----
BERMADZHAB
Masaji Antoro>>
Pada hakikatnya orang yang tidak mau bermadzhab pada salah satu madzhab empat (Maliki. Hanafi, Syafi'i dan Hanbali) juga bermadzhab pada yang lain atau pada hawa nafsunya sendiri dengan merumuskan Quran Hadits sesuai kehendaknya, lebih percayakah kita pada kemampuan agama kita atau pada para Imam madzhab.. ?
ومن لم يقلد واحدا منهم وقال أنا اعمل بالكتاب والسنة مدعيا فهم الأحكام منهما فلا يسلم له بل هو مخطئ ضال مضل سيما في هذا الزمان الذى عم فيه الفسق وكثرت الدعوى الباطلة لأنه استظهر على أئمة الدين وهو دونهم
في العلم والعمل والعدالة والاطلاع
"Dan barangsiapa yang tidak mengikuti salah satu dari mereka (Imam madzhab) dan berkata "saya beramal berdasarkan alQuran dan hadits", dan mengaku telah memahami hukum-hukum alquran dan hadits maka orang tersebut tidak dapat diterima, bahkan termasuk orang yang bersalah, sesat dan menyesatkan terutama pada masa sekarang ini dimana kefasikan merajalela dan banyak tersebar dakwah-dakwah yang salah, karena ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, keadilan dan analisa".
Tanwiir alQuluub 74-75
كل من الأئمة الأربعة على الصواب ويجب تقليد واحد منهم ومن قلد واحدا منهم خرج من عهدة التكليف وعلى المقلد أرجحية مذهبه أو مساواته ولايجوز تقليد غيرهم فى إفتاء أو قضاء. قال ابن حجر ولايجوز العمل بالضعيف بالمذهب ويمتنع التلفيق فى مسألة كأن قلد مالكا فى طهارة الكلب والشافعى فى مسح بعض الرأس (إعانة الطالبين, الجزء 1 الصفحة 17)
"Setiap imam yang empat itu berjalan dijalan yang benar maka wajiblah bagi umat islam untuk bertaqlid kepada salah satu diantara yang empat tadi sebab orang yang sudah bertaqlid kepada salah satu imam yang empat tersebut maka ia telah terlepas dari tanggungan dalam keagamaan dam orang yang bertaqlid haruslah yakin bahwqa madzhab yang ia ikuti itu benar dan sama benarnya dengan yang lain serta tidak boleh bertaqlid kepada madzhab lain selain madzhab yang ia ikuti, seperti apa yang dikatakan oleh ibnu hajar alhaitami: tidak boleh seseorang yang menganut suatu madzhab berbuat talfiq (mencampur adukkan madzhab untuk mencari yang ringan-ringan) misalnya mengikuti imam malik yang mensucikan anjing dan juga mengikuti imam syafi'ie dalam membasuh sebagian kepala dalam berwudu''.
I'anatut Tholibin I/17.
