yang mengandung pembahasan rumit berbahasa Arab pula. Maka kalau para jamaah berkenan datang, tidak lain karena Bapak diberi pertolongan oleh Allah untuk menyederhanakan kerumitan itu sehingga terasa mudah untuk diterima. Masih jelas tergambar dalm benak saya betapa ramainya majlis yang diadakan di Bakulan ini. Tak kurang dari 600 orang setiap Ahad pagi berduyun-duyun datang untuk mendengar isi ceramah yang disampaikan bapak. Di antara mereka ada yang antusias mendengarkan sambil menuangkannya dalam catatan, ada yang hanya bermodal telinga saja untuk mendengarkan. Bahkan ada yang hanya ikut saat pembukaan saja lalu selebihnya tekalahkan oleh tidur yang melelapkan. Tetapi yang jelas dan tidak dapat dipungkiri bahwa dalam wajah mereka tergambar semangat untuk hadir di majlis ilmu. Hingga di kemudian hari, perlahan tapi pasti, jamaah terus berkurang dan berkurang. Tepatnya sekitar tahun 2009an, penampakan penurunan jumlah itu sangat terlihat dan terasa sekali. Saat itu, saya langsung menduga, bahwa penurunan jumlah itu tidak lain karena materi bapak yang seringkali disalahartikan oleh beberapa orang. Saat itu, bapak berpandangan bahwa umat islam ini akan mengalami kemunduran kalau mereka enggan mempelajari ajaran-ajaran islam. Pandangan ini lahir bukan tanpa alasan. Pada saat itu, masyarakat memang sedang gandrung-gandrungnya dengan majlis mujahadah dan lupa akan pentingnya ngaji. Banyak di antara mereka yang menomorsatukan mujahadah lalu menomorsekiankan ngaji. Bahkan mereka lebih memilih meliburkan ngaji untuk sekedar hadir di majlis mujahadah. Parahnya lagi, di antara mereka ada yang pensiun ngaji lalu berpindah kesibukan menjadi ahli mujahadah. Tentu menurut bapak hal ini sangat berbahaya untuk umat islam. Islam itu dibangun di atas ilmu, maka sudah seharusnya ngaji menjadi prioritas utama dengan tetap dibarengi riyadhah bathiniyyah (mujahadah). Bagi bapak, sebuah kesalahan besar kalau ada orang yang meninggalkan ngaji secara total lalu berpindah kepada mujahadah. Kurang lebih begitulah pandangan bapak yang kemudian beliau ungkapkan di majlis-majlis ngaji asuhan bapak dengan bahasa yang oleh beberapa orang tidak dapat terima, terutama mereka yang mengurus majlis mujahadah, atau imam di suatu majlis mujahadah. Padahal menurut saya, apa yang disampaikan bapak, bagi orang yang berpikir jernih adalah sebuah kebenaran. Hanya saja, bagi orang yang tertutup oleh kepentingan jelas akan sulit diterima. Maka tidak perlu waktu lama, narasi negatif tentang bapak kemudian menyebar luas, fitnah tidak terbendung.Bapak yang gemar mujahahadah (sendirian atau tidak di majlis mujahadah) dicap sebagai kyai anti mujahadah. Pesantren yang beliau dirikan, yang setiap malam jumat wajib mujahadah pun tidak lepas dari fitnah sebagai pesantren anti mujahadah. Masyhurlah bapak dengan label negatif itu. Mereka para imam mujahadah pun tidak diam dengan materi-materi yang disampaikan oleh bapak. Bahkan di antara mereka (para imam mujahadah dengan jamaah ribuan) ada yang menyerang balik bapak dengan mengatakan "bencok kok ngeyok-ngeyok uwit" (katak kecil kok berani-beraninya menggoyang pohon). Satu persatu jamaah mulai termakan oleh narasi-narasi negatif dan berujung meninggalkan bapak. Bahkan daerah yang dahulunya setiap event selalu mengundang bapak untuk mengisi pengajian, tiba-tiba mendadak tidak mengundang bapak lagi. Beberapa rutinan yang diasuh oleh bapak disuntik mati oleh orang-orang yang tidak cocok dengan materi bapak
-
Bapak adalah orang yang teguh dalam pendiriannya, terutama dalam memperjuangkan majlis ngaji. Rintangan yang dihadapi bapak tidak lantas membuat bapak berhenti, bahkan bapak semakin hari semakin istiqamah. Tidak perduli sedikit atau tidaknya jamaah, bapak pasti tetap mengaji. Ngaji... Ngaji... Ngaji... Jalan hidupku adalah ngaji. Tegas bapak kepada jamaah dalam sela-sela kajiannya.
-
Terhitung sejak tanggal 9 Maret 2025/9 Ramadhan 1446 oleh jamaah yang jumlahnya kurang lebih 60 orang, saya diberi amanah untuk meneruskan jariyah bapak. Alhamdulillah.. pertama kali saya datang, tiga minggu lalu, saya langsung merasakan energi begitu besar dari semangatnya jamaah untuk mengaji. Mereka bapak-bapak, ibu-ibu, tua, muda, duduk di hadapan saya dengan penuh perhatian mendengarkan saya. Sungguh tidak pernah saya merasakan semangat yang luar biasa dari jamaah sebagaimana yang saya rasakan di majlis Ngaji Ahad Pagi. Semangat mereka pastilah tidak berdiri sendiri, ada nasihat-nasihat bapak yang tertanam dalam hari mereka, ada keutamaan ngaji yang tidak pernah lepas dari mukaddimah ceramah bapak yang selalu mendorong mereka.
-
Akhiran, saya hanya bisa memanjatkan doa. Semoga hamba yang kecil ini, hamba yang penuh hina ini diberi kekuatan dan pertolongan untuk mengemban amanah.
La Haula Wa La Quwwata Illa Billah...
Semoga hati ini selalu dianugrahi keikhlasan dalam mengabdi. Aaamiin..
Maturnuwun, Pak, atas teladannya...
Lahu Al Fatihah
23 Ramadhan 1446
-
Monggo yang ingin hadir, bisa hadir pada AHAD PAGI :
- Pertemuan terakhir bulan Ramadhan, yakni pukul 06.00 WIB tanggal 30 Maret 2025/30 Ramadhan 1446.
- Pertemuan setelah lebaran, yakni pukul 07.00 WIB 13 April 2025/12 Syawal 1446
Lokasi Pengajian : https://g.co/kgs/CfFdygK
