Oleh KH. Katib Masyhudi
(Bismillahirrahmanirrahim, saya berniat ngaji karena Allah,semoga Allah memberikan ilmuNya dan menolong untuk bisa mengamalkannya)
(Bismillahirrahmanirrahim, saya berniat ngaji karena Allah,semoga Allah memberikan ilmuNya dan menolong untuk bisa mengamalkannya)
--------------- --------------
TIDAK BOLEH TIDAK MENGERJAKAN SUATU IBADAH
HANYA KARENA TAKUT RIYA.
Anak saya yang berusia 3 tahun, sering kali setiap melakukan apapun pasti ditunjukkan pada saya atau pada ibunya, atau pada siapapun yang ada di dekatnya. "Pak, bapak.....Bu, ibu....Mas, mas....Mbak, mbak.....Om, om...Pakde, pakde...." Begitu ia memanggil siapa saja yang ada di dekatnya, sambil tersenyum, menunjukkan atau memamerkan sesuatu yang ia lakukan. Walau itu hanya merubah sisiran rambutnya, atau bahkan hanya menempelkan sesuatu di bajunya, atau berpenampilan seperti apa. Selalu mencari perhatian, dan harus diperhatikan. Tampak sekali ia begitu kecewa, bahkan menangis apabila aku atau ibunya atau orang yang dipanggilnya tidak menggubrisnya, tidak menghiraukannya .
Inilah fitrah. Inilah sifat bawaan. Inilah sifat alami setiap manusia, bahkan anak yang masih sangat kecil, masih sangat polos, masih sangat jujur, masih sangat lugu, dan belum mengenal pamrih apapun, sudah membutuhkannya. Pamer. Cari perhatian. Cari sensasi. Inilah bibit
riya yang pasti tumbuh subur dalam diri setiap manusia, dan inilah yang
menyebabkan 'menyelamatkan diri' dari riya itu tidak mudah bahkan sangat
sulit dan sangat berat.
Namun demikian, jika kita ingin ibadah kita diterima Allah dan diberikan pahala ridhaNya, maka kita harus menyelamatkan ibadah kita dari riya, yaitu dengan membuang riya itu dari hati kita, dalam semua ibadah yang kita lakukan. Tapi jika kita tidak mampu membuangnya, dan riya tetap bercokol dalam hati kita, maka ibadah harus tetap kita lakukan. Kita tidak boleh tidak melakukan ibadah hanya karena takut riya. Kemudian kita memohon ampun kepada Allah, dari ibadah yang kita tidak mampu membebaskannya dari riya itu, serta berharap Allah akan membebaskan diri kita dari riya dalam ibadah-ibadah kita yang lain.
Karena jika kita tidak mau mengerjakan ibadah dikarenakan takut riya, pastilah kita tidak akan pernah melakukan ibadah selamanya.
Senin Pahing, dinihari
8 April 2013.
TIDAK BOLEH TIDAK MENGERJAKAN SUATU IBADAH
HANYA KARENA TAKUT RIYA.
Anak saya yang berusia 3 tahun, sering kali setiap melakukan apapun pasti ditunjukkan pada saya atau pada ibunya, atau pada siapapun yang ada di dekatnya. "Pak, bapak.....Bu, ibu....Mas, mas....Mbak, mbak.....Om, om...Pakde, pakde...." Begitu ia memanggil siapa saja yang ada di dekatnya, sambil tersenyum, menunjukkan atau memamerkan sesuatu yang ia lakukan. Walau itu hanya merubah sisiran rambutnya, atau bahkan hanya menempelkan sesuatu di bajunya, atau berpenampilan seperti apa. Selalu mencari perhatian, dan harus diperhatikan. Tampak sekali ia begitu kecewa, bahkan menangis apabila aku atau ibunya atau orang yang dipanggilnya tidak menggubrisnya, tidak menghiraukannya
Inilah fitrah. Inilah sifat bawaan. Inilah sifat alami setiap manusia, bahkan anak yang masih sangat kecil, masih sangat polos, masih sangat jujur, masih sangat lugu, dan belum mengenal pamrih apapun, sudah membutuhkannya.
Namun demikian, jika kita ingin ibadah kita diterima Allah dan diberikan pahala ridhaNya, maka kita harus menyelamatkan ibadah kita dari riya, yaitu dengan membuang riya itu dari hati kita, dalam semua ibadah yang kita lakukan. Tapi jika kita tidak mampu membuangnya, dan riya tetap bercokol dalam hati kita, maka ibadah harus tetap kita lakukan. Kita tidak boleh tidak melakukan ibadah hanya karena takut riya. Kemudian kita memohon ampun kepada Allah, dari ibadah yang kita tidak mampu membebaskannya dari riya itu, serta berharap Allah akan membebaskan diri kita dari riya dalam ibadah-ibadah kita yang lain.
Karena jika kita tidak mau mengerjakan ibadah dikarenakan takut riya, pastilah kita tidak akan pernah melakukan ibadah selamanya.
Senin Pahing, dinihari
8 April 2013.