Al-Quran itu bersifat rahmatan lil 'alamin. Karenanya ia bisa ditafsirkan dalam berbagai dimensi ruang, waktu dan pemikiran. Kita bisa mentafsirkan al-Quran dalam wajahnya yg garang dan berdarah2, pun kita juga bisa mentafsirkannya dalam wa...jahnya yang liberal, maupun juga wajahnya yang lemah lembut, toleran dan moderat. Karena itu, tidak ada dogma kebenaran yang "satu-satunya benar' dalam Islam. Justru perbedaan itulah warna yg indah dalam Islam, dimana Allah SENGAJA menciptakannya agar manusia lebih mudah mencari jalan untuk WUSHUL kepadaNYA (akhirat).
Sehingga, dalam kontek kebenaran yang sifatnya tafsir (dzonny), kebenaran Islam hakikatnya kembali kepada KEYAKINAN masing2 individu umat Islam terhadap dogma tafsir al-Quran dan as-Sunnah yang diyakininya.Nah, dari sini, tinggal ada satu persoalan, apakah dogma tafsir itu sudah relevan dengan konteks ruang dan waktu dimana Islam ada dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Sebab syari'ah dibuat oleh Allah, tidak lain adalah untuk mencapai kemaslahatan manusia.
Inilah wilayah dimana kita perlu mujadalah secara ahsan dalam hal tafsir dogma Islam untuk mencari relevansi dan kemaslahatan umat tadi, tanpa hari menegasikan dan mengesampingkan, bahwa Islam tetaplah agama yang menjunjung tinggi sikap toleransi dengan cara bilhikah wal mau'idlotil hasanah. Kalaupun harus memakai alasan nahi munkar, kita harus ingat bahwa harus dengan cara yang ma'ruf. Dan bagaimanapun amar ma'ruf masih lebih utama daripada nahi munkar.
Dari sana, sebagai orang SUNNI yang berprinsip tawassuth, tawazun dan tasamuh, yang bisa saya komentkan tentang HTI hanya satu:
HTI hakikatnya adalah bagian dari usaha Ijtihad Taqiyuddin an-nabhani terhadap dogma kebenaran Islam dalam al-Quran maupun as-Sunnah. Dan dalam Islam itu adalah legal selama ia tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dan nurut saya INSYAALLAH HTI tdk begitu. INsyaAllah... Begitu juga para muqallidin (para pengikutnya) yang mengikuti dan meyakini kebenaran ijtihad dia yang terkumpul dalam wadah organisasi HT(Indonesia), adalah juga legal secara syara'.Jadi, saya kira kalau teman2 mendebat apalagi sampai menyerang keyakinan teman2 HTI seperti di forum ini hanya justru mendatangkan suasana emosionalitas kayak gini ya maklum, lawong mereka2 ini hanyalah para muqallidin (pengikut2) yang hanya modal YAKIN dengan kebenaran ijtihad Taqiyuddin an-Nabhani..
Hanya saja, menurut saya, HTI dalam konteks kekinian secara global, khususnya dalam konteks ke-INDONESIA-an, tidak menemukan relevansi dan kemaslahatan, sehingga ia tidak menemukan legalitasnya sebagai dogma Islam yang patut utk diterapkan, meskipun boleh diyakini. Sebab:
(1) kultur keagamaan HTI tidak sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia sebab ia lebih bersifat ke-Araban seperti sumber asal HTI
(2) kekakuan tafsir dan cara pandang HTI terhadap SYari'ah yang bersifat tekstualis dan jumud, tidak relevan dengan masyarakat modern yang menjunjung tinggi nilai2 toleransi dan moderatisme.
(3) dogma KHILAFAH HTI yang rigit dan bersifat politis justru bisa memporak-porandakan tatanan kehidupan masyarakat modern yang sudah teratur dengan sistem yg sudah ada. Padahal, politik bukanlah tujuan utama dalam Islam, tapi hanya media. Justru dia dijadikan tujuan utama oleh teman2 HTI. Inilah yang bisa mendatangkan mudlorot bagi Islam.
Walhasil, utk teman2 HTI, daripada anda2 semua hidup dengan cita2 khilafah yang utopis dan amat susah sekali terwujud, apalagi sampai diblack-list oleh intelejen bila jadi "pejabat" nanti, sebaiknya berjuang menegakkan Islam dengan cara2 yang lebih realistis, manusiawi dan modern, tanpa harus menafikan Islam sebagai dogma kebenaran kan keselamatan kita. Amin
-----------------------
an/ Admin Bubarkan Hizbut Tahrir Indonesia