Oleh Abdul Wahab Ahmad
Saya sering membahas cacat nalar para ateis, tapi jarang menyebutkan nama mereka secara khusus sebab ucapan mereka terlalu remeh untuk dibahas secara khusus. Tapi beberapa teman sering menyebutkan nama Ryu Hasan untuk ditanggapi sebab menurut mereka argumennya bagus. Okelah, kali ini saya bahas nalar orang ini sebagai contoh, kebetulan ada pembaca yang mengirm salah satu videonya di kolom komentar. Kita simak bagaimana bangunan logikanya dalam video terlampir yang saya ringkas sebagai berikut:
//
Dia mempersilahkan percaya pada Tuhan Maha Pencipta dan Maha bisa melakukan apa pun, tapi akhirnya orang yang percaya Tuhan akan mempercayai juga narasi yang bertentangan yang menunjukkan bahwa dia tidak percaya-percaya amat. Contohnya adalah:
- Orang tidak akan percaya bila dikatakan bahwa Arloji buatan Tuhan
- Orang tidak akan percaya bila dikatakan bahwa sepeda motor Honda buatan Tuhan
- Orang yang masuk ke gua di dalam hutan lalu menemukan kursi tidak akan percaya bila dikatakan bahwa kursi itu buatan Tuhan, tapi dia akan meyakini bahwa itu buatan manusia sebab Tuhan tidak akan bisa membuat kursi.
- Orang yang percaya keberadaan Tuyul tidak akan percaya bahwa yang mencuri di tokonya adalah Tuyul.
Pada akhirnya Ryu Hasan menyimpulkan bahwa otak manusia tidak dirancang untuk membedakan benar dan salah, tapi bagaimana cara otak kita membuat kita nyaman karena kenyamanan akan memperbesar kemungkinan untuk hidup lebih lama.
//
Oke kita bahas gagal logikanya yang sebenarnya sangat kentara:
Pertama,
Ryu Hasan ini gagal memahami bahwa mempercayai sesuatu ada tidak berarti mengharuskan mempercayai bahwa sesuatu yang ada itu melakukan aksi tertentu. Ini logika dasar yang seharusnya dipahami semua orang tapi sayangnya Ryu ini tidak memahaminya. Contohnya begini:
- Ketika anda tahu bahwa tetangga anda yang tukang bangunan betul-betul ada, maka bukan berarti ketika ada bangunan di suatu kota lantas anda harus percaya bahwa itu dibangun oleh tetangga anda. Ketika misalnya ada orang asing dari luar pulau yang berkata bahwa rumahnya dibangun oleh tetangga anda, anda tidak harus mempercayainya hanya karena tetangga anda seorang tukang bangunan, bahkan anda bisa langsung berkata bahwa orang asing itu berbohong bila anda tahu bahwa tetangga anda tidak pernah pergi keluar pulau. Ketidak percayaan anda pada klaim orang asing itu berasal dari logika waras, bukan karena anda tidak konsisten dengan pengetahuan anda bahwa tetangga anda seorang tukang. Mempercayai dia tukang bukan berarti harus mempercayai bahwa dia yang membangun rumah orang asing.
- Ketika seseorang percaya bahwa tuyul itu ada, tidak lantas dia harus meyakini bahwa kehilangan di tokonya karena ulah tuyul, apalagi bila ada jejak kakinya dan jejak pembobolan kunci. Ini logika waras, bukan sebuah kontradiksi sebab memang tidak ada bukti bahwa pelakunya adalah tuyul, apalagi memang ada bukti kuat bahwa pelakunya manusia. Bila ada orang yang bilang bahwa itu menjadi bukti bahwa dia tidak percaya Tuyul, maka orang itu tidak memahami bahwa itu bukan hal yang kontradiktif secara logika.