================
Abi Qori>>
Sbnrnya dulu kan madzab itu byk sekali. Saat itu madzab mana aja yg diambil selama msh dlm wilayah ahlussunnah dibolehkan spt Madzab sufyan Ats-Tsauri, Auzai. dll. Cuma setelah byknya qoul madzab yg terdapat di ktb2 mrk hilang krn ditelan zaman atau sbagian madzab tdk ada murid2 mrk yg mengabadikannya shg lama-kelamaan hilang. kalau pun ada, qoul mrk bertebaran di ktb2 ulama yg bermadzab pada salah satu madzab 4.Kemudian para ulama meneliti ktb2 mrk yg pada akhirnya tinggal 4 madzab yg msh byk beredar. utk org awam agar tdk tergelincir madzab sesat, para ulama mewajibkan bermadzab pd salah satu 4 madzab krn mrk diakui keilmuannya dan warisan qoul2 mrk msh tersimpan dan terjaga sampai skrg. kemudian dtg lg madzab ke-5 yaitu madzab Abu Daud adz-dhohiry murid Imam Syafi'i yg pendapat2nya dibukukan oleh murid beliau Ibnu Hazm yg smpai skrg msh terjaga. Wallohu Alam
================
Trustmaju Antique Furniture>>
================
Trustmaju Antique Furniture>>
menurut para ulama itu wajib. dalam kitab mizan al-sya'ronisyech ali al-khawash mengatakan kita harus mengikuti salah satu mzhab selama anda belum sampai memahami inti dari agama karena kwatir akan terjatuh pada kesesatan dengan mengambil yang muah2 dsaja.sedangkan dalam fatawi kubro di katakan ...sesungguhnya taklid (mengikuti suatu mazhab) mengikuti imam yang empat(maliki,syafi'i,hanaf i dan hambali) karena mzhab mereka telah tersebar luas sehingga nampak jelas pembatasan hukum yang bersifat mutlak dan pengecualian hukum yang bersifat umum, berbeda dengan mazhab2 yang lain........ dalam kitab nihayatussull nabi bersabda ikutilah yang mayoritas(umat islam). dan ketika mazhab2 yang benar telah tiada dengan wafatnya para imamnya, kecuali mazhab 4 yang pengikutnya tersebar luas ,maka mengikuti 4 mazhab itu berarti mengikuti yang mayoritas, dan keluar dari 4 mazhab itu berarti keluar dariyang mayoritas. jadi wajiblah kita mengikuti salah satu mazhab 4.sesuai dengan hadis nabi supaya mengikuti yang mayoritas ato yang terbanyak
==============
Masaji Antoro>>
PENTINGNYA BERMAZHAB.
Banyak orang salah sangka bahwa adanya madzhab fiqih itu berarti sama dengan perpecahan, sebagaimana berpecah umat lain dalam sekte-sekte. Sehingga ada dari sebagian umat Islam yang menjauhkan diri dari bermadzhab, bahkan ada yang sampai anti madzhab. Penggambaran yang absurd tentang madzhab ini terjadi karena keawaman dan kekurangan informasi yang benar tentang hakikat madzhab fiqih. Kenyataannya sebenarnya tidak demikian. Madzhab-madzhab fiqih itu bukan representasi dari perpecahan atau perseteruan, apalagi peperangan di dalam tubuh umat Islam. Sebaliknya, adanya madzhab itu memang merupakan kebutuhan asasi untuk bisa kembali kepada Al-Quan dan As-Sunnah.
Kalau ada seorang bernama Mas Paijo, mas Paimin, mas Tugirin dan mas Wakijan bersikap yang anti madzhab dan mengatakan hanya akan menggunakan Al-Quran dan As-Sunnah saja, sebenarnya mereka masing-masing sudah menciptakan sebuah madzhab baru, yaitu madzhab Al-Paijoiyah, Al-Paiminiyah, At-Tugiriniyah dan Al-Wakijaniyah. Sebab yang namanya madzhab itu adalah sebuah sikap dan cara seseorang dalam memahami teks Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap orang yang berupaya untuk memahami ke dua sumber ajaran Islam itu, pada hakikatnya sedang bermadzhab.
Kalau tidak mengacu kepada madzhab orang lain yang sudah ada, maka minimal dia mengacu kepada madzhab dirinya sendiri. Walhasil, tidak ada di dunia ini orang yang tidak bermadzhab. Semua orang bermadzhab, baik dia sadari atau tanpa disadarinya.
Bolehkah seseorang mendirikan madzhab sendiri?
Jawabnya tentu saja boleh, asalkan dia mampu meng-istimbath (menyimpulkan) sendiri setiap detail ayat Al-Quran dan As-sunnah. Kalau kita buat sedikit perumpamaan dengan dunia komputer, maka adanya madzhab-madzhab itu ibarat seseorang dalam berkomputer, di mana setiap orang pasti memerlukan sistem operasi (OS).
