Oleh: Jum’an Basalim
Kebanyakan kita tahu bahwa ada dua jenis
kolesterol yaitu kolesterol jahat (LDL) yang berbahaya bagi jantung bila
ketinggian dan kolesterol baik (HDL) yang berbahaya kalau kerendahan.
Pengamatan membuktikan bahwa orang dengan kadar HDL yang rendah lebih
banyak terkena serangan jantung dibanding yang ber-HDL tinggi. Orang
percaya bahwa dengan menaikkan HDL akan mengurangi resiko serangan
jantung dan para ahli juga telah berhasil menciptakan obat yang efektif
untuk menaikkan HDL. Belum lama ini dunia kedokteran dikejutkan oleh
hasil penelitian bahwa ternyata menaikkan HDL tidak berpengaruh
sedikitpun terhadap bahaya serangan jantung. Penelitian oleh Institut
Kesehataan Nasional AS dengan dukungan dari pabrik obat Abbott dan Merck
itu melibatkan lebih dari 3000 pasien jantung yang semuanya sedang
diberi obat statin untuk menurunkan LDL (kolesterol jahat) mereka.
Setengah dari mereka juga diberikan niacin (Niaspan) dosis tinggi untuk
menaikkan kadar HDL mereka. Kadar HDL mereka memang naik tetapi para
peneliti tidak melihat penurunan apapun termasuk kematian dibandingkan
mereka yang hanya makan obat statin saja. Karena itu penelitian tentang
peningkatan HDL untuk mengurangi serangan jantung itu dihentikan lebih
awal pada pertengahan tahun ketiga dari rencana semula enam tahun. Jadi
pengamatan saja hanya menunjukkan adanya korelasi antara kadar HDL yang
rendah dan serangan jantung, bukan saling menyebabkan satu sama lain.
Uji klinis diatas jelas menunjukkan bahwa menaikkan HDL tidak
menyebabkan penurunan serangan jantung. Begitulah kenyataannya.
Merancang
penelitian memang sulit. Kita ingin mengetahui adakah hubungan antara
kegemukan dan kematian, apakah orang gemuk lebih pendek umur daripada
orang kurus. Kalau hanya mengamati perbandingan angka kematian orang
gemuk dan orang kurus, mungkin hasilnya menyesatkan. Bagaimana kalau
kebanyakan orang gemuk lebih suka naik mobil dan meningkatkan angka
kematian karena tabrakan. Atau orang kurus lebih suka minum alkohol
sehingga meningkatkan kematian oleh penyakit terkait? Faktor-faktor
tertentu dapat membuat rancu suatu hasil penelitian. Sebuah hasil survey
kantor berita terkenal ABC News tahun 2004 menyimpulkan sesuatu yang
terasa ganjil: bahwa kehidupan seksual anggota partai Demokrat (Obama)
kurang memuaskan dibanding kehidupan seksual partai Republik. Tapi para
responden wanita juga banyak merasa kurang puas dengan kehidupan seks
mereka; padahal anggota partai Demokrat lebih banyak wanitanya daripada
partai Republik. Bagaimana kita bisa tahu bahwa kehidupan seksual yang
kurang memuaskan itu disebabkan oleh aliran politik atau hanya efek
samping dari banyaknya wanita anggota partai Demokrat? Sebenarnya ada
cara untuk mengoreksi kerancuan ini tetapi kadang-kadang tak terpikir
lebih dulu. Atau peneliti kesulitan untuk menentukan apakah suatu faktor
akan merancukan atau tidak.
Ketika CDC (Pusat
Pengendalian Penyakit AS) menerbitkan hasil penelitian mereka bahwa
orang yang sedikit kelebihan berat badan hidup lebih lama daripada orang
kurus, beberapa institusi mengkritk hasil penelitian itu dan menyatakan
bahwa CDC kurang mengantisipasi hal-hal yang mungkin merancukan
(confounding factor) hasil penelitian itu. Apakah orang kurus yang
dilibatkan itu sehat atau sakit? Kalau mereka kurus karena sakit,
mungkin mereka akan lebih pendek umur karena sudah sakit bukan karena
kurus. Tetapi kalau mereka sakit karena mereka kurus, maka tak ada
kerancuan dalam hasil penelitian itu. Dalam hal ini penyakit merupakan
faktor perancu yang belum dipertimbangkan oleh CDC. Memang tidak terlalu
mudah untuk membedakan seseorang kurus karena sakit atau sakit karena
kurus. Wajar jika dikatakan hasil pengamatan itu rancu. Jika hasil
penelitian tidak mencantumkan faktor-faktor perancu (misalnya jenis
kelamin, penyakit, umur) maka kesimpulan hasilnya dapat menyesatkan.