Oleh: Jum’an Basalim
Hidup bahagia untuk selamanya. Itulah obsesi kita, karena bahagia membangkitkan gairah menghilangkan kecemasan dan meringankan penderitaan. Jauhkan kesedihan karena bersedih itu bukan kewajaran dan merugikan. Kerinduan terhadap kebahagiaan mendorong orang untuk mengusir kesedihan sejauh dan sedini mungkin. Ada orang yang buru-buru menelan obat penenang untuk mengubah suasana hati dengan cara kimiawi. Menurut pengarang Inggris Eric G. Wilson rasa sedih (pilu, melankoli) bukanlah sesuatu yang buruk. Dalam bukuya “Against Happiness: In Praise of Melancholy” ia memuji kesedihan sebagai sumber renungan dari banyak sastrawan dan pencipta lagu, untuk mengingatkan bahwa usaha untuk menyingkirkan kesedihan berarti menghilangkan sumber kreatifitas yang penting dari hidup kita. Merasa bahagia sepanjang waktu bukan hanya tidak mungkin, tetapi juga tidak manusiawi. Bersedih adalah bagian penting dari menjadi manusia, sebagaimana malam sama pentingnya dengan siang. Untuk dapat tampil seutuhnya manusia harus bersedia menyelami kesedihan sebagaimana dia menyelami lautan kebahagiaan. Berusaha keras untuk menyingkirkan kesedihan sama dengan keinginan menempuh separoh kehidupan saja.
Hampir setiap kejadian selalu menimbulkan reaksi emosional yang spontan dalam diri kita, diluar kesengajaan. Bertemu teman lama menimbulkan rasa hati yang cerah, emosi yang menyenangkan untuk kita nikmati. Tetapi melihat seorang teman jatuh miskin akan menimbulkan rasa sedih, emosi negatip yang tak mengenakkan dan kita ingin segera mengakirinya, jangan lama-lama. Tetapi kalau kita cukup bijak kita akan menerima rasa sedih itu sebagai pertanda bahwa ada sesuatu yang perlu kita lakukan. Ketika dilanda rasa sedih kita merindukan sesuatu yang sebaliknya yang lebih baik dan lebih memuaskan dan dalam kerinduan itu kita dipaksa untuk menggali potensi-potensi dalam diri kita yang tidak pernah kita lakukan dalam keadaan senang. Dengan demikian kesedihan nyata-nyata merupakan potensi yang memupuk kreativitas. Dapatkah dalam suasana sedih kita berfikir kreatif? Ya, bila kita bersedia.
Mengapa banyak orang senang mendengarkan lagu sedih, menonton film yang menguras air mata dan membaca kisah sedih berulang-ulang? Padahal kita jelas ikut bersedih karenanya. Bukankah itu selera yang tidak sehat untuk menikmati kesedihan? Tetapi ibarat kecanduan mereka merasakannya sebagai sesuatu yang mengasyikkan. Ketika kita memainkan computer-game yang agresif, sering timbul emosi yang kuat seperti takut, frustrasi dan banyak lagi. Meskipun dalam kehidupan nyata kita katakan emosi-emosi seperti itu negatip, ketika kita bermain game kita menganggapnya sebagai hal yang menyenangkan. Ternyata kita dapat memainkan permainan yang meyeramkan dan benar-benar menikmatinya. Karena kita tahu bahwa kita bukanlah avatar (symbol diri kita dilayar) kita. Itu adalah pengalaman simulasi dan bahwa nasib avatar kita, yang kita kendalikan dengan joystick, bukanlah nasib kita yang sebenarnya.
Ketika anda dilanda arus kesedihan, diamlah sejenak dan sadari bahwa anda yang menderita hanyalah anda sebagai avatar dari anda sejati yang lebih tinggi yang tetap dapat menyaksikan arus itu melanda tanpa harus ikut menjadi basah. Seperti anda menikmati film sedih dengan menontonnya dari balik tabir. Sebagai penonton anda akan sempat mempertimbangkan dari mana asal-usul kesedihan itu dan bagaimana siasat untuk mengatasinya. Lebih dari itu bagaimana kesedihan itu memungkinkan anda untuk menghargai penderitaan orang lain, dan bagaimana kesedihan membuat saat-saat bahagia terasa lebih bahagia. Bukankah itu berarti bahwa kesedihan memiliki keindahan tersendiri? Biarkan kesedihan datang…… kita akan merangkulnya dan bukan mengingkarinya.