Rama Rif
B i s m i l l a h ...
Tidak seperti biasanya. Hari itu aku menyempatk an waktu untuk datang berkunjung ke rumah seorang kyai. Di samping silaturrah im karena lama tak berjumpa, aku pun berniat untuk numpang istirahat sekedar menghilang kan lelah karena telah melakukan perjalanan yang cukup lumayan jauh.
Saat aku sampai di depan pintu rumahnya, seperti umumnya para tetamu.
Akupun mengucapka n salam;
Assalamu alaikuuuum .....
!!!!
Tidak berapa lama, keras kudengar jawaban salamku dari dalam
"Waalaikum salaaam.. monggo le.. monggoo melebu Hooo..!!”
Begitu keras kudengar jawaban salam dari dalam.
Dengan penuh santun, aku langkahkan kakiku menujunya.
“Heheheheh e”. Kyai tengah tersenyum- senyum sendirian, dengan penuh riang di hadapan layar monitor sambil terus memainkan mousenya
“Hahahahah a”. Sambil terus tertawa, tangannya menari begitu cekatan, menekan huruf demi huruf, angka, tanda baca, dan entah apalagi. Sesekali tangannya menggaruk- garuk kepala sambil terkekeh-k ekeh kegirangan .
“ Kyai..”! lirih aku memanggiln ya.
“ Sebentar le.. sebentar le....aku masih bahstul masail ! ; jawabnya dengan nada tinggi.
“ Oohh..maaf Kyai ”; Jawabku spontan dengan lirih.
“Sebentar yo le ”; Jawabnya datar.
“Na’am Kyai”; timpalku.
“Aku lagi coment le. Sekalian ganti status hubungan. Marem
tenaaan... .. emoticonny a lucu-lucu le. Lebay & alay kabeh cah-cah iki
”. Ucapnya lagi.
Mendengar itu, Aku sempat tersentak kaget. Ku coba mencuri pandang kelayar monitor.
“HAH. FACEBOOK?!
Seperti baru tersadar, bahwa ia telah keceplosan bicara. Kyai pun melihatku dengan penuh kaget.
“ Roman tokh ? Hadooh.!! Sepurone man. Sepurone.. monggo-monggo... silahkan.! Ucapnya.
”Bu.. bu.. buatkan kopi ! Enek roman teko bu.!!!” Sambil teriak kyai mengambil bajunya.
“ Gak apa-apa kyai, teruskan saja bahstul-ma sailnya ” . kataku.
" Pun. Sampun ko man !! jawabane Mauquf ”. Sambutnya.
“wah . Maaf kyai, jadi ganggu nih ?” ucapku.
”Mboten-mb oten.
wis suwe gak petuk. Yo piye awakmu man. Sehat
to man ?” tanyanya.
"Alhamduli llah Kyai”. Jawabku..
Tak lama kemudian empat cangkir Kopi pun datang. Kami pun berbincang -bincang dengan panjang lebar. Sambil sesekali menikmati hidangan kue-kue pasar dan buah di wadah parcel..
Singkat cerita; setelah aku anggap cukup. Aku pun mohon pamit.
“ Kyai, ana mohon pamit. Mohon doanya agar selamet dalam perjalanan .
Terima kasih atas jamuannya. Sekali lagi, ana mohon maaf kalau ana dah ganggu kesibukan kyai”. Kataku.
“Ya. Ya. Mboten nopo-nopo ko man. Malah aku seneng eh..!!! sing
ngati-ngat i ning dalan yo!!! Selamet selamet selamet..A amiin
Aamiin
Aamiin”. Jawabnya tangkas.
Kyai pun bangkit dan kami berpelukan , bersalam-s alama
n. aku
berlalu menuju pintu utama rumahnya yang memang cukup besar.
Tak seperti biasanya. Kyai menahan lajunya persis di meja kerjanya.
Ia pun memutar-mu tar most computerny a.
Rupanya Facebookny a belum di“ sign out ”.
Sambil berdiri kyai membaca tulisan pada monitornya dengan
tersenyum- senyu
m. Seperti lupa bahwa aku masih ada di depan
pintu utamanya. Aku pun tak mau mengganggu nya.
“Kyai, Bil Qulub yo.. Ilalliqo”. Kata ku.
“Monggo monggo man”. Sambil terus memainkan mostnya tanpa
menoleh.
”Bahtsul-m asail
lagi Kyai.?” Candaku.
" Inggih roman. Baru dapat takbir, barusan ”. Jawabnya sambil
terkekeh.
Aku melenggang menuju motorku. Sepanjang jalan aku berpikir
sambil terus menyenyumi ulah Kyai.
“Luar biasa”. Gumamku.
“Ternyata sihir Facebook mampu membuat Kyai lupa pada
keluwesan dan
kebiasaan lawasnya, keistiqoma hanny
a, bahkan santri lamanya
ya..?????
Dalam hati aku terus berkata;
Apakah facebook telah mampu menggeser posisi keyakinan?
Apakah konsentras i penuh dalam membaca Qur’an, Hadis dan
Kitab-kita b itu telah dialokasik an kepada layar monitor yang berisi
gambar, foto gadis, emoticon dan coment-com ent?
Sehingga separuh atau sepertiga waktu dan perhatiann ya hanya
dipakai untuk cengangas- cenge
nges di depan layar monitor?
Apakah buah tasbih telah tergantika n dengan angka dan hurup pada
kifet-kife t tekhnologi anak zaman?
Apakah Facebook lebih pantas dia perhatikan dibandingk an santri
yang notebene-n ya adalah titipan Allah dan masyarakat nya?
Sejuta tanya timbul tenggelam dalam hatiku. Dan selanjutny a aku
hanya terdiam dalam tanya. Kini, Aku hanya mampu berdoa.
“Semoga Facebook pun dapat menjadi ladang subur buat memupuk
bekal hidup sesudah mati”. Aamiin..!! !!
By : Catatan bukuku, saat ku bertamu ke rumah kyai
Maaf boleh nyontek :)
http://0.facebook.com/home.php?sk=group_196355227053960&view=doc&id=312859168736898&refid=7