Tidak mungkin seseorang menggunakan komputer tanpa sistem operasi, baik Windows, Linux, Mac OS atau yang lainnya. Adanya beragam sistem operasi di dunia komputer menjadi hal yang mutlak bagi setiap user, sebab tanpa sistem operasi, manusia hanya bicara dengan mesin. Kalau ada orang yang agak eksentrik dan bertekad tidak mau pakai Windows, Linux, Mac Os atau sistem operasi lain yang telah tersedia, tentu saja dia berhak sepenuhnya untuk bersikap demikian. Namun dia tentu perlu membuat sendiri sistem operasi itu, yang tentunya tidak terlalu praktis.
Apalagi buat orang-orang kebanyakan, rasanya terlalu mengada-ada kalau harus membuat dulu sistem operasi sendiri. Bahkan seorang programer level advance sekalipun belum tentu mau bersusah payah melakukannya. Buat apa merepotkan diri bikin sistem operasi, lalu apa salahnya sistem operasi yang sudah tersedia di pasaran diamalkan dan dikembangkan. Tentu masing-masingnya punya kelebihan dan kekurangan. Tapi yang jelas, akan menjadi sangat lebih praktis kalau kita memanfaaatkan yang sudah ada saja. Sebab di belakang masing-masing sistem operasi itu pasti berkumpul para maniak dan geek yang bekerja 24 jam untuk kesempurnaan sistem operasinya.
Demikian juga dengan ke-4 madzhab yang ada. Di dalamnya telah berkumpul ratusan bahwa ribuan ulama ahli level tertinggi yang pernah dimiliki umat Islam, mereka bekerja siang malam untuk menghasilakn sistem fiqih Islami yang siap pakai serta user friendly. Meninggalkan madzhab-madzhab itu sama saja bikin kerjaan baru, yang hasilnya belum tentu lebih baik.
Akan tetapi boleh saja kalau ada dari putera puteri Islam yang secara khusus belajar syari’ah hingga ke level yang jauh lebih dalam lagi, lalu suatu saat merumuskan madzhab baru dalam fiqih Islami. Namun seorang yang tingkat keilmuwannya sudah mendalam semacam Al-Imam al-Ghazali rahimahullah sekalipun tetap mengacu kepada salah satu mazhab yang ada, yaitu mazhab As-Syafi’iyah. Beliau tetap bermazhab meski sudah pandai mengistimbath hukum sendiri. Demikian juga dengan beragam ulama besar lainnya seperti Al-Mawardi, An-Nawawi, Al-’Izz bin Abdissalam dan lainnya.
Wallahu a’lam bishshawab,
http://hbis.wordpress.com/ 2010/01/14/mengapa-harus-b ermadzhab-dalam-fikih/
=================Banyak orang salah sangka bahwa adanya madzhab fiqih itu berarti sama dengan perpecahan, sebagaimana berpecah umat lain dalam sekte-sekte. Sehingga ada dari sebagian umat Islam yang menjauhkan diri dari bermadzhab, bahkan ada yang sampai anti madzhab. Penggambaran yang absurd tentang madzhab ini terjadi karena keawaman dan kekurangan informasi yang benar tentang hakikat madzhab fiqih. Kenyataannya sebenarnya tidak demikian. Madzhab-madzhab fiqih itu bukan representasi dari perpecahan atau perseteruan, apalagi peperangan di dalam tubuh umat Islam. Sebaliknya, adanya madzhab itu memang merupakan kebutuhan asasi untuk bisa kembali kepada Al-Quan dan As-Sunnah.
Kalau ada seorang bernama Mas Paijo, mas Paimin, mas Tugirin dan mas Wakijan bersikap yang anti madzhab dan mengatakan hanya akan menggunakan Al-Quran dan As-Sunnah saja, sebenarnya mereka masing-masing sudah menciptakan sebuah madzhab baru, yaitu madzhab Al-Paijoiyah, Al-Paiminiyah, At-Tugiriniyah dan Al-Wakijaniyah. Sebab yang namanya madzhab itu adalah sebuah sikap dan cara seseorang dalam memahami teks Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap orang yang berupaya untuk memahami ke dua sumber ajaran Islam itu, pada hakikatnya sedang bermadzhab.
