Where there is love there is pain, dimana ada cinta disana ada derita. Bukankah cinta adalah pesona gaib yang menggetarkan jiwa? Memang benar tetapi mungkin karena cinta terlalu menuntut pengorbanan dan membelenggu kebebasan tidak jarang kita sakit dan tersiksa dibuatnya. Lebih-lebih kalau ditengah perjalanan kita mengetahui bahwa orang yang kita cintai ternyata hanya berpura-pura. Alangkah pedih rasanya. Tetapi bagaimanapun cinta adalah mukjizat; aromanya saja menggairahkan kehidupan mampu mengusir derita dan duka. Bukan hanya derita dihati yang abstrak dan niskala, tetapi belakangan diketahui rasa cinta dapat mengurangi penderitaan jasmani yaitu rasa sakit dan nyeri yang menyiksa. Benarkah cinta dapat mengurangi rasa nyeri ikarena nflamasi dan infeksi? Begitulah setidaknya menurut hasil penelitian dua orang ahli syaraf dan ilmu jiwa belum lama ini.
Dua orang peneliti- Sean Mackey ahli syaraf, spesialis rasa sakit dari Stamford dan Arthur Aron ahli jiwa dan spesialis rasa cinta dari Universitas New York bekerja-sama untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara cinta dan rasa sakit karena seperti mereka ketahui keduanya berpusat di wilayah otak yang sama. Limabelas mahasiswa yang mengaku sedang jatuh cinta menyatakan setuju untuk dilibatkan dalam penelitian itu. Masing-masing diminta membawa potret seorang teman dan potret pasangan cintanya. Singkatnya, memegang besi panas sambil menatap potret si dia 40% lebih ringan rasa sakitnya ketimbang sambil menatap potret seorang teman biasa. Merenungkan cinta ternyata mengaktifkan syaraf otak mengeluarkan sejenis hormon yang menghilangan rasa sakit seperti efek obat-obat analgesic atau pain-killer.
Temuan ini menjelaskan bagaimana otak merespon rasa sakit dan bermanfaat untuk mencari metode pengobatan yang baru bagi penderita sakit kronis. Dr. Sean Mackey pemeran utama dalam penelitian itu mengatakan, temuan ini mendukung teori bahwa penderita rasa sakit akan memperoleh kesembuhan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan. Ia juga melihat bahwa kwalitas hubungan kemanusiaan mempengaruhi keadaan kesehatan seseorang. Sebenarnya tanpa harus repot-repot mengutip hasil penelitian diatas, sayapun sudah menduga bahwa merenungkan sesuatu yang menyenangkan itu dapat mengurangi rasa sakit. Tapi para peneliti disana gajinya tinggi fasilitas mereka lengkap dan budaya penelitian digalakkan. Sebab itu mereka dapat memberikan bukti ilmiah dan tidak hanya berteori.
Sayangnya meskipun merenungkan cinta seolah dapat mendinginkan besi panas, pada saat kita benar-benar menderita sakit kronis, jangankan merenungkan cinta dudukpun sulit lagi pula belum tentu kita berada diusia cinta. Bila perasaan hati dan hubungan kemanusiaan (hablum-minannas) memang terbukti berpengaruh terhadap kesehatan jasmani seseorang tentulah hablum-minalloh demikian juga atau bahkan melebihi. Bila mengingat Alloh serasa merenungkan cinta maka hati akan marasa tenteram. Dan ketenteraman hati akan menyehatkan badan. ”Bukankah dengan mengingat Alloh hati menjadi tentram?” (Arra’du ayat 28). Mengingat Alloh hanya akan meneteramkan hati apabila keyakinan kita kepadaNya adalah genuine atau asli. Kalau tidak mungkin tidak akan ngaruh. Menetramkan hati dengan mengingat Alloh memang tidak gratis dan tidak otomatis. (Juman Basalim)