M U T I A R A WA S I A T KH. MUHAMMAD YAHYA
(Ponpes Miftahul Huda Gading Pesantren Malang )
As Syauqi dalam syairnya pernah berkata : manusia
dilahirkan dalam keadaan menangis dan orang disekelilingnya tertawa
bahagia atas kelahirannya, maka seharusnya pada saat ia meninggal maka
yang terjadi adalah sebaliknya. Ia meninggal dalam keadaan senyum dan
orang disekelilingnya menangis bersedih atas kepergiannya.
Syair inilah yang menggambarkan kepergian seorang ulama pengasuh
umat, Almukarrom KH. M Yahya, 36 tahun yang lalu. Sosok ulama sufi yang
telah begitu banyak berjuang, baik untuk ummat maupun untuk bangsa
tercinta. Beliau memang telah pergi meninggalkankita semua, tapi ajaran,
wasiat dan nasehat beliau akan terus dikenang dan dijalankan olehsemua
murid-murid dan keluarga beliau. Sikap sufi dan keteladanan yang beliau
milikisebagian dapat kita lihat dan pelajari dari nasehat-nasehat beliau
yang tertuang dalamcuplikan buku biografi beliau. Almukarrom adalah
sosok ulama yang selalu menekankan belajar (ngaji) dan belajar, tidak
peduli ia anak kyai atau anak orang biasa, agar dalamhidup ini kita bisa
berhasil. Karena belajar adalah fitrah kita sebagai manusia
sebagaimanaayat yang pertama kali turun dalam surat al-’Alaq. Dengan
belajar maka manusia akanmemperoleh ilmu, sedangkan kunci kesuksesan
dalam hidup ini adalah ilmu sebagaimana hadis nabi:
” Barang siapa ingin berhasil dalam urusan dunianya maka ia bisa
memperolehnya dengan ilmu, barang siapa ingin berhasil dalam urusan
akhiratnya maka ia bisa memperolehnya dengan ilmu, dan barang siapa yang
ingin berhasil dunia danakhirat maka ia bisa memperolehnya dengan ilmu”
Dan masih banyak lagi sikap-sikap beliau yang mencerminkan sosok yang
begitu kuat dan kukuh dalam menjaga danmemegang ajaran-ajaran agama
Islam.Wasiat dan pesan almarhum selama hidup atau menjelang wafatnya
tetap terngiang-ngiang dan terpatri di dalam hati para putera-puteri,
kerabat dan sejawat beliau. K.HAbdurrahman Yahya, menuturkan beberapa
wasiat dan pesan Almarhum kepada putra-putri beliau seputar tujuan
hidup, konsep berkehidupan, dan pedoman meneruskan pesantren.
Nasab, Ilmu dan Rizki
Walaupun menurut riwayat, Kyai Yahya masih ada hubungan nasab dengan
SunanGunug Jati dan Sunan Kalijogo, namun beliau tidak pernah
menceritakan tentang garisketurunan hal itu.Bahkan seringkali beliau
berpesan kepada putra-putrinya :
Wong iku senajan keturunan Sopo wae, nanging yen ora gelem ngaji,
hiyo dadi wong bodho. Mulane ngajiho seng temenan, lakonono seng
temenan, ora-ora yen nganti kleleran. Ojo maneh menungso, makhluk seng
paling mulyo, sedeng tengu-tengu lan semut utowo kewan kang najis pisan
koyo asu, celeng iku wayahe mangan hiyo mangan
Mulane masalah rizki ojo mamang-mamang. Saumpomo aku mati ninggal
dunyo brono kang akeh, tapi anak- anakku bodho-bodho, iku aku bakal
nangis terus ning akhirat. Kosok baline aku bungah-bungah ono akhirat
senajan aku mati ora ninggal opo-opo asal anak-anakku tak ngertekno
agomo.
