--
Oleh : Mbah Jenggot (Admin)
SEBAB-AKIBAT TIDAK AKAN BERPENGARUH, KECUALI HANYA DENGAN QADHA ALLAH
سَوَابِقُ الْهِمَمِ لَا تَخْرِفُ أَسْوَارَ الْأَقْدَارِ.
Menggebunya semangat tak akan mampu menerobos benteng takdir.
Himmah (keinginan/cita-cita) adalah kekuatan yang mendorong hati dalam mencari sesuatu dan menganggapnya penting.
Jika sesuatu itu adalah perkara yang luhur (tinggi) seperti ma’rifatullah (mengetahui Allah) maka disebut Himmah ‘Aaliyah.
Jika sesuatu itu adalah perkara yang rendah seperti mencari dunia dan bagian-bagiannya maka disebut Himmah Daniyyah.
Seseorang yang ma’rifatullah atau seseorang yang menghendaki sesuatu dengan keinginan yang kuat maka Allah SWT akan mewujudkan hal itu dengan kekuasaan-Nya dalam satu waktu sehingga urusannya tersebut menjadi urusan Allah SWT pula.
Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ اللهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍٍ أَحَبَّ إِليَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتىَّ أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي عَبْدِي َلأُعْطِيَنَّهُ، وَ َلإِنِ اسْتَعَاذَنِي َلأُعِيْذَنَّهُ
Sesungguhnya Allah berfirman: Barangsiapa memusuhi wali-Ku (kekasih-Ku) maka Aku sungguh-sungguh mengumumkan kepadanya dengan peperangan. Dan tidaklah seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku sukai daripada perkara yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan tidaklah seorang hamba senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya Maka jika Aku mencintainya naka Aku menjadi pendengaran baginya yang ia mendengar menjadi pendengaran baginya yang ia mengdengar dengannya, menjadi penglihatan baginya yang ia melihat dengannya, menjadi tangan baginya yang ia memukul dengannya, menjadi kaki baginya yang ia melangkah dengannya. Dan jika hamba-Ku meminta sesuatu maka Aku akan memberikannya, dan jika ia berlindung pada-Ku maka Aku akan melindunginya.
[Hadis riwayat al-Bukhori dari Abu Hurairah]
>>Himmah yang kuat ini dan kemudian terwujud jika terjadi pada seseorang yang soleh (wali) disebut dengan Karamah.
>> Dan jika terjadi pada sesorang yang tidak soleh atau bukan muslim disebut Istidraj, seperti yang terjadi pada penyihir.
-----------
Himmah (keinginan/Cita-cita) kita ini tidaklah mewujudkan sesuatu yang kita kehendaki kecuali dengan takdir dan qadla Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
وَمَا هُمْ بِضَارِّيْنَ مِنْ اَحَدٍ إِلاَ بِإِذْنِ اللهِ
Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. [S. Al-Baqarah: 102]
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيْرًا
Dan Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu kemudian menentukan batas dan ukurannya [S. Al-Furqon: 2]
وَمَا تَشَاءُوْنَ إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللهُ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana [S. Al-Insan: 30]
Rasulullah SAW ketika ditanyai malikat Jibril tentang Iman beliau berkata:
اْلإِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Iman adalah jika anda mempercayai Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, dan anda mempercayai qadar baik dan buruknya. [Hadis Riwayat Muslim, dari Umar]
Ibnu Umar berkata: Demi Allah yang jiwa Ibnu Umar ditangan-Nya sekiranya seseorang mempunyai emas sebesar gunug Uhud, kemudian ia belanjakan di jalan Allah, Allah tiada menerimanya hingga orang itu beriman dengan qadar.
Qadla’ menurut bahasa artinya hukum.
Dan menurut istilah adalah kehendak (iradah) Allah terhadap sesuatu pada zaman Azali.
Qadar menurut bahasa artinya menetapkan kadar (jumlah) ukuran sesuatu.
Dan menurut istilah proses terjadinya sesuatu yang telah diputuskan dengan kehendak Allah di zaman Azali,
Definisi tersebut adalah definisi qadla’ dan qadar menurut ulama Asy’ariyyah, sedangkan menurut ulama Maturidiyyah adalah kebalikannya.