Kalau tidak mengacu kepada madzhab orang lain yang sudah ada, maka minimal dia mengacu kepada madzhab dirinya sendiri. Walhasil, tidak ada di dunia ini orang yang tidak bermadzhab. Semua orang bermadzhab, baik dia sadari atau tanpa disadarinya.
Bolehkah seseorang mendirikan madzhab sendiri?
Jawabnya tentu saja boleh, asalkan dia mampu meng-istimbath (menyimpulkan) sendiri setiap detail ayat Al-Quran dan As-sunnah. Kalau kita buat sedikit perumpamaan dengan dunia komputer, maka adanya madzhab-madzhab itu ibarat seseorang dalam berkomputer, di mana setiap orang pasti memerlukan sistem operasi (OS).
Tidak mungkin seseorang menggunakan komputer tanpa sistem operasi, baik Windows, Linux, Mac OS atau yang lainnya. Adanya beragam sistem operasi di dunia komputer menjadi hal yang mutlak bagi setiap user, sebab tanpa sistem operasi, manusia hanya bicara dengan mesin. Kalau ada orang yang agak eksentrik dan bertekad tidak mau pakai Windows, Linux, Mac Os atau sistem operasi lain yang telah tersedia, tentu saja dia berhak sepenuhnya untuk bersikap demikian. Namun dia tentu perlu membuat sendiri sistem operasi itu, yang tentunya tidak terlalu praktis.
Apalagi buat orang-orang kebanyakan, rasanya terlalu mengada-ada kalau harus membuat dulu sistem operasi sendiri. Bahkan seorang programer level advance sekalipun belum tentu mau bersusah payah melakukannya. Buat apa merepotkan diri bikin sistem operasi, lalu apa salahnya sistem operasi yang sudah tersedia di pasaran diamalkan dan dikembangkan. Tentu masing-masingnya punya kelebihan dan kekurangan. Tapi yang jelas, akan menjadi sangat lebih praktis kalau kita memanfaaatkan yang sudah ada saja. Sebab di belakang masing-masing sistem operasi itu pasti berkumpul para maniak dan geek yang bekerja 24 jam untuk kesempurnaan sistem operasinya.
Demikian juga dengan ke-4 madzhab yang ada. Di dalamnya telah berkumpul ratusan bahwa ribuan ulama ahli level tertinggi yang pernah dimiliki umat Islam, mereka bekerja siang malam untuk menghasilakn sistem fiqih Islami yang siap pakai serta user friendly. Meninggalkan madzhab-madzhab itu sama saja bikin kerjaan baru, yang hasilnya belum tentu lebih baik.
Akan tetapi boleh saja kalau ada dari putera puteri Islam yang secara khusus belajar syari’ah hingga ke level yang jauh lebih dalam lagi, lalu suatu saat merumuskan madzhab baru dalam fiqih Islami. Namun seorang yang tingkat keilmuwannya sudah mendalam semacam Al-Imam al-Ghazali rahimahullah sekalipun tetap mengacu kepada salah satu mazhab yang ada, yaitu mazhab As-Syafi’iyah. Beliau tetap bermazhab meski sudah pandai mengistimbath hukum sendiri. Demikian juga dengan beragam ulama besar lainnya seperti Al-Mawardi, An-Nawawi, Al-’Izz bin Abdissalam dan lainnya.
Wallahu a’lam bishshawab,
http://hbis.wordpress.com/
Mbah Jenggot>>
Perlu diketahui bahwa kebanyakan dalil Quran dan sunnah seringkali menyisakan ruang yang memungkinkan orang berbeda pendapat dalam menyimpulkan konklusi hukumnya. Ini adalah fakta yang tidak terbantahkan, bahkan hal itu bukan hanya dialami oleh kita yang ama saja, tetapi juga terjadi di kalangan para shahabat nabi SAW.
Tidak jarang para shahabat nabi berbeda pendapat dalam mengambil kesimpulan atas dalil yang sama. Apalagi setelah wafatnya Rasulullah SAW, para shahabat menyebar ke seluruh wilayah. Mereka menemukan begitu banyak fenomena baru yang sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan di masa hidup bersama Rasulullah SAW.
