A. Latar Belakang Masalah
Suatu keniscayaan bahwa manusia diciptakan Allah dari laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi dan menyempurnakan dalam menjalani rutinitas kehidupan di dunia, dan sebagai tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang mau berpikir.
Dalam Islam sendiri terdapat beberapa aspek hukum yang mempunyai proporsi yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, yang perbedaan tersebut akhirnya memancing sementara pihak untuk bangkit menuntut persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang. Perbedaan kapasitas antara laki-laki dan perempuan disinyalir telah menempatkan wanita sebagai pihak yang mengalami marjinalisasi (proses pemiskinan ekonomi), subordinasi (dianggab nomor dua), stereotip (pelabelan negatif), violence (kekerasan), dan doble borden (beban kerja ganda). Yang perlakuan tersebut merupakan fakta yang nyata telah terjadinya deskriminasi terhadapkaum perempuan.
Dan hukum fiqh Islam yang berlaku saat ini dianggap telah berperan besar terhadap terjadinya pelanggaran dan ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Hukum fiqh terbukti tidak mampu menjawab permasalahan sosial yang dialami perempuan. Menyikapi permasalahan tersebut, muncullah tuntutan yang mengatasnamakan dirinya pihak yang peduli terhadap hak-hak perempuan untuk menuntut perlakuan yang adil, dan membebaskan wanita dari label-label yang negatif.
Mereka menuntut kesetaraan antar laki-laki dengan perempuan tanpa adanya embel-embel perbedaan hanya karena perbedaan jenis kelamin. Tuntutan mereka dikenal dengan istilah kesetaran jender. Puncak dari semua tuntutan itu adalah diluncurkannya metode tafsir sensitif jender, karena penafsiran teks-teks syari‟at (al-Qur‟an dan Hadist) dengan metode lama dianggap telah memasung hak-hak perempuan dan telah melenceng dari konsep dasar syari‟at yaitu keadilan dan kemaslahatan.
Tuntutan kesetaraan jender tidak bisa dianggap angin lalu, karena dia terus menggelinding bak bola salju yang semakin lama semakin besar, yang kita tidak boleh menutup mata, dan mau tidak mau harus ditanggapi dengan cara yang bijak.
Berangkat dari permasalah diatas, kami tertarik untuk membuat penelitian yang kami beri judul “MEMBEDAH KONSEP TUNTUTAN KESETARAAN JENDER (al-MUSAWAH al-JINSIYAH)”.
B. Rumusan Masalah
- Perlukah melakukan reinterpretasi (penafsiran ulang) terhadap teks-teks syari‟at yang mengandung bias jender?
- Perlukah merekonstruksi (menata ulang) hukum-hukum fiqh yang memiliki bias jender?
- Apakah dalil-dalil syari‟at yang secara literal (makna hakiki) membedakan antara laki-laki dan perempuan hanya dikhususkan berlaku pada konteks turunnya?
- Bagaimanakah interpretasi yang benar terhadap ayat-ayat dan hadist-hadist yang membedakan antara laki-laki dan perempuan.
C. Tujuan Penelitian
- Untuk menganalisa dan membahas dalil-dalil yang dianggab menagdung bias jender.
- Untuk menganalisa dan membedakan nas-nas yang khusus pada konteks tertentu dengan nas-nas yang berlaku universal sepanjang zaman.
- untuk menganalisa dan membuktikan bahwa nas-nas yang telah diterjemahkan dalam teori-teori praktis oleh ulama sama sekali tidak mengandung muatan politis dan tidak mendeskriminaka terhadap kaum perempuan.
D. Manfaat penelitian
- Secara AkademisDari sisi akademis penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui hukum fiqh Islam terhadap kesetaraan jender, dan cara istidlal yang benar terhadap ayat-ayat atau hadist seperti yang telah dijabarkan ulama dalam kitab-kitab klasik, untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi tim lajnah MUDI Mesra pada khususnya dan para thulabah umumnya, untuk bisa berhujjah terhadap kelompok-kelompok yang cenderung antagonik terhadap terhadap fiqh Islam saat ini.
- Secara PraktisSecara praktis, bertujuan agar hasil penelitian ini bisa berguna bagi masyarakat yang merupakan sasaran utama untuk diobok-obok oleh pihak-pihak antagonis agar mereka tetap teguh dan yakin terhadap tatanan fiqh yang sudah ada, agar mereka semakin yakin dalam mengamalkan hukum-hukum syari‟at guna memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan akhirat
Sekilas tentang kesetaraan gender
A. Pengertian Kesetaraan gender
Gender dapat diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial.Acep Sugiri Mencari Kesetaraan gender
Gender bisa juga dikatakan sebagai semua atribut sosial mengenai laki-laki dan perempuan,Laily Hanifah Kamus gender Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI. Keadilan dan Kesetaraan gender (Perspektif Islam).misalnya laki-laki digambarkan memiliki sifat maskulin seperti keras, kuat, rasional, gagah; sementara perempuan digambarkan memilki sifat feminin seperti halus, lemah, perasa, sopan, penakut. Perbedaan tersebut dipelajari keluarga, teman, tokoh masyarakat, lembaga keagamaan, dan kebudayaan, sekolah, tempat kerja periklanan dan media.
