“London
adalah kota dengan komunitas muslim
terbesar di dunia, ” ujar penjaga warnet
di pasar Peckham itu. Hari itu, hampir
lima tahun lalu saat saya begitu antusias
ingin ber Shalat Ied di hari raya Idhul
Adha esok harinya. Malam itu saya takut
akan kesulitan mendapatkan tempat
beribadah karena saat itu adalah hari-
hari awal saya menginjak London dan
pengetahuan umum saya –yang
diajarkan di negeri asal saya–bahwa
barat adalah musuh Islam, dan ini
termasuk termasuk Inggris dan
ibukotanya London.
Lelaki berkulit hitam yag menyebut
dirinya datang dari Sudan ini lalu
menjelaskan pada saya dengan detil
pilihan-pilihan untuk bisa beribadah.
Mulai dari Masjid berbahasa Urdu,
bahasa Arab sampai ke tentu saja
bahasa Inggris. Hari itu sedang
memasuki musim dingin di negerinya
Wayne Rooney ini, matahari tidak
bersinar sepanjang hari. Ia muncul dari
tenggara di kisaran jam 9 pagi dan
membenamkan diri tak jauh dari
Tenggara sekitar pukul 16 sore hari.
Maka muncullah pertanyaan ini
“ Shalatnya mulai jam berapa?”
“Shalat pertama jam 10 pagi, lalu jam 11
dan kemudian jam 12 siang,” ujarnya
menjelaskan Masjid berbahasa Urdu
adalah yang terdekat dengan tempat ini.
Sebagai orang Indonesia yang besar
dengan kebiasaan Shalat Ied sekali
dalam sehari, tentu jawaban ini
mengagetkan saya. Lalu melontarlah
berbagai pertanyaan yang menjadi
sangat tidak kontekstual bagi lelaki
bersorban, gamish dan segala perabot
pakaian negerinya yang di kita sering
dianggap sebagai pakaian Muslim.
Pertanyaan yang level tidak konteksnya
sama dengan saat pertama saya datang
ke Stadion Sepakbola dan bertanya pada
steward “Ini nonton bola di dalem pake
nomer kursi ya?”
Shalat Ied saat itu, di awal tahun 2006
itu sangat berkesan untuk saya. Kami
harus menunggu giliran untuk bisa
masuk dan beribadah karena kloter
pertama masih menjalankan ibadahnya,
mendengarkan Khatib berceramah.
Tentu tak ada yang istimewa pada kloter
kedua karena pada akhirnya, Shalat ya
Shalat ….saya yakin di seluruh dunia
caranya sama saja selama kepercayaan
dan agamanya sama.
Bedanya tentu saat Pak Khatib
berjenggot dari Pakistan itu mulai
berceramah …..tak satupun kata saya
pahami keluar dari mulutnya. Bahasa
Urdu yang di negara kita digunakan
sebagai ungkapan bahasa yang tidak
eksis ternyata benar ada dan digunakan
oleh Bangsa Pakistan yang jelas
membuat saya seperti nonton film
berbahasa Swedia tanpa subtitle
Indonesia, Inggris, Perancis atau
Spanyol.
Apakah saya memutuskan untuk tidur
atau segera pergi dari tempat itu? Jelas
tidak, karena selain salah satu rukun
Shalat Ied adalah mendengarkan Khatib
berceramah, saya juga sangat antusias
ingin menyaksikan potong kambing
yang di negeri asal saya sangat khas itu.
Ceramah yang konon isinya tentang
kebersamaan umat muslim di negeri
sebrang ini (ini juga kata mas-mas dari
India yang duduk di seblah gue) pun
selesai. “Potong kambingnya dimana
nih? Jam berapa?” tanya saya
sekenanya, karena memang dari pagi
tidak melihat seekorpun binatang
berjanggut itu “Manusia yang berjaket
tebal aja kedinginan di suhu 2 derajat
celcius, apalagi kambing yang bugil, ”
pikir saya dalam hati tadinya.
Nyatanya, mas-mas India tadi dengan
wajah keheranan berkata “Lho, kambing
kan dipotong di rumah jagal, dipotong
disini tak terjamin kebersihannya, ”
jelasnya ringan. Entah saya yang datang
dari kampung atau London yang terlalu
maju, tapi motong kambing di Hari
Raya Qurban tidak di Masjid dan
disaksikan beramai-ramai lengkap
dengan rebutan jatah itu kok kayaknya
gak seru banget deh. Mungkin, beginilah
Islam dipahami di negeri ini. Di negeri
yang secara kultural memang sangat
berbeda dengan negeri asal yang telah
melahirkan saya ke bumi.