Demikian juga orang yang mempercayai keberadaan Tuhan dan mempercayai bahwa Tuhan Maha Hebat dan Maha Mampu melakukan segala hal, tidak berarti bahwa dia harus percaya bahwa motor honda dirakit oleh Tuhan langsung, bahwa Tuhan memahat kursi di tengah hutan, bahwa Tuhan merakit arlogi sendiri dan bukan manusia yang melakukannya. Sudah jelas logika manusia akan sampai pada kesimpulan bahwa barang itu semua dibuat oleh manusia sebab di planet ini hanya manusia makhluk yang mampu mengerjakan itu. Justru aneh dan tidak logis ketika Ryu menjadikan hal ini sebagai isu untuk merendahkan orang yang percaya Tuhan dan menyebut mereka kontradiktif sebab jelas-helas secara logika tidak ada kontradiksi di sini. Harusnya ini mudah dipahami.
Kita, orang beriman, tahu betul bagaimana biasanya ciri rancangan Tuhan dan bagaimana ciri rancangan manusia dan berdasarkan itu kita memutuskan suatu benda merupakan rancangan siapa. Ketika kita mengatakan bahwa motor honda atau sebuah kursi merk x adalah rakitan manusia, bukan berarti kita menafikan kemampuan Tuhan untuk membuat motor dengan merek honda atau kursi dengan merk x, hanya saja kita berpegang pada hukum adiy (kebiasaan Tuhan yang konsisten) bahwa Tuhan tidak akan membuat hal itu. Orang beriman tahu betul bahwa Tuhan hanya melakukan hal di luar kebiasaan sebagai bukti mukjizat para Nabi atau karamah kekasihnya, bukan untuk hal remeh semacam itu. Lalu dari mana bisa Ryu Hasan menyimpulkan bahwa ketika mengatakan motor Honda ciptaan manusia artinya tidak yakin-yakin amat pada Tuhan? Jawabannya, dari kegagalan nalar yang akut.
Kedua,
Ryu Hasan dan orang tuna nalar sejenisnya tidak paham apa yang dimaksud dengan istilah "Semua hal adalah ciptaan Tuhan". Istilah "makhluk" yang berarti "ciptaan Tuhan" yang digunakan dalam istilah orang beriman bukanlah dalam arti bahwa Tuhan lantas secara langsung menjahit baju, memahat kayu, meneliti di laboratorium, mengolah logam, menekan tombol alat produksi di pabrik dan seterusnya. Tidak ada orang beriman yang meyakini demikian, tapi anehnya dituduh demikian oleh para ateis yang hidup dalam imajinasinya sendiri tentang Tuhan dan tentang orang beriman sehingga mereka berenang bahagia dalam strawman fallacy.
Maksud kalimat "semua adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa", "Tuhan Maha Pencipta" atau "Tuhan menciptakan segalanya" adalah bahwa semua hal yang kontingen (contingent/huduts) pastilah secara rasional diciptakan oleh wajibul wujud (entitas niscaya). Semoga istilah filosofis ini tidak terlalu rumit bagi orang ateis yang membuang logika. Secara mudahnya, semua hal yang punya awal mula pastilah wujudnya dimulai oleh entitas di luar dirinya sendiri, dan pendek cerita yang memulai semua wujud pastilah Tuhan yang Esa yang Dia tidak mungkin kontingen agar tidak terjadi regresi tak terbatas (tasalsul).
Semua perubahan dan efek di semesta merupakan kontingensi, ini berarti hukum fisika yang juga merupakan kontingensi menunjukkan bahwa hukum alam yang berlaku di semesta ini pasti dirancang oleh Tuhan yang Esa dan tidak kontingen itu tadi, tidak mungkin ada dengan sendirinya. Artinya, ketika tukang kayu bergerak memotong kayu dengan gergaji kemudian membentuknya menjadi kursi, dia telah menggunakan rangkaian hukum fisika yang kontingen itu tadi dalam syaraf ototnya yang bergerak, dalam gaya dorong pada gergajinya, dalam terpotongnya kayu tersebut dan seterusnya, sedangkan hukum fisika itu secara rasional pastilah diciptakan oleh Tuhan yang Esa yang memberlakukannya sedemikian rupa secara konsisten. Agar tidak panjang, orang beriman berkata bahwa pada hakikatnya semuanya adalah ciptaan Tuhan. Semoga bahasa filosofis yang saya sederhanakan ini dipahami oleh orang yang membuang jauh nalar sehat. Kalau tidak paham, silakan baca tulisan saya yang lebih panjang tentang tema ini yang bisa anda cari di Facebook, NU Online atau google.
