Syaifullah
Amin *
الله
ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله
ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله
ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ لاَإلَهَ إلاَّ الله ُوَالله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد ،
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ بِنِْعمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ الَّذِيْ هَدَانَا
لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلاَ أنْ هَدَانَا الله ُ ،
أشْهَدُ أنْ لاَإلَهَ إلاَّ الله
ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيُ خَصَّنَا بِخَيْرِ كِتَابٍ أُنْزِلَ
وَأَكْرَمَنَا بِخَيْرِ نَبِىٍّ أُرْسِلَ وَأَتَمَّ عَلَيْنَا النٍّعْمَةَ
بِأَعْظَمِ دِيْنِ شَرْعٍ دِيْنِ اْلإسْلاَمِ ، أليَوْمَ أكْمَلْتُ لَكُمْ
دِيْنَكُمْ وَأتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإسْلَمَ
دِيْنًا ، وَ أشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ أَدَّى
اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَتَرَكَنَا عَلىَ
اْلمَحَجَّةِ اْلبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا ، لاَيَزِيْغُ عَنْهَا إلاَّ
هَالِكٌ, أللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ الطَّاهِرِيْنِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . أمَّا بَعْدُ ،
فَيَا عِبَادَ
اللهِ ! اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ, وَاعْلَمُوْا أَنَّ
يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ, قَالَ الله ُعَزَّ وَجَلَّ :
وَلِتُكْمِلُوْا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلىَ مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Hadirin
Sidang Sholat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah
Kalimat Takbir
“Allahu Akbar” yang kita kumandangkan setiap saat, merupakan pangkalan kita
bertolak dan berlabuh. Kalimat takbir ini kita selalu kita kumandangkan, baik di
masa-masa damai tenteram dan kita kumandangkan pula ketika masa-masa kritis dan
mencekam.
Kalimat takbir yang
sama, yang sedang kita kumandangkan saat ini, adalah kalimat takbir yang juga
dikumandangkan oleh para pahlawan bangsa kita pada tanggal 10 Nopember 1945
lalu.
Kalimat takbir ini melambangkan keagungan dan kebesaran Allah.
Kalimat ini pulalah yang mempersatukan seluruh umat Islam di muka bumi. Dalam
kandungan takbir terpancar aneka kesatuan, seperti kesatuan alam semesta,
kesatuan dunia dan akhirat, kesatuan natural dan supranatural, kesatuan ilmu dan
kesatuan umat.
Dengan kesatuan alam semesta, maka segala wujud di alam
raya ini, dari yang terkecil sampai yang terbesar, benda-benda bernyawa atau
tidak, baik yang terdeteksi indera maupun tidak, seluruhnya berada dalam satu
kendali, diciptakan dan diatur oleh Dzat Yang Maha Agung, yakni Allah SWT. Dzat
yang mengendalikan seluruh alam, yang tiada satu pun dari isi dunia yang dapat
mengelak dari ketetepan-Nya.
Allah SWT berfirman:
وَلِلّهِ يَسْجُدُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضِ طَوْعاً وَكَرْهاً وَظِلالُهُم بِالْغُدُوِّ
وَالآصَالِ
”Hanya kepada Allah-lah segala yang di langit
dan di bumi bersujud, baik dengan keinginannya sendiri ataupun terpaksa (dan
bersujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang.” (QS. ar-Ra'd,
15:13)
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ ْ
وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Ikhwanil Muslimin
Rahimakumullah
Dalam kesatuan alam raya inilah, seluruh mahluk
harus bekerja sama dalam kebajikan. Sehingga daris inilah rasa aman dan damai
memeperoleh pijakan yang kuat.
Kita sebagai manusia yang beriman
kepada Allah adalah khalifah di bumi. Sehingga kita harus mewujudkan kedamaian.
nah, sebagai Khalifah Allah ini, tugas kita dimulai dari lingkup terkecil,
bermula dari diri sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat, bangsa negara dan
seluruh bumi. Bahkan ke seluruh jagad raya yang berlanjut ke negeri kekal di
akhirat nanti.
Kedamaian bermula dari jiwa manusia. Tidak akana da
kedamaian jika terdapat cekcok dan perselisihan, bahkan dengan diri sendiri
sekali pun. Karenanya setiap individu Mukmin haruslah tunduk dan patuh kepada
satu penguasa, satu pengendali yang menciptakan keselarasan di muka bumi, yakni
Allah SWT. Janganlah pernah berani membuat perselisihan dengan Allah melalui
cara-cara mempersekutukan-Nya. Jangalah pernah mencari perlindungan selain
daripada perlindungan Allah SWT.
