Gigi merupakan alat untuk mengunyah makanan. Sehingga bila gigi seseorang copot, maka sebagian orang menggantikannya dengan gigi palsu yang dibuat dari emas, karena kebiasaan emas tidak berkarat dan tidak menimbulkan infeksi pada gusi.
Namun Bagaimana hukumnya mayat yang memakai gigi emas. Apakah wajib dicabut atau boleh dikubur bersama gigi emasnya?
jawaban:ini berbeda dengan keputusan muktamar NU ke-6 di Pekalongan pada tanggal 27 Agustus 1931 M. Lihat buku Solusi problematika Aktual hukum Islam.
- Bila ahli waris mayat tersebut Ridha tidak dicopotnya gigi palsu yang dibuat dari emas tersebut, maka boleh dikuburkan mayat tersebut tanpa harus mencabutnya terlebih dahulu. Dan tidak dianggap menyia-nyiakan harta karena mempunyai tujuan yang dibolehkan oleh syar'i, yaitu memuliakan mayit. Bahkan menurut pendapat yang kuat tidak boleh mencabutnya, bila sudah bersedaging, yaitu bila dicabut maka akan sampai pada tataran mahzur tayamum. Dan gigi tersebut bukan lagi hak ahli waris dan ghuramak (creditor).
- Namun bila gigi palsu tersebut dicabut tidak sampai pada tataran penyebab yang membolehkan tayamum, maka gigi tersebut adalah hak ahli waris dan hak ghuramak. Oleh karena itu bila mereka menuntut untuk mencabutnya, maka wajib dicabut gigi tersebut walaupun menghilangkan kehormatan mayat, karena hak mereka lebih diutamakan dari pada kehormatan mayat, ini dapat dibuktikan dengan masalah mayat menelan harta orang lain, dimana dalam hal itu wajib dibelah perut mayat tersebut.
Referensi:
Abdul Hamid Syarwani, Hasyiah syarwani 'ala tuhfatul muhtaj, Dar Al-Fikr, 1997, jilid 3 hal.303
فرع) لو اتخذ للرقيق نحو أنملة أو أنف فهل يدخل في بيعه وعلى الدخول هل يصح بيع ذلك الرقيق حينئذ بذهب أولا للربا ويتجه أن يقال أن التحم ذلك بحيث صار يخشى من نزعه محذور تيمم صار كالجزء منه فيدخل في بيعه ويصح بيعه حينئذ بالذهب لانه متمحض للتبعية غير مقصود بالنسبة لمنفعة الرقيق بخلاف الدار المصفحة بالذهب حيث امتنع بيعها بالذهب لقاعدة مد عجوة لان الذهب المصفحة به يتأتى ويقصد فصله عنها بخلاف ما هنا.
فرع) آخر حكم ما اتصل بالرقيق مما ذكر في الطهارة أنه إن صار بحيث يخشى من نزعه محذور تيمم كفى غسله ولم يجب إيصال الماء إلى ما تحته من البدن ولا التيمم عما تحته وإلا فحكمه حكم الجبيرة هكذا ينبغي سم
.
Ibnu Hajar, Tuhfatul Muhtaj, Dar Al-Fikr, 1997, jilid 2 hal.136
فإن مات ) من لزمه النزع قبله ( لم ينزع ) أي لم يجب نزعه ( على الصحيح ) لأن فيه هتكا لحرمته أو لسقوط الصلاة المأمور بالنزع لأجلها
Sayid Bakri ibn Sayid Muhammad Syatha, I‘anatuth Thalibin, Haramain, Jilid 2, hal.115
ولا يقال إنه تضييع مال لانه تضييع لغرض، وهو إكرام الميت وتعظيمه، وتضييع المال وإتلافه لغرض جائز. م ر. سم
.
Abdul Hamid Syarwani, Hasyiah syarwani 'ala tuhfatul muhtaj, Dar Al-Fikr, 1997, jilid 3 hal.224
ولو بلغ مال غيره وطلبه مالكه ولم يضمن بدله أحد من ورثته أو غيرهم كما نقله في الروضة عن صاحب العدة وهو المعتمد نبش وشق جوفه ودفع لمالكه
Pemahaman tentang tidak boleh mencabut gigi tersebut bila sudah bersedaging/bersatu adalah hasil dari conparison (perbandingan) dengan masalah budak yang melakukan penyambungan ujung jarinya dengan emas sehingga bersatu/bersedaging. Dimana bila seorang majikan ingin menjual budak tersebut, maka sah menjualnya dengan emas tanpa harus mencabut emas tersebut terlebih dahulu, karena ini tidak dikatagorikan dalam bab jual beli ribawy yang diharamkan oleh syar'i.