--
Oleh : Mbah Jenggot (admin)
Diceritakan bahwa setelah Nabi Musa a.s berhasil mengalahkan orang-orang kafir, beliau di perintahkan oleh Allah agar menyeru manusia untuk memperbanyak syukur kepadaNya. Suatu ketika ia ditanya oleh seseorang tentang siapa yang paling berilmu (alim) pada saat itu spontan Nabi Musa menjawab bahwa dirinyalah yang paling alim saat itu. Jawaban itulah yang selanjutnya menjadi penyebab merantaunya Nabi Musa mencari hamba Allah yang memiliki ilmu yang jauh lebih tinggi dibanding dirinnya.
Seperti yang dituturkan oleh Al Qur’an Al Karim surat Al Kahfi : 60 – 65.
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا (60) فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا (61) فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آَتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا (62) قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا (63) قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آَثَارِهِمَا قَصَصًا (64) فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آَتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا (65)
60. Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada muridnya[885]: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau Aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
61. Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
62. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita Telah merasa letih Karena perjalanan kita ini".
63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya Aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan Aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".
64. Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
65. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang Telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang Telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami[886].
[885] menurut ahli tafsir, murid nabi Musa a.s. itu ialah Yusya 'bin Nun.
[886] menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikut.
akhirnya Nabi Musa berhasil menemukan hamba Allah yang di kenal dengan Khidir itu. Dalam melakukan perjalanan tersebut, paling tidak Nabi Musa mendapatkan tiga kejadian aneh yang selama ini belum pernah ia temui.
Pertama, takala Nabi Khidir melobangi dinding perahu yang telah menolong mereka. Ketika ditanya oleh nabi Musa, Nabi Khidir hanya menjawab, ”Bukankah telah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan bisa sabar bersamaku”. Nabi Musa akhirnya minta maaf atas kekhilafannya.
Kedua, Ketika Nabi Khidir membunuh seorang anak kecil yang tidak berdosa.” Mengapa engkau bunuh seorang jiwa yang suci dengan tanpa kebenaran?”. Tanya Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Khidir hanya memberikan jawaban seperti semula. “Bukankah telah aku katakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan bisa sabar bersamaku ”. Kali ini Nabi Musa berjanji untuk tidak mengulangi kesalahannya.
Ketiga, ketika Nabi Khidir berbaik hati memperbaiki sebuah rumah yang nyaris roboh, padahal penduduk desa tersebut tak ada seorangpun yang bersedia menerima kehadiran mereka. ”Seandainya engkau mau, tentu engkau bisa meminta upah?”. Ujar Nabi Musa. Dan kalimat inilah yang mengakhiri masa belajarnya dengan Nabi Khidir. Sebelum keduanya berpisah, Nabi Khidir menceritakan rahasia segala apa yang telah ia lakukan.
Pertama pembocoran dinding perahu yang bertujuan agar tidak dirampas oleh raja yang zalim. (pada waktu itu ada raja zalim yg merampas perahu milik rakyat yg masih layak )
Kedua tentang pembunuhan anak kecil yang di takutkan akan menyesatkan kedua orang tuanya jika di biarkan hidup. Karena itu , Nabi Khidir membunuhnya dengan harapan agar Allah mengantinya dengan anak yang sholeh. Ketiga rumah yang di perbaiki oleh Nabi Khidir tanpa meminta upah adalah milik dua orang anak yatim piatu. Di bawah rumah tersebut terdapat harta benda berharga. Diharapkan jika rumah tersebut diperbaiki, dapat menjaga harta tersebut hingga dua anak yatim itu dewasa.” Demikian Ta’wil perkara yang engkau tidak sanggup untuk bersabar”. Ujar Nabi Khidir menyudahi penjelasannya.
Ibroh/Pelajaran yang dapat diambil dari kisah diatas adalah :
”Sebagai murid seperti Nabi Musa adalah agar menjadi murid yang tahu diri. Takalah ia mendapat teguran, bahwa ada orang lain yang lebih berilmu ia langsung sadar dan mengakui kesalahannya.
Di sisi lain sebagai guru Nabi Khidir adalah sosok yang tidak hanya bisa di contoh dari sisi keguruan (pendidik), tapi juga sebagai sosok pemimpin. Kesabaran dan penjelasan tentang segala yang ia kerjakan memberi ketenangan pada muridnya. Ia bukan sosok yang mau menang sendiri, tertutup atau mau membingungkan muridnya.