Orang itu meskipun keturunan siapa saja, namun bila tak
mau mengaji, pasti akan menjadi orang bodoh.Oleh karena itu, mengaji dan
belajarlah dengan sungguh-sungguh,lakukanlah dengan serius. Dengan itu
hidup tidak akan terlantar.Jangankan manusia makhluk yang paling mulia,
sedangkan tengu dan semut bahkan hewan yang najissekalipun seperti
anjing dan babi, itu tetap makan bila waktunya makan. Sebagaimana firman
Allah swt yang artinya: “ Dan tidaklah hewan-hewan di muka bumi,
kecuali atas mereka (dijamin)oleh Allah rizkinya.”
Makanya, tidak usah ragu masalah rizki. Seandainya saya
mati, meninggalkan harta warisan dunia yang melimpah, sementara
anak-anak saya bodoh, maka di akhirat akan membuat saya menangis
terus-menerus, tanpa henti. Sebaliknya saya akan bahagia di akhirat,
meskipun ketika mati, saya tidak mewariskan harta sesenpun, asalkan
anak-anak saya sudah saya bekali dengan ilmu agama. Sebagaimana yang di
maksud Allah swt dalam Al Qur’an :”Barang siapa yang mengharapkan
keuntungan akhirat, maka Kami akan menambah baginya keuntungan itu. Dan
barangsiapa menghendaki keuntungan dunia, maka Aku berikan, dan baginya
tidak ada bagian di akhirat”.
Waktu, Istiqomah dan Karomah
“Waktu, gunakno kanggo belajar seng temenan ben ora getun kepungkur.
Sebab wong tuo ora bakal terus nunggoni anak-anake, ananging bakal
pindah. Sedeng poro ulama’ yen sedo, ilmu-ilmune bakal di gowo nang
kuburan ora ditinggal.” ”Kabeh wahe dadio wong seng istiqomah
sembarang-sembarange. luwih-luwih ngajine, sholat jama’ahe sebab kang
den arani karomah iku hio istiqomah iku mahu”.
Gunakanlah waktu untuk belajar dengan sungguh-sungguh,
biar tidak menyesal dikemudian hari. Sebab orang tua tidak akan
terus-menerus menunggui dan membimbing anak-anaknya. Suatu saat dia akan
pindah alam, meninggalkan anak-anaknya. Sedangkan para ulama’ yang
wafat ilmunya akan di bawa ke alam kubur, tidak ditinggal.Rasulullah
bersabda
:”Sesungguhnya Allah swt tidaklah mencabut ilmu dengan
menghilangkanya dari dada hamba-hambanya, akan tetapi dengan memanggil
para ulama’.”
Semua saja (anak-anakku), jadilah orang istiqomah dalam
segala hal, lebih-lebih dalam mengaji, shalat jama’ah. Sebab yang di
namakan karomah adalah istiqomah.”Istiqomah itu lebih baik dari seribu
karomah (kemuliaan).dan istiqomah adalah kemuliaanitu sendiri”
Kerukunan Keluarga dan Musyawarah
“ Lan kabeh wahe anak-anaku kudu seng rukun karo dulur-dulure,ojo
nganti persulayan seng tuwo mbimbingo nang seng cilik,seng cilik hormato
nang seng tuwo.Masalah opo wahe rampung ono kanti musyawarah lan
istikhoroh, ojo grusah- grusuh”.
Dan semua saja, wahai anak-anakku, harus selalu rukun
dengan saudara, jangansampai berselisih. Kepada yang tua, bimbinglah
saudara yang lebih muda. Dan yang mudahormatilah yang lebih tua. Sebab
Nabi bersabda:”Bukan termasuk golonganku ,orang yang tidak mengasihi
yang lebih kecil, dan orang yang tidak menghormati yang lebih tua.”
Masalah apa saja, selesaikanlah lewat musyawarah dan
istikhoroh. Jangan tergesa-gesa. Sebab tidaklah rugi orang yang
beristikhoroh dan tidaklah menyesal orang yang bermusyawaroh.