Analisis gender adalah serangkaian kriteria yang digunakan gerakan feminisme untuk mempertanyakan ketidakadilan sosial dari aspek hubungan antarjenis kelamin. Dalam melakukan identifikasi terhadap ketidakadilan ini analisis gender mula-mula membuat pembedaan antara apa yang disebut "seks" dan "gender". Seks, demikian didefinisikan, adalah pembedaan laki-laki dan perempuan yang didasarkan atas ciri-ciri biologis. Sedangkan gender adalah pembedaan laki-laki dan perempuan secara sosial.Acep Sugiri Mencari Kesetaraan gender
Prof Dr. Nasaruddin Umar mengatakan, ada beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai standar dalam menganalisis prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam Al-Qur'an. Variabel-variabel tersebut antara lain sebagai berikut :Nasaruddin Umar Prinsip-Prinsip Kesetaraan gender Dalam Al-Qur’an (Bias Jender dalam Penafsiran Al-Qur'an.
1. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba.
2. Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di muka bumi.
5. Laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi meraih prestasi.
1. Pengakuan terhadap eksistensi politik perempuan.
2. Pengakuan terhadap kepemimpinan dalam keluarga.
3. pengakuan untuk berkiprah dalam mengelola ekonomi (lapangan kerja)
4. Pengakuan untuk menentukan pilihan pribadi.
5. Pengetahuan untuk beroposisi.
B. Sejarah Dan Latar Belakang Jender
Isu jender ini sebenarnya bukanlah hal yang baru, tetapi dia adalah gendang lama dengan irama baru, yang muncul dengan wajah dan penampilan yang berbeda, tetapi esensinya tetaplah sama dari masa ke masa.
Sebenarnya kelompok-kelompok yang mengatasnamakan dirinya sangat beragam, dan dengan nama dan tema yang bervariasi. Diantara tokoh-tokoh cendekiawan Islam yang pernah mempopulerkannya adalah Afsaneh Najma badeh dan Mir Hosseini dari Iran,Mai Yamani dari Arab sudi, Yesim Arat dari Turki, Hudi Sharawi dari Mesir, Amina Wadud Muhsin dari Afrika Selatan, Rifaat Hasan, Fatima Naseef, Fatima Mernissi dari Maroko, Hidayat Tuksal, Aziza al-Hibri, dan Shaheen sardar Ali.Perdebatan Kontemporary Mengenai Kesetaraan Gender : Islamis Versus feminis Muslim
Di Indonesia ada juga beberapa tokoh yang lantang menyuarakan tuntutan kesetaraan jender, seperti Nasaruddin Umar, Musdah Mulia, dan Farid Muttaqien. Ada juga yang bergerak atas nama lembaga seperti Rahima, suatu lmbaga non pemerintah yang giat melakukan kajian dalam forum-forum dan seminar-seminar degan topik pembebasan terhadap kaum wanita.
C. Azas dan Tuntutan Jender
Kaum pejuang jender mempunyai beberapa alasan untuk menggugat kemapanan hukum fiqh Islam saat ini:
- Metodologi Ushul Fiqh klasik yang sampai saat ini masih berlaku untuk mengistinbathkan hukum ternyata tidak mampu menjwab persoalan sosial terutama terhadap perempuan.Acep Sugiri, Mencari Teori Kesetaraan
- Penafsiran secara tekstual tidak efektif, karena teks bersifat statis (tetap/jumud) sedangkan masyarakat bersifat dinamis. Pemahaman yang terikat dengan makna zahir teks dalam jangka panjang tentu tidak akan mampu mengakomodasi dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Karena itulah perlu diterapkan pendekatan “hierarkisasi al-Qur?an”.Ibid
- Penafsiran yang dilakukan ulama silam adalah subjektif, bahkan semua penafsiran adalah subjektif, karena adanya pra-konsepsi sebelum seseorang memahami teks bersesuaian dengan budaya masyarakat setempat.Perdebatan Kontemporary…
- Salah satu kelemahan fiqh yang ada selama ini adalah tidak adanya perspektif keadilan jender di dalamnya.Laily Hanifah, Kesetaraan Jender Dalam Islam (dikutip dari Hasyim 2001)
- Fiqh (syariat) itu bukan Al Quran dan bukan pula sunnah sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukan perubahan di dalamnya. Kita hanya boleh mengubah sampai pada tingkat reinterpretasi atas tafsir-tafsir Al Quran dan sunnah yang telah dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu, bukan perubahan atas Al Quran dan sunnah itu sendiri.