Misalnya dalam hadis Rasululah SAW bersabda:
احْتَجَّ آدَمُ وَمُوْسىَ، فَقَالَ مُوْسَى: اَنْتَ آدَمُ الَّذِى َأَخْرَجْتَ ذُرِّيَتَكَ مِنَ الْجَنَّةِ، قَالَ آدَمُ: أَنْتَ مُوْسَى الَّذِى اصْطَفَاكَ اللهُ بِرِسَالَتِهِ وَكَلاَمِهِ، ثُمَّ تَلُوْمُنِيْ عَلىَ اَمْرٍ قَدْ قُدِّرَ عَلَيَّ قَبْلَ اَنْ اُخْلَقَ
Nabi Adam dan nabi Musa saling berdebat, maka Musa berkata: Kamu adalah Adam yang telah mengeluarkan keturunanmu dari surga. Adam berkata: Kamu adalah Musa yang Allah telah memilihmu dengan risalah dan firman-Nya, kemudian kamu mencelaku dengan perkara yang telah ditakdirkan kepadaku sebelum aku diciptakan. [Hadis Riwayat al-Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah]
Dalam peristiwa ini ketetapan Allah akan keluarnya nabi Adam di sebelum ia diciptakan disebut Qadla, dan proses keluarnya nabi Adam dari surga disebut dengan Qadar
-------------------
Jika seseorang mendapatkan bahwa himmahnya (keinginannya) yang kuat akan sesuatu terwujud maka ini adalah sesuai dengan qadla’ yang telah ditetapkan dan dengan ijin Allah SWT.
Dan jika ia mendapatkan bahwa himmahnya tidak terwujud dan terdapat takdir yang menghalangi maka janganlah ia merobeknya (mengoyaknya) akan tetapi ia bersikap sopan dengan mengembalikannya pada sifat dirinya yaitu sebagai hamba Allah sehingga tidak merasa kehilangan atau sedih. Bahkan terkadang ia seharusnya merasa gembira dengannya karena mungkin ada hikmah atau rahasia yang belum ia ketahui di dalamnya.
Allah SWT berfirman:
وَعَسَى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ، وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ، وَاللهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [S. Al-Baqarah: 216]
Allah SWT berfirman:
فَعَسَى اَنْ تُكْرِهُوْا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Maka mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.[S. An-Nisa: 19]
Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ شَيْءٍ يُقَدَّرُ حَتْى الْعَجْزُ وَالْكَيْسُ
Setiap segala sesuatu ditakdirkan hingga kelemahan dan kecerdasan. [Hadis Riwayat Muslim dari Ibnu Umar]
Kesimpulan:
Kita harus bersikap optimis dan berkeyakinan yang kuat (berpikir positif) ketika akan mengerjakan atau menghendaki sesuatu sehingga akan lebih dapat mewujudkan pekerjaan atau keinginan tersebut.
Tetapi kita wajib berkeyakinan bahwa sebab-sebab sebenarnya tidaklah merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan dan terwujudnya keinginan atau pekerjaan kita.
Faktor yang terpenting adalah qadla’ dan qadar Allah SWT,
Dengan demikian jika kita mendapatkan keinginan kita terwujud, kita dapat bersyukur akan nikmat yang Allah SWT berikan kepada kita.
Dan jika kita tidak mendapatkan keinginan tersebut terwujud kita tetap merasa gembira dan optimis bahwa Allah pasti menentukan hal yang lebih baik dan layak bagi kita dari yang keinginan kita tersebut.
والله أعلم بالصواب والخطاء
------------------------------
Sebelumnya ,,, >>
1. Takdir yang ada di ilmu Allah. Takdir ini tidak mungkin dapat berubah, sebagaimana Nabi Muhammad saw bersabda:
لاَيَهْلِكُ اللهُ إلاَّ هَالِكًا
"Tiada Allah mencelakakan kecuali orang celaka, yaitu orang yang telah ditetapkan dalam ilmu Allah Taala bahwa dia adalah orang celaka."
2. Takdir yang ada dalam Lauhul Mahfudh. Takdir ini mungkin dapat berubah, sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Ra'du ayat 39 yang berbunyi:
يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ.
"Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang dikehendaki, dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauhul Mahfudz)."
Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa beliau mengucapkan dalam doanya yaitu "Ya Allah jika engkau telah menetapkan aku sebagai orang yang celaka maka hapuslah kecelakaanku, dan tulislah aku sebagai orang yang bahagia".
3. Takdir dalam kandungan, yaitu malaikat diperintahkan untuk mencatat rizki, umur, pekerjaan, kecelakaan, dan kebahagiaan dari bayi yang ada dalam kandungan tersebut.
4. Takdir yang berupa penggiringan hal-hal yang telah ditetapkan kepada waktu-waktu yang telah ditentukan. Takdir ini juga dapat diubah sebagaimana hadits yang menyatakan: "Sesungguhnya sedekah dan silaturrahim dapat menolak kematian yang jelek dan mengubah menjadi bahagia." Dalam salah satu hadits Nabi Muhammad saw pernah bersabda,
إنَّ الدُّعَاءَ وَالبَلاَءَ بَيْنَ السَّمَاءِ والاَرْضِ يَقْتَتِلاَنِ وَيَدْفَعُ الدُّعَاءُ البَلاَءَ قَبْلَ أنْ يَنْزِلَ.
"Sesungguhnya doa dan bencana itu diantara langit dan bumi, keduanya berperang; dan doa dapat menolak bencana, sebelum bencana tersebut turun."
Diantara kebiasaan kaum muslimin pada malam Nisfu Sya'ban adalah melakukan salat pada tengah malam dan datang ke pekuburan untuk memintakan maghfirah bagi para leluhur yang telah meninggal dunia. Kebiasaan seperti ini adalah berdasar dari amal perbuatan atau sunnah Nabi Muhammad saw. Antara lain ada hadist yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Musnadnya dari Sayidah Aisyah RA, yang artinya kurang lebih sebagai berikut:
"Pada suatu malam Rasulullah saw berdiri melakukan salat dan beliau memperlama sujudnya, sehingga aku mengira bahwa beliau telah meninggal dunia. Tatkala aku melihat hal yang demikian itu, maka aku berdiri lalu aku gerakkan ibu jari beliau dan ibu jari itu bergerak lalu aku kembali ke tempatku dan aku mendengar beliau mengucapkan dalam sujudnya: "Aku berlindung dengan maaf-Mu dari siksa-Mu; aku berlindung dengan kerelaan-Mu dari murka-Mu; dan aku berlindung dengan Engkau dari Engkau. Aku tidak dapat menghitung sanjungan atas-Mu sebagaimana Engkau menyanjung atas diri-Mu." Setelah selesai dari salat beliau bersabda kepada Aisyah, "Ini adalah malam Nisfu Sya'ban. Sesungguhnya Allah 'azza wajalla berkenan melihat kepada para hamba-Nya pada malam Nisfu Sya'ban, kemudian mengampunkan bagi orang-orang yang meminta ampun, memberi rahmat kepada orang-orang yang memohon rahmat, dan mengakhiri ahli dendam seperti keadaan mereka."
Nabi Muhammad saw pada malam Nisfu Sya'ban berdoa untuk para umatnya, baik yang masih hidup maupun mati. Dalam hal ini Sayidah Aisyah RA meriwayatkan hadits:
إنَّهُ خَرَجَ فِى هَذِهِ اللَّيْلَةِ إلَى الْبَقِيعِ فَوَجَدْتُهُ يَسْتَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ وَالشُّهَدَاءِ.
"Sesungguhnya Nabi Muhammad saw telah keluar pada malam ini (malam Nisfu Sya'ban) ke pekuburan Baqi' (di kota Madinah) kemudian aku mendapati beliau (di pekuburan tersebut) sedang memintakan ampun bagi orang-orang mukminin dan mukminat dan para syuhada."
Banyak hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, at-Tirmidzi, at-Tabrani, Ibn Hibban, Ibn Majah, Baihaqi, dan an-Nasa'i bahwa Rasulullah saw menghormati malam Nisfu Sya'ban dan memuliakannya dengan memperbanyak salat, doa, dan istighfar