Oleh: Jum'an
Beberapa menit sebelum pesawat
mendarat, saya berkesempatan melihat pemandangan kota dari atas.
Atap-atap bangungan serba kecil, lapangan bola, petak-petak sawah, asap
pabrik dan sungai yang bekelok-kelok. Setiap kali saya melihat
pemandangan seperti itu selalu timbul kesan yang khas dibenak saya.
Seolah-olah pemandangan itu baru saja tercipta karena saya datang. Kalau
saja saya dengan sengaja tidak mau melihatnya, belum tentu dia ada dan
entah mau mendarat dimana pesawat ini. Jakarta terhampar karena saya mau
melihatnya. Kehadirannya tergantung pada kemauan saya! Bukankah ia
sudah dan selalu ada tanpa saya lihat, bahkan tidak peduli ada saya
ataupun tidak ada saya? Tetapi mengapa kesan itu selalu muncul setiap
kali saya melihat kota yang saya datangi? Adakah pesan yang mau
disampaikannya? .
Dalam dunia mikro, ilmu fisika kwantum misalnya pengaruh pengamat
terhadap obyek yang diamati terbukti sangat dominan. Banyak eksperimen
ilmiah menunjukkan, ketika kita melakukan pengamatan, obyek yang diamati
terpengaruh dan merubah kelakuannya. Seperti kalau anda ditanya "Anda
sedang berfikir apa sekarang?" Kaget mendengar pertanyaan itu, pikiran
anda sudah berubah; tidak lagi seperti saat ditanya tadi. Akibatnya para
ilmuwan tidak bisa menentukan posisi suatu partikel pada suatu saat,
karena detektor yang digunakan akan membelokkan arah dan merubah
gerakannya. Bukti-bukti makin kuat menunjukkan bahwa keberadaan suatu
obyek sangat tergantung dari pengamatnya, bahkan tergantung sepenuhnya
kepada pengamat. Para ilmuwan juga memberi bukti bahwa perilaku partikel
didunia mikro juga berlaku dalam dunia makro, dunia manusia
sehari-hari.
Cara berpikir kita selama ini didasarkan pada
keyakinan bahwa dunia memiliki keberadaan yang mandiri yang tak
terpengaruh oleh pengamat. Tapi banyak eksperimen menunjukkan kenyataan
sebaliknya. Lihatlah cuaca diluar contohnya. Kita melihat langit biru,
tetapi sel-sel dalam otak kita bisa diubah sehingga langit terlihat
hijau atau merah. Bahkan, dengan sedikit rekayasa genetika kita mungkin
bisa membuat semua yang merah nampak bergetar atau mengeluarkan suara,
atau bahkan membuat kita terangsang, ingin menikahi seekor kumbang. Kita
lihat diluar terang benderang, tapi sirkuit otak kita dapat diubah
sehingga terlihat gelap. Yang panas dan lembab bisa terasa dingin dan
kering. Logika ini berlaku hampir menyeluruh. Intinya: Apa yang kita
lihat tidak bisa hadir tanpa kesadaran kita. Semua yang kita lihat dan
alami sekarang - bahkan tubuh kita - adalah pusaran informasi yang
terjadi dalam otak kita. Realitas adalah sebuah proses yang melibatkan
pikiran kita. Semua yang kita lihat merupakan ilusi yang diolah diotak
dalam rongga kepala yang gelap.
Fisikawan Dunia Stephen Hawking
mengatakan: "Sejarah alam semesta, tergantung pada pengamatan, tidak
seperti gagasan biasa bahwa alam semesta memiliki sejarah yang obyektif,
terlepas dari pengamat. Imam Rabbani, ahli hukum mazhab Hanafi serta
Sufi dari Tarekat Naqsyabandi (15264- 1624) sangat memahami hal ini
melalui Qur'an dan renungannya. Beliau mengatakan dalam "Maktubat" nya:
Semua kesan yang tersaji untuk manusia hanya ilusi, dan bahwa
kesan-kesan itu tidak asli di "luar". Imam Rabbani yang sufi abad 16 dan
Stephen Hawking yang ilmuwan ulung masa-kini sepakat bahwa dunia yang
kita lihat ini adalah ilusi. Adapun saya hanya terheran-heran mengapa
saya berkesan bahwa Jakarta ada hanya karena saya telah kebetulan
melihatnya.
[http://m.facebook.com/notes/?id=1244030512&refid=17]