- Fiqh (syariat) adalah hasil ijtihad manusia yang tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan yang sangat bergantung kepada konsep perubahan ruang dan waktuIbid
- Berkaitan dengan validitas sebuah interpretasi, tidak ada yang berhak mengklaim suatu interpretasi sebagi sesuatu yang final, universal, dan abadi kecuali al-Quran. Oleh karena itu setiap generasi memiliki hak untuk membuat interpretasi baru yang selaras dengan tuntutan zaman dan selaras dengan kesadaran obyektif masyarakatnya.Musdah Mulia Konsep Perempuan Dalam Islam (dikutip dari an-Naim 1995)
- Sebagai sebuah hasil proses interpretasi teks Al Quran dan sunnah Nabi saw melalui berbagai persyaratan metodologis dan intelektualitas yang sangat ketat sekalipun, pasti ada saja kelemahannya mengingat manusia secara fitrahnya memang terbatas, seperti ungkapan sebuah hadis populer “Manusia adalah tempatnya salah dan lupa.” Maka kekurangan dan kesalahan pada diri manusia adalah alamiah. Hal itu sangat mungkin terjadi pada fiqh yang merupakan hasil perumusan manusia. Maka sangat masuk akal dilakukan reinterpretasi atas fiqh, bukan untuk menggugat fiqh tetapi justru untuk mempertahankan fiqh.
- Fakta historis memaparkan sejak periode Islam Klasik berlalu, penafsiran teks-teks keislaman berada dalam dominasi kaum laki-laki, dan sebagai konskwensinya pengalaman perempuan telah diabaikan dalam refleksi teologis. Peminggiran pengalaman perempuan dalam penafsiran teologi dilakukan, antara lain dengan cara melarang perempuan aktif didunia publik. Pelanggaran itu bermakna menghalangi perempuan untuk terlibat dan mengikut sertakan aspirasi dan pengalaman mereka kedalam perumusan sebagai tradisi agama.
Ada beberapa indikasi yang mereka jadikan sebagai pendukung perjuangan mereka, yaitu :
- Perbedaan hukum fiqh antara antar mujtahid yang berbeda tempat dan zaman memberi sinyalemen kuat terhadap adanya pengaruh masa dan situasi tempat dalam penetapan suatu hukum fiqh.
- Membedakan hak-hak perempuan merupakan tindakan yang menentang terhadap semangat al-Qur?an secara umum, yaitu keadilan,kesetaraan dan kemaslahatan.
- Setelah diteliti, ternyata ayat-ayat yang secara zhahiriah teks menganung bias jender hanya cocok dalam kasus yang khusus (asbabu al-Nuzul).
- Untuk reinterpretasi fiqh, teori maqashid al syariah (tujuan syariat) lebih memungkinkan dijadikan sebagai landasan reinterpretasi fiqh daripada yang lain karena memiliki dasar-dasar yang cukup kukuh. Tujuan syariat ini seharusnya merupakan tulang punggung bagi pembentukan konsep hukum fiqh dan semua wacana fiqh yang terbentuk harus sesuai dengan tujuan awal ini.Ibid
- Teks hadist yang mensyaratkan pemimpin dari suku Quraiys tidak lagi diabaikan oleh para ulama, kenapa hadist-hadist lain dipertahankan tekstualnya secara berlebihan?Musdah Mulia Konsep Perempuan Dalam Islam
Ha-hal di atasl juga sesuai dengan prinsip dasar agama Islam sebagai rahmatan lil-alamin, yang berarti juga termasuk rahmat bagi perempuan tanpa terpasung hak-haknya hanya dikarenakan berjenis kelamin perempuan. Dalam Islam juga tidak menganut The Second Sex, yang mengutamakan jenis kelamin tertentu, atau suku bangsa tertentu, sebagaimana ditegaskan dalam AL_Qur?an bahwa yang paling mulai di sisi Allah Swt adalah yang paling baik kualitas takwanya.
Juga ada pernyataan Umar r.a yang mendukung terangkatnya martabat wanita, yaitu : “Kami dahulu sama sekali tidak memperdulikan kaum perempuan, tetapi setelah Islam datang dan Allah menyebut mereka, kami tersadar bahwa mereka memiliki hak atas kami” (HR. Bukhari).
Rasulullah juga memberi hak yang sama bagi perempuan ketika terjadi bai?ah aqabah. Dan pada masa Rasulullah Saw banyak sekali ditemukan wanita yang berprestasi cemerlang layaknya laki-laki, dalam bidang politik, ekonomi, dan berbagai sektor publik lainnya, suatu hal yang sekarang sudah langka.
Islam merupakan agama pertama yang memberikan kebebasan bagi perempuan untuk berkiprah sesuai dengan kemampuannya, suatu hal yang tidak pernah mereka dapatkan sebelumnya. Rasulullah sendiri pernah mengakui legalitas perlindungan yang diberikan oleh Ummmu Hani?terhadap seorang non muslim pada hari penaklukan Mekkah.