Allah SWY berfirman:
ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلاً رَّجُلاً فِيهِ شُرَكَاء مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلاً سَلَماً
لِّرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلاً الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا
يَعْلَمُونَ
” Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang
laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam
perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki
(saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah tetapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. az-Zumar, 39:29)
Ayat ini
menggambarkan kepada kita bahwa, seorang budak yang harus tunduk kepada beberapa
majikan yang memilikinya, namun majikan ini saling berselisih dan bersengketa.
Tentu budak semacam ini akan merasa risau dan gelisah, pada akhirnya ia menjadi
pengidap kepribadian ganda atau munafik.
Bandingkan dengan keadaan budak yang
hanya dimiliki oleh seorang majikan saja. Ia pasti tidak akan bingung, apalagi
jika sang majikan berperilaku terpuji.
Maka ayat ini pun merupakan
penggambaran dari seseorang yang mempersekutukan Tuhan dan percaya bahwa ada
Tuhan-tuhan pengatur dan pengendali selain Allah. Maka bandingkanlah keadaannya,
keadaan jiwanya, dengan seorang pribadi Mukmin yang hanya percaya dan patuh
kepda Allah sebagai satu-satunya penguasa dan pengendali seluruh alam
raya.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ ْ
وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Jamaah Idul Fitri yang
Berbahagia
Demikian pula kita akan menemukan keutuhan
kepribadian dan kesatuan di balik kalimat Takbir yang sedang berkumandang di
hari raya Idul Fitri ini.
Bagaimanapun kondisi kita, apakah kita sedang
sedih, berduka ataupun sedang bersiuka ria, atau sedang terancam bahaya
misalnya. Dengan kalimat takbir kita akan selalu merasakan diri sebagai pribadi
yang utuh yang hanya menyembah dan berpasrah kepada satu Dzat Yang maha
Agung.
Bila takbir telah
terpatri dalam dada, maka segala perbuatan dan ucapan kita akan menyatu dalam
keteguhan dan keyakinan serta pengabdian kepada Allah SWT. Orang-orang yang
telah menyatu dengan kalimat Takbir dalam kesehariannya, akan menjadi pribadi
yang membawa manfaan dalam kehidupan diri dan lingkungan sekitarnya.
Bila beruntung dia akan bersyukur,
bila diuji dia akan bersabar, jika ditegur ia menyesal dan bila bersalah akan
beristighfar dan meminta maaf serta berani bertanggungjawab.
Demikian Agungnya kalimat Takbir,
jika dihayati makna dan pesan-pesannya. Sehingga, Takbir ini diperintahkan oleh
Allah untuk dikumandangkan, begitu selesai bilangan bulan teragung, bilangan
puasa Ramadhan.
وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُاللهَ عَلَى
مَا هَدَاكُمْ ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
”Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. al-Baqoroh,
2:185)
Tanpa mengumandangkan takbir, kita tidak akan dapat dinamai
bersyukur, padahal tanpa bersyukur, maka siksa Allah telah menanti kita.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ ْ
وَلِلَّهِ الْحَمْد
Dengan berakhirnya Ramadhan, tentu kita
berharap, kiranya telah dapat mencapai ketakwaan kepada Allah SWT. Ketakwaan
yang hanya dapat tercapai bila kita memiliki keimanan. Artinya ketakwaan dan
keimanan adalah simbol kesatuan dalam ketauhidan. Iman membuahkan persatuan dan
kesatuan. Sedangkn kufur mengantarkan kepada perselisihan dan perpecahan.
Pada Masa hidup Rasulullah SAW,
ketika sekelompok kaum muslimin hampir terpengaruh oleh bisikan apra pemecah
belah, turunlah peringatan Allah SWT yang menamai keimanan dengan persatuan dan
perpecahan dengan kekufuran.
Allah memperingatkan mereka yang
nyaris terpecah belah dengan firmannya:
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ
وُجُوهٌ
"Pada
hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam
muram.” (QS. Ali Imran, 3:106).
Dalam kehidupan duniawi, mereka yang
bersatu dan bekerja sama untuk kemaslahatan bangsa dan masyarakatnya akan
memiliki wajah yang berseri-seri. Keceriaan nampak jelas di wajah ketika mereka
memetik hasil dari persatuan dan kerjasama dalam kebajikan.
Sedangkan
mereka yang berpecah-belah dan saling bersengketa, pun telah diperingatkan dan
diancam oleh Allah dalam firman-Nya,
فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ
أَكْفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ
تَكْفُرُونَ
"Pada hari yang di waktu itu ada muka yang
putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam
muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu
beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu". (QS. Ali Imron,
3:106)
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ ْ
وَلِلَّهِ الْحَمْد
Saudara-saudara sekalian yang
dimulyakan Allah
Idul Fitri yang berarti kembali kepada
kesucian, mengantarkan kita kepada persatuan dan kesatuan umat. JIka kita
memahami arti persatuan dan kesatuan, tentu di sana kita menemukan dua kata yang
akan mengantarkan kita kepada makna Fitri (kesucian) yang sebenarnya.