Kebarokahan Pesantren
Dana merupakan masalah tersendiri bagi pesantren di Indonesia.Tetapi
KH.M Yahya memiliki pilihan tersendiri tentang pengadaan dana. Beliau
tidak mau melibatkan pemerintah dalam pembangunan dan pengembangan
pesantren. Hal ini terungkap dari wasiat langsung beliau kepada segenap
putra-putri:
“Masalah pembangunan pondok, sak pungkurku besuk hio wis tetep ngene
iki wae(swadaya masyarakat). Ora usah ngriwuki mareng hukumah
(pemerintah) ben tetepbarokah ila yaumil qiyamah.”
Masalah pembangunan pondok sepeninggal saya kelak,
biarkan tetap seperti ini(membangun dengan swadaya masyarakat). Tidak
usah merepotkan pemerintah, agar tetap barokah sampai hari kiamat.
Pesan bagi para Santri
Kyai Musni (alm) dan K.H. Imam Ghozali mencatat beberapa
wasiat dan pesan Kyai Yahya terutama bagi para penuntut ilmu. Pesan ini
merupakan sari dari ucapan beliau baik secara tersurat maupun tersirat
melalui tindakan.
Pertama,
para santri hendaknya selalu bertindak istiqomah dalam ibadah agar
menemukan ruh ibadah. Sebab menurut KH.M. Yahya ruh ibadah itu dapat di
rasakan dengan giat, berjuang keras dan istiqomah dalam amal ibadah.
Kedua,
hendaklah waktu di manfaatkan dengan baik. Jangan dibiarkan
waktu berlalu untuk pekerjaan yang tidak ada manfaatnya atau sia-sia
(lagho).
Ketiga
para santri hendaknya membangun kehidupan batiniyah dengan
nasit(banyak diam), zuhud, wara’ dan taqorrub ilallah. Dimensi batiniyah
menurut KH.M Yahya mutlak diperlukan demi kesiapan diri sebagai
pengajar dan pendidik
Keempat,
Poro santri yen arep madhep bangku kudu duwe
sangu.” Artinya, bagi santri yang menjadi seorang pengajar dan pendidik
agama hendaknya memiliki bekal ekonomi yang cukup sebelum mengajar.
Nasihat ini diterima KH.M. Yahya dari mbah Kyai Ismail, sehubungan
dengan aktifitas al-mukarrom membina umat. Implikasiny tidak sepatutnya
bila kehidupan asap dapur seorang Kyai atau pengajar agama itu
bergantung kepada para santri. Artinya tamak kepada santri.
Kelima,
para santri dalam beribadah hendaknya memiliki jiwa perjuangan
dan penuh kesabaran.Tidak mudah putus asa.Hal ini dicontohkan oleh KH.M.
Yahya ketika menggali sumur pesantren.Walaupun penggalian sudah cukup
dalam dan sumber air tak kunjung datang (ditemukan), sang mertuapun
menyarankan untuk menghentikan penggalian, beliau dengan sabar dan
tekad membaja meneruskanya juga sampai akhirnya air menyembur. Mencari
ilmu ibarat mencari air dengan menggali sumur. Ketika ilmu belumdi
temukan, berarti pencarian belum selesai.
Keenam,
hendaknya para santri konsisten atau kukuh dalam memegang prinsip
dan pandangan yang dinilainya benar. Untuk urusan kebenaran syari’at
menurut Kyai Badri, KH.M. Yahya merupakan ulama’ yang kaku,
tidak ada kompromi karena kuatnya dasar yang di gunakan beliau.Namun
demikian KH.M. Yahya secara demokratis mempersilakan oranglain untuk
tidak sepakat dan tidak sependapat dengan pendirian beliau.
[ http://yasyifajember.org/mutiara-wasiat-kh-muhammad-yahya.html]