Yang harus dibahas terlebih dahulu bahwa ulama menegaskan binatang yang tidak memiliki darah merah seperti serangga dan sejenisnya bangkainya tidak tidak najis demikian pula kotorannya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Imam Romli ulama Syafi'iyyah dalam kitab An-Nihayah ;
Dikecualikan dari benda najis (tidak termasuk najis) bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir ketika dilukai baik karena tidak memiliki darah sama sekali atau memiliki darah namun tidak menfalir.
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan cicak termasuk binatang yang punya darah mengalir atau tidak.
Mayoritas ulama mengatakan cicak termasuk binatang yang tidak memiliki darah mengalir.
An-Nawawi mengatakan
واما الوزغ فقطع الجمهور بانه لا نفس له سا ؤله
"Untuk cicak mayoritas ulama menegaskan dia termasuk binatang yang tidak memeiliki darah merah yang mengalir".
(Al-Majmu' juz 1 halaman 129).
pendapat Imam Mawardi dari ulama Hanbali menghukumi cicak memiliki darah merah yang mengalir.hal ini ditegaskan sebagaimana ular.
(Al-Insaf juz 2 halaman 28).
Kotoran cicak itu dihukumi ma’fu (kotoran yang dimaafkan), sehingga tidak perlu disucikan.
cukup dibersihkan saja.
Dalam kitab Hasyiyah Qolyubi juz 1 halaman 209 dijelaskan :
“Imam Ibnu Qosim berpendapat bahwa kotoran kelelawar sama halnya seperti kencingnya, pendapat beliau ini mengikuti Imam Ibnu Hajar, dan hal ini sama dengan jenis burung yang lainya. Kotoran dan air kencingnya hukumnya dima’fu meskipun itu terjadi dalam selain sholat seperti terkena pada badan atau baju, baik najisnya sedikit atau banyak, basah ataupun kering, dan malam atau siang dikarenakan sulit untuk menjaganya, dan apa yang telah tertuturkan tadi itu hukumnya sama (dima’fu) dengan kotoran burung yang berada di dalam masjid.”
Ibnu Qudamah mengatakan:
"Binatang yang tidak memiliki darah merah mengalir, dia suci, sekaligus semua bagian tubuhnya, dan yang keluar dari tubuhnya.”
Imam Romli menjelaskan :
"Dikecualikan dari benda najis (tidak termasuk najis), bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir ketika dilukai, baik karena tidak memiliki darah sama sekali atau memliki darah, namun tidak mengalir.
Imam Nawawi menjelaskan ::
"Untuk cicak, mayoritas ulama menegaskan, dia termasuk binatang yang tidak memiliki darah merah yang mengalir.”
Hal yang sama juga ditegaskan Imam Romli :
Dikecualikan dari benda najis (tidak termasuk najis), bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir ketika dilukai, baik karena tidak memiliki darah sama sekali atau memliki darah, namun tidak mengalir. Seperti cicak, tawon, kumbang, atau lalat. Semuanya tidak najis bangkainya.
(Nihayah al-Muhtaj juz 1 halaman237).
Sementara ulama lainnya mengelompokkan cicak sebagai binatang yang memiliki darah merah mengalir, sebagaimana ular.
Imam Nawawi menukil keterangan al-Mawardi:
"Dinukil oleh Al-Mawardi, mengenai cicak ada dua pendapat ulama syafiiyah, (ada yang mengatakan) sebagaimana ular. Sementara Syaikh Nasr al-Maqdisi menegaskan bahwa cicak termasuk hewan yang memiliki darah merah mengalir.
Dari Imam Mardawi mengatakan :
"Pendapat yang benar dalam Madzhab Hanbali bahwa cicak memliki darah merah yang mengalir. Hal ini telah ditegaskan, sebagaimana ular.”
Dalam kasus ini, kotoran cicak di-ilhaqkan (disamakan) dengan kotoran burung dan semacamnya seperti kelelawar, yakni diampuni.
Sehingga kotoran itu tidak perlu disucikan, cukup dibersihkan atau dihilangkan saja kotorannya baik kotoranynya basah maupun kering.
Di antara najis yang diampuni selain itu, yaitu darah nyamuk atau hewan sejenisnya yang darahnya tidak mengalir. Adapun sebab pengampunan najis semacam ini dikarenakan sulitnya menjaga diri dan lingkungan dari hewan-hewan semacam itu, sehingga ulama menyepakati bahwa najis semacam ini dihukumi ma’fu.
Kesimpulan dari madzhab Syafi'i cicak tidak mempunyai darah yang mengalir jadi tidak Najis.
Ibaroh :
مَا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ ، فَهُوَ طَاهِرٌ بِجَمِيعِ أَجْزَائِهِ وَفَضَلَاتِهِ
(Al-Mughni juz 3 halaman 252).
ويستثنى من النجس ميته لا دم لها سائل عن موضع جرحها، إما بأن لا يكون لها دم أصلاً، أو لها دم لا يجري
(Nihayah al-Muhtaj juz 1 halaman 237).
وأما الوزغ فقطع الجمهور بأنه لا نفس له سائلة
(Al-Majmu juz 1 halaman 129).
وَنَقَلَ الْمَاوَرْدِيُّ فِيهِ وَجْهَيْنِ كَالْحَيَّةِ وَقَطَعَ الشَّيْخُ نَصْرٌ الْمَقْدِسِيُّ بِأَنَّ لَهُ نَفْسًا سَائِلَةً
(al-Majmu’ juz 1 halaman 129).
والصحيح من المذهب: أن الوزغ لها نفس سائلة. نص عليه كالحية
(Al-Inshaf juz 2 halaman 28).