Kata kunci pertama dalam persatuan
dan kesatuan adalah keharmonisan. Seseorang yang beragama harus selalu merasa
bersama dengan orang lain. Dapat menghargai kehadiran orang lain dan menjaga
perasaan orang-orang di sekelilingnya. Keadaan saling menyadari dan menjaga
perasaan orang-orang disekelilingnya inilah yang disebut sebagai keharmonisan.
masyarakat yang bersatu dalam keimanan kepada Allah SWT akan saling menjaga agar
tidak saling berbantah-bantahan dan bersengketa di antara sesama anggota
masyarakatnya.
Hal ini
dikarenakan, masyarakat yang bersatu akan senantiasa berusaha menjaga agar tidak
terjadi keadaan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT,
وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَنَازَعُواْ
فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ
الصَّابِرِينَ
”Dan ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan
janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.” (QS. al-Anfaal, 8:46)
Dalam masyarakat yang harmonis, egoisme
seorang muskim menjadi lebur dalam kesetaraan dan kesederajatan manusia sebagai
hamba Allah yang bertauhid. Masyarakat yang harmonis adalah membangun hubungan
atasa dasara kesatuan visi dan misi dalam ketakwaan, keimanan dan
kebajikan.
Mereka
saling-berlomba-lomba dalam kebajikan sembari tetap menjaga keharmonisan.
Masyarakat yang harmonis dalam persatuan dan ketaqwaan akan saling terlibat
dalam keseharian sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya
:
كَالجَسَدِ اْلوَاحِدِ ، إذَا اشْتَكىَ مِنْهُ
عُضْوٌ تَدَاعىَ سَائِرُ الأعْضاَءِ بِالسَّهَرِ وَاْلحُمىَ مِنْهُ
”Bagaikan satu jasad, bila
salah satu organnya merasakan penderitaan, maka seluruh tubuh akan merasa demam
dan tidak dapat tidur.”
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ ْ
وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang Idul Fitri
Rahimakumullah
Kata kunci dalam persatuan dan kesatuan umat
yang kedua adalah saling memaafkan. Pada zaman pra Islam, orang-orang akan
sangat merasa terginggung, memendam amarah dan menunggu untuk memwaktu balas
dendam jika disakiti. Kemudian datanglah Rasulullah SAW dengan ajaran baru,
yakni ajaran untuk memaafkan.
Ketika pada zaman Nabi, orang-orang enggan
memaafkan, maka Allah SWT menegur mereka dalam firman-Nya :
وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَن
يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
”Dan hendaklah mereka
mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nuur,
24:22)
Maka marilah di hari yang Fitri ini kita kembali kepada inti
ajaran tauhid, yakni persatuan dan kesatuan umat. marilah menciptakan dan
menjaga keharmonisan di antara sesama umat Muslim, sesama anggota masyarakat dan
sesama bangsa. Marilah kita saling memaafkan dengan mengibarkan bendera
perdamaian (as-Salam) sembari berdoa:
َالَّلهُمَّ أنْتَ السَّلاَمْ وَمِنْكَ السَّلاَمْ
وَإليَكْ َيَعُوْدُ السَّلاَمْ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَأدْخِلْنَا
اْلجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ أّنْتَ رَبُّنَا ذُوْالجَلاَلِ
وَالإكْراَمِ
َا
"Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Damai.
Dari-Mu bersumber kedamaian, Kepada-Mu Kembali Kedamaian. Tuhan kami,
Hidupkanlah kami dengan penuh kedamaian dan masukkanlah kelak kami ke surga,
negeri yang penuh kedamaian. Engkau pemelihara kami, lagi pemilik keagungan dan
kemuliaan."
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ ربِّهِ ونَهَيَ النَّفْسَ عَنِ اْلَهوَى فَاِنَّ
الْجَنَّةَ هِيَ اْلمَأْوَى. جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ
وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ
عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَاَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ لِى وَلَكُمْ
وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرْهُ
اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH
KEDUA
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ
كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَالللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ. اْلحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ
تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَِثيْرًا. اَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا
نَهَى وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ
وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ
ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى
اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللهُمَّ عَنِ
اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَْلاَحْيآءُ مِنْهُمْ
وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ
نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ
اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ
اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا
رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ !
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
*
Syaifullah Amin
Anggota PP Lajnah Ta'lif wan Nasyr NU, pengajar
Pesantren Al-Hikmah Jakarta Utara