Salah satu keutamaan belajar bahasa arab adalah akan bertambahnya kecerdasaan seseorang, ia akan lebih peka terhadap suatu hal dan pikirannya menjadi terbuka dan tidak terpaku pada sesuatu, hal ini sebagaimana
yang dikatakan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu,
تَعَلَّّمُوْا العَرَبِيَّةَ فَإِنَّهَا تُثَبِّتُ العَقْلَ ، وَتَزِيْدُ فِي المُرُوْءَةِ
“Pelajarilah bahasa arab, karena ia dapat menguatkan akal dan menambah kewibawaan (Imam Baihaqi dalam Syu’aibul Imaan, Maktabah Syamilah).
Lalu apa sebenarnya yang membuat bahasa arab dapat menambah kecerdasan?
Hal ini karena, ketika kita mempelajari bahasa arab ataupun membaca tulisan berbahasa arab, otak kita akan memproses apa yang kita baca dan lihat, ketika dia tidak memahami bahasa arab, maka hal itu tidak ada
gunanya, akan tetapi ketika dia sudah memahami bahasa arab, dia akan lebih fokus berfikir.
Kenapa?? Hal ini karena Bahasa arab berbeda dengan bahasa Indonesia, susunan dalam bahasa Indonesia adalah baku hanya mempunyai satu makna dan mudah dipahami, sedangkan susunan bahasa arab berbeda-beda
serta dapat mempunyai banyak makna, sehingga terkadang kita sulit untuk memahami apa maksud dari kalimat tersebut.
Selain itu, ketika kita membaca kitab berbahasa arab (kitab gundul), kita dituntut untuk menganalisis tiap kata yang ada, kedudukannya, fungsinya, harokatnya, karena ketika salah menganalisis, menjadikan arti yang didapat
menjadi salah, yang akhirnya pemahaman kita menjadi salah pula.
Coba perhatikan contoh berikut:
أعطى محمد كتابا
Dari kalimat di atas, kita harus menganalisis, harokat apakah yang cocok untuk kalimat tersebut dan makna seperti apakah yang diinginkan. Sehingga ketika kita ingin mengatakan
أَعْطَى مُحَمَّدٌ كِتَابًا (Muhammad memberi kitab )
Kita harus menganalisisi, bahwa dari pengucapan di atas, mengindikasikan bahwa, مُحَمَّدٌ berkedudukan sebagai Fa’il (subjek), sedangkan كِتَابًا sebagai objek, karena أَعْطَى diposisikan sebagai fi’il ma’lum.
Namun, benarkah pengucapan seperti itu??
Jika kita menganalisis dengan teliti, maka kita akan tahu bahwa, kata kerja أَعْطَى (memberi) harus mempunyai dua objek (dari artinya sudah jelas membutuhkan dua objek), sedangkan kalimat di atas hanya mempunyai
satu objek, jika أَعْطَى diposisikan sebagai fi’il ma’lum, maka kalimat tersebut tidak mempunyai arti yang dimaksudkan, kepada siapa Muhammad memberi kitab?? Arti menjadi rancu, sehingga pengucapan di atas
kurang tepat.
Lalu bagaimana pengucapan yang benar??
Jawabnya adalah sebagai berikut:
(Muhammad telah diberi kitab) أُعْطِيَ مُحَمَّدٌ كِتَابًا
Kata kerja أعطى harus diposisikan sebagai fi’il majhul, karena ia harus mempunyai dua objek jika diposisikan sebagai fi’il ma’lum, sedangkan kata مُحَمَّدٌ berkedudukan sebagai na’ibul fa’il (pengganti fa’il) dan
كِتَابًا sebagai objek, sehingga arti dari kalimat di atas, “Muhammad diberi kitab”, dan ini yang benar. Mungkin anda akan bertanya, “kan kalimat di atas masih rancu, siapa yang memberi muhammad kitab??”
Jawabnya, di dalam bahasa arab, ketika fi’il ma’lum diubah menjadi majhul, mengindikasikan ada fa’il yang dihapus dan digantikan dengan objeknya (coba liat kembali pembahasan na’ibul fa’il), sehingga, ketika seseorang
mengucapkan hal di atas, orang yang diajak berbicara pasti akan mengetahui maksud perkataannya.
Lebih mudahnya perhatikan kalimat berikut, jika dikatakan:
أَعْطَى مُحَمَّدٌ وَحْيًا (Muhammad memberi wahyu)
Maka ini adalah pengucapan yang salah, namun jika di ucapkan
أُعْطِىَ مُحَمَّدٌ وَحْيًا (Muhammad telah diberi wahyu)
Maka ini adalah pengucapan yang benar, walaupun fa’ilnya tidak disebutkan, kita dapat mengetahui maksud dari pengucap adalah “Muhammad telah diberi wahyu oleh Allah”. Dan ingat, fa’il dan nai’bul fa’il tidak bias
digandengkan dalam satu kalimat.
Begitu pula dalam contoh kalimat,
الْيَوْمُ يَوْمُ الأَحَدِ (Hari ini adalah hari Ahad)
Kita harus menganalisis, apa kedudukan dari tiap kata tersebut, sehingga pemaknaan dan maksud yang diinginkan tersampaikan (coba bagi para pembaca untuk menentukan kedudukan serta arti dari kalimat di atas).
Dengan hal inilah mengapa mempelajari bahasa arab dapat meningkatkan kecerdasan. Materi-materi yang sudah diberikan harus bisa dipahami dan dipraktekkan. Sehingga wajar saja bila para ulama kita, ketika memberi
fatwa, mereka bisa memberikan jawaban yang tepat dan mencakup banyak hal.
Dan perlu diketahui, bahasa arab dapat dijadikan ajang teka-teki bagi para santri untuk mengasah kemampuan dia dalam berbahasa arab dan tentunya dalam berpikir.
Semoga bermanfaat..
Previous
Posting Lebih BaruNext
Posting Lama.
PALING DIMINATI
-
-- Oleh : Ust. Masaji Antoro (Admin) 1. Wiridan wanita hamil رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ [الفرق...
-
Beberapa tahun yang lalu setelah beredar buku MANTAN KIAI NU MENGGUGAT, terdapat sebuah buku baru hasil kajian generasi NU untuk membuongkar...
-
Menurut fatwa seorang Ulama besar : Asy-Syekh Al Hafidz As-Suyuthi menerangkan bahwa mengadakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw, deng...
-
-- Tradisi yang berkembang dikalangan NU, jika ada orang yang meningal, maka akan diadakan acara tahlilan, do’a, dzikir fida dan lain seba...
-
Kumpulan khutbah dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia lengkap bisa anda dowload disini (24 mb) .... atau di sini juga bisa .... Khutbah N...
-
PERTANYAAN : Assalamu'a laikum sedulur... .... mau tanya tentang syarat menjadi khatib (terutama pada shalat jum'at...
-
PERTANYAAN Puasa mutih, Puasa ngrowot,Puasa patigeni, boleh apa tidak?? Apakah tidak termasuk wishol yang dilarang? JAWABAN Setiap ...
-
Hari Selasa, 11 Jumada Al-Tsaniya h 1235 H atau 1820 M. ‘Abd Al-Latif, seorang kiai di Kampung Senenan, desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan...
-
Banyak orang salah mengartikan makna hadits berikut ini, dengan adanya salah penafsiran tersebut mereka mudah meng haramkan atau mensesatkan...
-
Para Saudara kita dari qabilah Ba'alawy masyhur meyakini bahwasanya para Walisongo adalah saheh sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dari...