Oleh: Jum'an Basalim
Hari ini dunia tidak berpihak kepada kita!
Begitu kata orang bila seharian mengalami kesulitan terus-menerus.
Kenyataan memang sering menyimpang dari harapan. Bukti sering menyimpang
dari janji. Kelakuan tidak selalu sama dengan keyakinan. Saya percaya
bahwa bagun pagi lebih banyak rejeki tetapi saya benar-benar merasakan
bahwa bangun lebih siang adalah lebih nikmat. Cita-cita saya meraih
rejeki berlawanan dengan kebiasaan saya bangun siang dan konflik ini
sedikit banyak menjadikan saya terus menerus merasa resah dan serasa
mengganjal. Sebenarnya saya punya niat dan tekad untuk menghilangkan
keresahan ini tapi tidak pernah tuntas. Kadang-kadang saya paksakan diri
untuk bangun pagi. Tetapi kadang-kadang kembali bangun siang dengan
pelampiasan: mustahil tidak ada rejeki disiang hari! Jadi penyelesaian
yang saya tempuh tidak konsisten sekali-sekali dengan merubah sikap,
sekali-sekali dengan merubah keyakinan. Namun bukti dari tahun ketahun
menunjukkan bahwa saya lebih banyak merubah keyakinan daripada merubah
sikap. Lebih banyak tidur lagi sesudah solat subuh ketimbang terus mandi
dan beraktivitas.
Menurut Leon Festinger
psikolog yang terkenal dengan teori-teori psikologi sosialnya,
ketidak-selarasan antara keyakinan dan perilaku akan menyebabkan
ketegangan psikologis yang tidak nyaman. Ini akan menyebabkan orang
mengubah keyakinan mereka sesuai dengan perilaku mereka, bukan
sebaliknya seperti perkiraan akal sehat. Ini disebabkan karena ketika
seseorang memegang dua hal yang berlawanan secara bersamaan pikirannya
menjadi bias (menyimpang, seperti mata melihat pensil yang lurus
terlihat bengkok bila dicelupkan dalam air) dan menyangka bahwa pilihan
yang dilakukannya adalah benar meskipun bukti menunjukkan sebaliknya.
Fenomena ini menjadi petunjuk untuk memahami mengapa orang kadang-kadang
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebijaksanaan umum dan akal
sehat, seperti mengapa saya memilih bangun siang ketimbang mengejar
rejeki lebih banyak.
Sebagai mantan perokok, saya mengakui
bahwa merokok itu benar memberikan kenikmatan fisik dan psikologis;
saya yakin perokok lain juga akan mengakuinya. Tetapi bukti-bukti
menunjukkan bahwa merokok menyebabkan kangker paru-paru yang
memperpendek umur. Padahal para perokok itu juga ingin beumur panjang.
Jadi mereka memegang dua hal yang berlawanan secara bersamaan, seperti
merasakan manisnya madu dan pahitnya racun sekaligus. Karena itu mereka
mengalami bias dan berpikir bahwa memilih nikmatnya merokok adalah
pilihan yang benar meskipun mereka melihat bukti sebaliknya dengan
jelas. Mereka merasionalisasi kebiasaan mereka dengan menyimpulkan bahwa
perokok yang terkena kangker hanyalah sedikit saja yaitu perokok sangat
berat lagi pula mereka yang tidak mati oleh rokok akan mati juga oleh
sebab lain! Bahkan kaum muslimin yang perokok saya kira mereka merasa
yakin (tanpa keraguan) bahwa Alloh sebenarnya tidak mengharamkan rokok.
Rasanya tidak ada unsur kejahatan didalamnya. Tentang fatwa haram
merokok MUI? Sampai dimana kredibilitas mereka? Menurut dugaan saya ada
sejumlah besar perokok yang tak akan tergoyahkan oleh anjuran dan
bukti-bukti apapun.
Semua agama samawi mengutuk hubungan
sesama jenis, mungkin seribu kali lebih berdosa dari merokok tetapi di
Dunia Barat sana (yang sama-sama manusia seperti kita juga) ada kaum gay
yang bahkan secara resmi diangkat sebagai pendeta. Betapa yakinnya
mereka bahwa Tuhan mereka tidak melarangnya dan betapa manusia ternyata
lebih suka mengubah agamanya agar sesuai dengan perilakunya daripada
sebaliknya.