Walhasil, meski pernah sama-sama hidup di bawah naungan tarbiyah nabi, namun tidak ada jaminan mereka selalu punya pandangan sama dalam segala hal.
Apalagi mengingat di masa masih hidupnya nabi SAW sekalipun, para shahabat pun ada di antara para sahabat yangyang utama dan ada di bawah itu dalam hal berijtihad. Ada di antara mereka yang ahli fiqih tapi juga ada yang awam.
Tentunya semua akan melahirkan perbedaan pandangan hukum. Namun demikian, perbedaan itu tidak berarti perpecahan, apalagi persengketaan. Sama sekali bukan. Sebab perbedaan di kalangan para shahabat itu sangat manusiawi.
Ketika seseorang berpendapat, atau ketika seseorang mengikuti pendapat orang lain yang dianggapnya baik, dia sedang bermazhab. Bedanya dengan mereka yang dianggap bermazhab hanyalah pada sumber mazhabnya.
Mazhab yang ada dan kita kenal itu adalah 4 mazhab yang besar dan baku, teruji selama 13 abad lamanya di dunia ini. Sebenarnya bukan hanya 4 jumlahnya, tetapi lebih banyak lagi. Namun sejarah membuktikan bahwa keempat mazhab itulah yang benar-benar telah teruji di lapangan hingga kini.
Adapun orang yang merasa dirinya tidak ingin terikat dengan salah satu dari keempat mazhab itu, tentu saja merupakan hak baginya untuk bersikap demikian. Barangkali dirinya berpikir mampu untuk mengambil kesimpulan hukum yang lebih baik dari yang telah dikemukakan oleh masing-masing dari keempat mazhab yang ada.
Akan tetapi kenyataannya, meski seseorang sudah merasa bisa mandiri dalam berijtihad, ujung-ujungnya tidak akan keluar dari apa yang telah dikemukakan oleh masing-masing mazhab yang ada.
Jadi secara logika sederhana, kalau tidak terlalu penting dan memang bukan ahli di bidangnya, tidak perlu capek-capek melakukan proses ijtihad sendiri yang tentu saja berat dan sangat menguras tenaga. Padahal fatwa yang sudah jadi pun tersedia, bahkan ditanggung berkualitas karena mengingat kapasitas para mujtahidnya.
Apakah komitmen dengan satu madzhab tertentu diharuskan?
Pendapat sebagian ulama menegaskan bahwa komitmen dengan satu madzhab tertentu dan imam tertentu hukumnya harus. Sebabnya karena ia yakin bahwa pendapat itu benar sehingga ia harus komitmen dengan keyakinannya.
Namun itu hanya pendapat sebagian kecil ulama. Adapun pendapat sebagian besar ulama justru mengatakan bahwa seseorang tidak harus komitmen dengan satu imam tertentu dalam semua masalah dan hukum. Tapi kalau dia mau, dirinya boleh bertaqlid dengan imam mujtahid tertentu yang ia kehendaki.
Jika seseorang pernah berkomitmen dengan satu madzhab tertentu seperti madzhab Abu Hanifah, Syafii atau yang lain, maka ia tidak wajib terus-menerus mengikuti mereka dalam setiap masalah. Dia boleh berpindah dan memilih dari madzhab satu ke madzhab yang lain. Sebab ia hanya wajib mengikuti apa yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya. Sementara Allah dan Rasul-Nya tidak mewajibkan seseorang untuk mengikuti salah satu dari ulama, Allah hanya memerintahkan untuk mengikuti mereka secara umum, tanpa mengkhususkan satu dari yang lain. Allah berfirman,
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Di samping itu pendapat yang menyatakan harus komitmen dengan satu madzhab akan menyebabkan kesulitan dan kerepotan, padahal madzhab-madzhab yang ada adalah nikmat dan rakmat bagi umat.
allahu a'lam.
oleh : Gus Afif Yang Khoir
Tidak jarang para shahabat nabi berbeda pendapat dalam mengambil kesimpulan atas dalil yang sama. Apalagi setelah wafatnya Rasulullah SAW, para shahabat menyebar ke seluruh wilayah. Mereka menemukan begitu banyak fenomena baru yang sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan di masa hidup bersama Rasulullah SAW.