Waktu berlalu dan tahun terus bergerak,
saya menyambangi banyak negara lain
termasuk Turki yang konon tidak juga
masuk Uni Eropa dengan alasan rasa
takut tak perlu bangsa Eropa pada umat
Muslim disana. Letak negara yang tentu
tidak setimur kita membuat arah kiblat
mereka jadi berbeda, saya lupa
persisnya kemana mereka menghadap,
tapi pastinya tidak ke barat seperti yang
biasa kita lakukan di Indonesia. Yang
saya ingat “Matahari jam segini berada
di sisi ini, Shalatlah menghadap ksana,”
jelas Orgut, editor asal Istanbul yang
saya tebengi selama 2 malam itu.
Saya melihat Islam yang berbeda cara
menjalankannya di negara-negara ini.
Umat Muslim memang tetap penuh
emosi jika Rasul nya dilukiskan secara
fisik (saya berada di negeri ini saat
London dibakar oleh kekisruhan
karikatur Muhammad SAW oleh
kartunis Denmark) Tapi dalam beberapa
hal mereka tampak lebih santai, dan
banyak orang bisa beribadah dimana
saja tanpa perlu ditanyai “Yang bener
aja loe nyebut nama Tuhan ditempat
beginian, ”
Dua hari lalu di kota London, kota besar
yang selalu saya ingat keramaian,
keseksian serta tim-tim
Sepakbolanya ….di stasiun Tube stopan
Euston (Tube adalah kereta bawah tanah
di London) saya berdiri menanti Tube
yang 2 menit lagi akan tiba. Pandangan
saya berhenti pada seorang lelaki
berwajah Hispanik sedang memegang
Al Qur ’an ukuran kecil, mulutnya terus
komat kamit melafalkan apa yang ia
baca. Saya yakin ia sedang
membacanya dengan baik, karena
keesokan harinya di Selasa 16
November adalah Idhul Adha di negeri
ini.
Seperti lelaki yang saya lihat 5 tahun lalu
di bus kota menuju Victoria Station,
lelaki ini membaca Al Qur ’an dengan
iPod di telinganya. Lalu jika lelaki yang
dulu saya tegur itu berasal dari
Lebanon, saya yakin yang satu ini
datang dari negeri berbahasa
Spanyol ……..
Hari ini saat saya menulis post ini, saya
sekali lagi melihat seorang lelaki
membaca kitab suci Islam itu di sebuah
kafe di kampus di kota London.
Telinganya ditutupi oleh iPod, kakinya
sesekali menghentak, tanda ia
mendengarkan musik irama
keras …..tapi dari mulutnya sesekali
terdengar lafal bacaan dari Kitab Suci
yang saya kenal dengan baik itu.
Mungkin Islam bisa jadi sangat
menyenangkan jika diterjemahkan
dengan cara seperti ini. Agama modern
yang mengikuti arus jamannya, agama
yang tak perlu diperdebatkan lagi
bagaimana cara
menjalankannya…..karena agama,
apapun itu adalah urusan manusia
dengan penciptanya, bukan dengan
siapapun …..bukan juga saya atau Anda.
Selamat Hari Raya Idhul Adha
Previous
Posting Lebih BaruNext
Posting Lama.
PALING DIMINATI
-
-- Oleh : Ust. Masaji Antoro (Admin) 1. Wiridan wanita hamil رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ [الفرق...
-
Beberapa tahun yang lalu setelah beredar buku MANTAN KIAI NU MENGGUGAT, terdapat sebuah buku baru hasil kajian generasi NU untuk membuongkar...
-
Menurut fatwa seorang Ulama besar : Asy-Syekh Al Hafidz As-Suyuthi menerangkan bahwa mengadakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw, deng...
-
-- Tradisi yang berkembang dikalangan NU, jika ada orang yang meningal, maka akan diadakan acara tahlilan, do’a, dzikir fida dan lain seba...
-
Kumpulan khutbah dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia lengkap bisa anda dowload disini (24 mb) .... atau di sini juga bisa .... Khutbah N...
-
PERTANYAAN : Assalamu'a laikum sedulur... .... mau tanya tentang syarat menjadi khatib (terutama pada shalat jum'at...
-
PERTANYAAN Puasa mutih, Puasa ngrowot,Puasa patigeni, boleh apa tidak?? Apakah tidak termasuk wishol yang dilarang? JAWABAN Setiap ...
-
Hari Selasa, 11 Jumada Al-Tsaniya h 1235 H atau 1820 M. ‘Abd Al-Latif, seorang kiai di Kampung Senenan, desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan...
-
Banyak orang salah mengartikan makna hadits berikut ini, dengan adanya salah penafsiran tersebut mereka mudah meng haramkan atau mensesatkan...
-
Para Saudara kita dari qabilah Ba'alawy masyhur meyakini bahwasanya para Walisongo adalah saheh sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dari...