DEKONSTRUKSI IJMA’ : Membongkar Ortodoksi Fuqaha
Ali Abd Al-Raziq (1888-1966) adalah tokoh liberal Mesir yang namanya melambung tinggi di jagat pemikiran dunia Islam akibat gagasan kontroversialnya tentang sekularisme Islam. Gagasan ini dituangkan dalam buku al-
Islam wa Ushul al-Hukmi (Islam dan Dasar-dasar Pemerintahan). Dengan lantang ia menyatakan bahwa Islam tidak memiliki system politik tertentu yang wajib diikuti oleh umat Islam. Masalah system politik adalah
persoalan duniawi dan agama tidak mencampurinya. Hal ini dikarenakan tidak ada ayat maupun hadits yang menjelaskan system pemerintahan secara spesifik. Akibat gagasan yang kontroversial ini, Ali Abd al-Raziq
dipecat dari al-Azhar University yang pada saat itu dihegemoni oleh ulama konservatif.
Ali Abd al-Raziq lahir di provinsi Minya, Mesir tengah, pada tahun 1888. Masa kecil Ali Abd al-Raziq dilewati dengan mempelajari ilmu-ilmu agama. Pada usia sepuluh tahun, ia masuk al-Azhar dan menghadiri beberapa
kuliah umum yang disampaikan oleh Muhammad Abduh, reformis Mesir. Ali Abd al-Raziq sangat terpengaruh oleh progresivitas dan rasionalitas Muhammad Abduh. Ia mendapat ijazah al-Azhar pada tahun 1911 dan dua
tahun kemudian mendapat kesempatan beasiswa belajar di Oxford, Inggris. Ia mengambil jurusan Ekonomi dan Ilmu Politik.
Karya Ali Abd al-Raziq yang lain adalah al-Ijma’ fi Syariah al-Islamiyah (Konsensus dalam Syariat Islam). Buku ini sejatinya tidak kalah kritis dibandingkan dengan al-Islam wa Ushul al-Hukm. Tetapi, sayangnya, buku ini
kurang mendapatkan apresiasi dari kalangan luas karena belum dipublikasikan secara massif. Al-Ijma’ fi Syariah al-Islamiyah pertama kali diterbitkan pada tahun 1947. Menyadari pentingnya buku ini, Majlis A’la li Tsaqafah
Cairo menerbitkannya kembali pada tahun 2005.
Dalam buku ini, Ali Abd al-Raziq hendak mendekonstruksi rancang-bangun Ijma’ yang terlanjur disakralkan secara berlebihan oleh para ahli hukum Islam sejak abad pertengahan. Mereka berpendapat bahwa mengingkari
Ijma’ dapat menyebabkan kekafiran. Ijma’ seolah-olah telah menjadi berhala fuqaha, sehingga upaya mempersoalkan otoritas Ijma’ dianggap sebagai sebuah penyimpangan dan kesesatan. Ijma’ telah dibekukan dan
dibakukan sedemikian rupa oleh para pakar fikih era skolastik. Konsekuensinya, ia menjadi rigid dan stagnan. Hukum Islam pun, yang pada prinsipnya bersifat dinamis sesuai perkembangan sosio-kultural, akhirnya
bermetamorfosis menjadi gagasan statis yang diabadikan di museum fikih tradisional.
Rigiditas Ijma’ inilah yang dituding oleh Ali Abd al-Raziq sebagai salah satu penyebab matinya inovasi ijtihad dan mengendurnya kreativitas jurisprudensial di pelbagai dimensinya. Rigiditas ini harus dicarikan solusi berupa
pembacaan baru terhadap konsep Ijma’ guna menyegarkan kembali kelayuan fikih. Ali Abd al-Raziq berharap dengan pembaharuan di sektor ini maka fikih akan kembali mampu menyelesaikan isu-isu kontemporer melalui
jawaban-jawaban yang relevan dengan tuntutan zaman.
Langkah yang ditempuh oleh Ali Abd al-Raziq adalah menekankan historisitas Ij’ma’ yang mampu memperlihatkan watak sejati Ijma’ yang pada dasarnya hanyalah religious thought produk manusia. Dengan demikian,
Ijma’ bersifat relatif (nisbi) dan tidak absolut sebagaimana klaim mayoritas pakar metodologi hukum Islam (ushuliyin). Klaim “relativitas Ijma’” bukanlah klaim tanpa dasar, sebab, seperti tertera dalam tumpukan khazanah
Islamic Legal Theory, para pakar ushul fikih terlibat dalam perdebatan tajam menyoal otoritas kehujahan Ijma’.
Penulis juga berusaha menyoal vonis kafir akibat ingkar Ijma’ dan menelaah kembali klaim kontroversial Ahmad ibn Hanbal yang menyatakan “Barang siapa mendaku telah terjadi Ijma’ di kalangan ulama maka dia adalah
tukang bohong”. Selain menyajikan beberapa kontroversi seputar Ijma’, buku ini pun menyuguhkan varian sudut pandang para pakar hukum fikih modern sekelas Syaikh Bik al-Khudhari, Syaikh Abd al-Wahab Khalaf, dan
lain-lain.
Singkatnya, buku ini memiliki nilai sangat krusial bagi para peminat kajian hukum Islam, sebab ia berpotensi mencerahkan paradigma hukum Islam dan membawa spirit pembaharuan.
Agus Irwan Masduqi
Yogyakarta, 25-06-2010
Previous
Posting Lebih BaruNext
Posting Lama.
PALING DIMINATI
-
-- Oleh : Ust. Masaji Antoro (Admin) 1. Wiridan wanita hamil رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ [الفرق...
-
Beberapa tahun yang lalu setelah beredar buku MANTAN KIAI NU MENGGUGAT, terdapat sebuah buku baru hasil kajian generasi NU untuk membuongkar...
-
Menurut fatwa seorang Ulama besar : Asy-Syekh Al Hafidz As-Suyuthi menerangkan bahwa mengadakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw, deng...
-
-- Tradisi yang berkembang dikalangan NU, jika ada orang yang meningal, maka akan diadakan acara tahlilan, do’a, dzikir fida dan lain seba...
-
Kumpulan khutbah dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia lengkap bisa anda dowload disini (24 mb) .... atau di sini juga bisa .... Khutbah N...
-
PERTANYAAN : Assalamu'a laikum sedulur... .... mau tanya tentang syarat menjadi khatib (terutama pada shalat jum'at...
-
PERTANYAAN Puasa mutih, Puasa ngrowot,Puasa patigeni, boleh apa tidak?? Apakah tidak termasuk wishol yang dilarang? JAWABAN Setiap ...
-
Hari Selasa, 11 Jumada Al-Tsaniya h 1235 H atau 1820 M. ‘Abd Al-Latif, seorang kiai di Kampung Senenan, desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan...
-
Banyak orang salah mengartikan makna hadits berikut ini, dengan adanya salah penafsiran tersebut mereka mudah meng haramkan atau mensesatkan...
-
Para Saudara kita dari qabilah Ba'alawy masyhur meyakini bahwasanya para Walisongo adalah saheh sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dari...