ﻓﻀﻴﻠﺔ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺭﻳﺪ ﺃﻥ ﺃﻋﺮﻑ ﻗﺬﺭ ﺍﻟﻮﺯﻍ /ﻏﺎﺋﻂ/ ﺃﻫﻮﻧﺠﺲ ﺃﻡ ﻻ، ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺭﺟﻠﻲ ﻗﺬﺭ ﺍﻟﻮﺯﻍ ﺣﻴﻦﺃﺻﻠﻲ ﻫﻞ ﺗﺼﺢ ﺻﻼﺗﻲ ﻭﻋﻠﻲ ﺇﻋﺎﺩﺓ ﺍﻟﺼﻼﺓ؟ﻭﺷﻜﺮﺍً.
ﺍﻹﺟﺎﺑــﺔ
ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻋﻠﻰﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ، ﺃﻣﺎ ﺑﻌـﺪ:
ﻓﺎﻟﺤﻜﻢ ﻋﻠﻰ ﺧﺮﺀ ﺍﻟﻮﺯﻍ ﺑﺎﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﻄﻬﺎﺭﺓ ﻳﻨﺒﻨﻲﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺯﻍ ﻧﻔﺴﻪ ﻫﻞ ﻫﻮ ﻣﻤﺎ ﻟﻪ ﻧﻔﺲﺳﺎﺋﻠﺔ ﻓﻴﺤﻜﻢ ﺑﻨﺠﺎﺳﺔ ﺧﺮﺋﻪ ﻷﻧﻪ ﻣﻤﺎ ﻻ ﻳﺆﻛﻞ، ﺃﻭﻣﻤﺎ ﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﻧﻔﺲ ﺳﺎﺋﻠﺔ ﻓﻴﺤﻜﻢ ﺑﻄﻬﺎﺭﺓ ﺧﺮﺋﻪ؟ﻓﻌﻠﻰ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺑﺄﻧﻪ ﻣﻤﺎ ﻻ ﻧﻔﺲ ﻟﻪ ﺳﺎﺋﻠﺔ ﻛﻤﺎ ﻫﻮﺍﻟﻤﻔﺘﻰ ﺑﻪ ﻋﻨﺪﻧﺎ، ﻛﻤﺎ ﺑﻴﻨﺎ ﺫﻟﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ ﺭﻗﻢ:38414 ﻓﺈﻥ ﺧﺮﺃﻩ ﻃﺎﻫﺮ.ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻗﺪﺍﻣﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻐﻨﻲ: ﺍﻟﻨﻮﻉ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ: ﻣﺎ ﻻ ﻧﻔﺲﻟﻪ ﺳﺎﺋﻠﺔ، ﻓﻬﻮ ﻃﺎﻫﺮ ﺑﺠﻤﻴﻊ ﺃﺟﺰﺍﺋﻪ ﻭﻓﻀﻼﺗﻪ.ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺑﺄﻥ ﻟﻪ ﻧﻔﺴﺎ ﺳﺎﺋﻠﺔ ﻓﺈﻥ ﺧﺮﺃﻩ ﻧﺠﺲﻷﻧﻪ ﻣﻤﺎ ﻻ ﻳﺆﻛﻞ، ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺮﺩﺍﻭﻱ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ ﻓﻲﺍﻹﻧﺼﺎﻑ: ﻭﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ: ﺃﻥ ﺍﻟﻮﺯﻍ ﻟﻬﺎﻧﻔﺲ ﺳﺎﺋﻠﺔ. ﻧﺺ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺎﻟﺤﻴﺔ... ﺍﻧﺘﻬﻰ.ﻭﻻ ﺷﻚ ﺃﻥ ﺍﻷﺣﻮﻁ ﻭﺍﻷﺑﺮﺃ ﻟﻠﺬﻣﺔ ﻏﺴﻞ ﻣﺎ ﺃﺻﺎﺏﺍﻟﺜﻴﺎﺏ ﺃﻭ ﺍﻟﺒﺪﻥ ﻣﻦ ﺧﺮﺀ ﺍﻟﻮﺯﻍ ﻟﻤﻦ ﻋﻠﻤﻪ ﺣﺘﻰﺗﺼﺢ ﺻﻼﺗﻪ ﻋﻠﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻷﻗﻮﺍﻝ، ﻣﻊ ﺃﻥ ﻛﺜﻴﺮﺍً ﻣﻦﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﻗﺎﻝ ﺑﺎﻟﻌﻔﻮ ﻋﻦ ﻳﺴﻴﺮ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻴﻮﺍﻥﺍﻟﺬﻱ ﻳﺼﻌﺐ ﺍﻟﺘﺤﺮﺯ ﻣﻨﻪ.
ويستشني من النجس ميته لا دم لها ساؤل عن موضع جرحها ،اما بان لا يكون لها دم لا يجري
(ويعفى) أي في الصّلاة فقط، أو فيها وغيرها ما مرّ على عامر. قوله: (عن قليل دم البراغيث) ومثله فضلات ما لا نفس له سائلة. قال شيخ شيخنا عميرة ومثله بول الخفّاش، كما في شرح شيخنا ورجّح العلّامة ابن قاسم العفو عن كثيره أيضا. قال وذرقه كبوله، وقال تبعا لابن حجر، وكذا سائر الطّيور، ويعفى عن ذرقها وبولها، ولو في غير الصّلاة على نحو بدن أو ثوب قليلا أو كثيرا رطبا أو جافّا ليلا أو نهارا لمشقّة الاحتراز عنها فراجعه مع ما ذكروه في ذرق الطّيور في المساجد
# copz kang je