Ketiga,
pernyatan Ryu Hasan bahwa otak manusia tidak dirancang untuk membedakan antara benar dan salah adalah bukti bahwa dia ini tidak berakal. Cukup aneh seorang dokter mengatakan hal demikian dan semoga saja dia tidak salah dalam praktek dokternya. Kalau dia benar-benar tidak tahu apa yang benar dan salah, maka seharusnya dia tidak diberi izin praktek. Okelah kalau dia sendiri tidak tahu apa yang benar dan salah, tapi dia tidak bisa menggeneralisir cacat nalarnya pada semua orang sebab di luar sana banyak orang yang masih normal.
Lalu apakah bertuhan merupakan bentuk pencarian kenyamanan? Kesimpulan Ryu ini sebenarnya ocehan Sigmund Freud yang menganggap Tuhan sebagai fantasi dan ilusi yang diciptakan manusia untuk melarikan diri dari kenyataan. Sigmund Freud tidak paham tentang kontingensi dan keniscayaan dalam logika formal sehingga seperti para penganut materialisme pada umumnya, ia tetiba jumping to conclusion dan ber-strawman fallacy ria tentang agama. Para materialis hanya percaya wujud materi semata karena ini yang dapat diobservasi secara empiris dan membuang nalar kritis yang menyimpulkan pasti ada wujud di luar materi yang tidak dapat diobservasi.
Kalau mau bicara tentang kenyamanan, justru yang mencari kenyamanan adalah para ateis seperti Freud dan orang semacam Ryu Hasan ini. Hidup bertuhan itu berat loh, meyakini ada surga dan neraka itu bisa bikin tertekan sehingga orang yang mentalnya tidak kuat malah lari dari agama dan memilih santai dalam ateisme. Enak loh meyakini bahwa Tuhan tidak ada, bahwa kita cuma organisme yang hidup sekali, bahwa kita tidak akan diadili di akhirat sebab apa pun yang kita lakukan. Mau bunuh diri, bebas-bebas saja bagi ateis sebab itu tidak merugikan orang lain dan tidak ada dosanya. Jadi kita tidak heran ketika, menurut Britannica, Freud mati akibat bunuh diri dengan cara minta disuntik morfin kepada kawannya yang bernama Max Schur dengan dosis mematikan sebab dia tidak kuat menahan sakit tumor. Orang beriman tidak akan melakukan jalan pintas itu sebab mereka meyakini bahwa tindakan bunuh diri merupakan dosa yang akibatnya bisa lebih sakit daripada menahan tumor atau sakit apapun di dunia.
Jadi yang sebenarnya lari dari kenyataan dan mencari kenyamanan semu dalam fantasi "dunia kontingen tapi tanpa Tuhan" adalah para ateis. Mereka adalah makhluk bermental lemah yang ingin mencari kebahagiaan dan kenyamanan dalam ilusi kebebasan yang diciptakannya sendiri. Tapi anehnya mereka punya harapan, entah berharap pada siapa coba? Mereka juga percaya pada nilai-nilai kebaikan, tapi kebaikan versi siapa coba dan mengapa pula organisme yang hanya hidup sekali harus berbuat baik? Meski ini tidak logis dan kontradiktif, yang penting mereka merasa nyaman. Lalu orang beriman yang dituduh begitu, hehe.. Memang gagal nalar mereka itu.
Semoga bermanfaat.