Diceritakan bahwa setelah Nabi Musa a.s berhasil mengalahkan orang-orang kafir, beliau di perintahkan oleh Allah agar menyeru manusia untuk memperbanyak syukur kepadaNya. Suatu ketika ia ditanya oleh seseorang tentang siapa yang paling berilmu (alim) pada saat itu spontan Nabi Musa menjawab bahwa dirinyalah yang paling alim saat itu. Jawaban itulah yang selanjutnya menjadi penyebab merantaunya Nabi Musa mencari hamba Allah yang memiliki ilmu yang jauh lebih tinggi dibanding dirinnya.
Seperti yang dituturkan oleh Al Qur’an Al Karim surat Al Kahfi : 60 – 65.
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا (60) فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا (61) فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آَتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا (62) قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا (63) قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آَثَارِهِمَا قَصَصًا (64) فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آَتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا (65)
60. Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada muridnya[885]: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau Aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
61. Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
62. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita Telah merasa letih Karena perjalanan kita ini".
63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya Aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan Aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".
64. Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
65. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang Telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang Telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami[886].
[885] menurut ahli tafsir, murid nabi Musa a.s. itu ialah Yusya 'bin Nun.
[886] menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikut.
akhirnya Nabi Musa berhasil menemukan hamba Allah yang di kenal dengan Khidir itu. Dalam melakukan perjalanan tersebut, paling tidak Nabi Musa mendapatkan tiga kejadian aneh yang selama ini belum pernah ia temui.
Pertama, takala Nabi Khidir melobangi dinding perahu yang telah menolong mereka. Ketika ditanya oleh nabi Musa, Nabi Khidir hanya menjawab, ”Bukankah telah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan bisa sabar bersamaku”. Nabi Musa akhirnya minta maaf atas kekhilafannya.
Kedua, Ketika Nabi Khidir membunuh seorang anak kecil yang tidak berdosa.” Mengapa engkau bunuh seorang jiwa yang suci dengan tanpa kebenaran?”. Tanya Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Khidir hanya memberikan jawaban seperti semula. “Bukankah telah aku katakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan bisa sabar bersamaku ”. Kali ini Nabi Musa berjanji untuk tidak mengulangi kesalahannya.
Ketiga, ketika Nabi Khidir berbaik hati memperbaiki sebuah rumah yang nyaris roboh, padahal penduduk desa tersebut tak ada seorangpun yang bersedia menerima kehadiran mereka. ”Seandainya engkau mau, tentu engkau bisa meminta upah?”. Ujar Nabi Musa. Dan kalimat inilah yang mengakhiri masa belajarnya dengan Nabi Khidir. Sebelum keduanya berpisah, Nabi Khidir menceritakan rahasia segala apa yang telah ia lakukan.
Pertama pembocoran dinding perahu yang bertujuan agar tidak dirampas oleh raja yang zalim. (pada waktu itu ada raja zalim yg merampas perahu milik rakyat yg masih layak )
Kedua tentang pembunuhan anak kecil yang di takutkan akan menyesatkan kedua orang tuanya jika di biarkan hidup. Karena itu , Nabi Khidir membunuhnya dengan harapan agar Allah mengantinya dengan anak yang sholeh. Ketiga rumah yang di perbaiki oleh Nabi Khidir tanpa meminta upah adalah milik dua orang anak yatim piatu. Di bawah rumah tersebut terdapat harta benda berharga. Diharapkan jika rumah tersebut diperbaiki, dapat menjaga harta tersebut hingga dua anak yatim itu dewasa.” Demikian Ta’wil perkara yang engkau tidak sanggup untuk bersabar”. Ujar Nabi Khidir menyudahi penjelasannya.
Ibroh/Pelajaran yang dapat diambil dari kisah diatas adalah :
”Sebagai murid seperti Nabi Musa adalah agar menjadi murid yang tahu diri. Takalah ia mendapat teguran, bahwa ada orang lain yang lebih berilmu ia langsung sadar dan mengakui kesalahannya.
Di sisi lain sebagai guru Nabi Khidir adalah sosok yang tidak hanya bisa di contoh dari sisi keguruan (pendidik), tapi juga sebagai sosok pemimpin. Kesabaran dan penjelasan tentang segala yang ia kerjakan memberi ketenangan pada muridnya. Ia bukan sosok yang mau menang sendiri, tertutup atau mau membingungkan muridnya.