Walhasil, meski pernah sama-sama hidup di bawah naungan tarbiyah nabi, namun tidak ada jaminan mereka selalu punya pandangan sama dalam segala hal.
Apalagi mengingat di masa masih hidupnya nabi SAW sekalipun, para shahabat pun ada di antara para sahabat yangyang utama dan ada di bawah itu dalam hal berijtihad. Ada di antara mereka yang ahli fiqih tapi juga ada yang awam.
Tentunya semua akan melahirkan perbedaan pandangan hukum. Namun demikian, perbedaan itu tidak berarti perpecahan, apalagi persengketaan. Sama sekali bukan. Sebab perbedaan di kalangan para shahabat itu sangat manusiawi.
Ketika seseorang berpendapat, atau ketika seseorang mengikuti pendapat orang lain yang dianggapnya baik, dia sedang bermazhab. Bedanya dengan mereka yang dianggap bermazhab hanyalah pada sumber mazhabnya.
Mazhab yang ada dan kita kenal itu adalah 4 mazhab yang besar dan baku, teruji selama 13 abad lamanya di dunia ini. Sebenarnya bukan hanya 4 jumlahnya, tetapi lebih banyak lagi. Namun sejarah membuktikan bahwa keempat mazhab itulah yang benar-benar telah teruji di lapangan hingga kini.
Adapun orang yang merasa dirinya tidak ingin terikat dengan salah satu dari keempat mazhab itu, tentu saja merupakan hak baginya untuk bersikap demikian. Barangkali dirinya berpikir mampu untuk mengambil kesimpulan hukum yang lebih baik dari yang telah dikemukakan oleh masing-masing dari keempat mazhab yang ada.
Akan tetapi kenyataannya, meski seseorang sudah merasa bisa mandiri dalam berijtihad, ujung-ujungnya tidak akan keluar dari apa yang telah dikemukakan oleh masing-masing mazhab yang ada.
Jadi secara logika sederhana, kalau tidak terlalu penting dan memang bukan ahli di bidangnya, tidak perlu capek-capek melakukan proses ijtihad sendiri yang tentu saja berat dan sangat menguras tenaga. Padahal fatwa yang sudah jadi pun tersedia, bahkan ditanggung berkualitas karena mengingat kapasitas para mujtahidnya.
Apakah komitmen dengan satu madzhab tertentu diharuskan?
Pendapat sebagian ulama menegaskan bahwa komitmen dengan satu madzhab tertentu dan imam tertentu hukumnya harus. Sebabnya karena ia yakin bahwa pendapat itu benar sehingga ia harus komitmen dengan keyakinannya.
Namun itu hanya pendapat sebagian kecil ulama. Adapun pendapat sebagian besar ulama justru mengatakan bahwa seseorang tidak harus komitmen dengan satu imam tertentu dalam semua masalah dan hukum. Tapi kalau dia mau, dirinya boleh bertaqlid dengan imam mujtahid tertentu yang ia kehendaki.
Jika seseorang pernah berkomitmen dengan satu madzhab tertentu seperti madzhab Abu Hanifah, Syafii atau yang lain, maka ia tidak wajib terus-menerus mengikuti mereka dalam setiap masalah. Dia boleh berpindah dan memilih dari madzhab satu ke madzhab yang lain. Sebab ia hanya wajib mengikuti apa yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya. Sementara Allah dan Rasul-Nya tidak mewajibkan seseorang untuk mengikuti salah satu dari ulama, Allah hanya memerintahkan untuk mengikuti mereka secara umum, tanpa mengkhususkan satu dari yang lain. Allah berfirman,
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Di samping itu pendapat yang menyatakan harus komitmen dengan satu madzhab akan menyebabkan kesulitan dan kerepotan, padahal madzhab-madzhab yang ada adalah nikmat dan rakmat bagi umat.
allahu a'lam.
oleh : Gus Afif Yang Khoir