"Catatan Kecil dalam Pertemuan Besar Multaqa Ulama Qur'an Nusantara di Krapyak"
Alhamdulillah, sejak Selasa 15 November 2022 hingga Kamis 17 November 2022, diberikan kesempatan luar biasa mengikuti seluruh rangkaian acara Multaqa Ulama Qur'an Nusantara dan bisa bermujalasah langsung bersama para Ahli Al Qur'an di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak. Diantara hal-hal besar yang saya rekam dalam catatan kecil:
"Wasthiyyah (moderasi) ini istilah sekarang, yang zaman saya dulu itu namanya Rahmatan Lil Alamin. Bahwa Nabi Muhammad SAW membawa ajaran yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Maksudnya adalah membawa seluruh ummat yang ada kepada kebahagiaan abadi (السعادة الأبدية) dengan diturunkannya Al Qur'an yang menjadi petunjuk bagi seluruh ummat manusia. Ketika kita mempelajari Al Qur'an, tidak dikatakan sebagai kita mempelajari Ilmu Al Qur'an, tetapi Ulumul Qur'an, mempelajari Ilmu-ilmu Al Qur'an. Sebab, untuk memahami Al Qur'an, dibutuhkan seperangkat ilmu-ilmu Al Qur'an. Imam Zarkasyi menyebut ada 47 Ilmu Al Qur'an. Imam As Suyuthi, 1 Abad setelahnya, menyebut ada 80 Ilmu Al Qur'an. Bahkan, untuk memahami satu ilmu saja, Imam Zarkasyi berkomentar:
اعلم أنّه ما من نوع من أنواع هذه الأنواع، إلاّ ولو أراد الإنسان استقصاءه، لاستفرغ عمره ولم يحكم أمره
Ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada satu jenis (ilmu) dari beberapa jenis (ilmu-ilmu Al Qur'an) ini kecuali seandainya ada orang ingin memperdalam satu keilmuan saja (diantara ilmu-ilmu Al Qur'an), maka niscaya umurnya habis tetapi ilmunya masih belum tuntas.
Dalam bahasa lain:
لو أنفق الطالب عمره فيه، لما أدرك نهايته
Andai saja ada seorang Murid menginfaqkan seluruh umurnya untuk mempelajari dan mendalami satu cabang keilmuan saja, maka ia tidak akan pernah menemukan ujungnya."
[Prof Habib Said Agil Al Munawaar]
"Wasathiyyah adalah prinsip keseimbangan, yang disertasi dengan prinsip tidak berkekurangan, juga tidak berlebihan. Tiga kunci Wasthiyyah: 1. Ilmu dan pengetahuan yang mendalam 2. Mengganti sikap emosi dalam beragama dengan rasa cinta 3. Selalu bersikap hati-hati."
[Prof Habib Quraisy Shihab]
"Intinya itu, kalau kita mau ngaji, semakin dalam, maka akan semakin menjadi pribadi yang moderat, semakin menjadi pribadi yang rahmatan lil alamin. Sayyid Muhammad Alawi berkata:
الإنسان إذا اتّسع فكره، قلّ إنكاره على الناس
Manusia itu jika semakin luas pemikirannya, maka akan semakin sedikit ingkarnya pada manusia.
Maka tidak ada orang yang paling syafaqah (welas asih) terhadap ummat melebih orang-orang Alim yang mendalam ilmunya."
[KH Baha'uddin Nur Salim]
"Tantangan Dakwah Wasathiyyah itu ada 3:
1. Berlebihan dalam beragama (إفراط/غلو/تشدد في الدين). Salah satu contohnya dalam Pendidikan Tahfidh Al Qur'an adalah: membebani santri target-target hafalan yang berlebihan, karena hal tersebut bisa menyebabkan bosan dan patah semangat (الملل) dalam menghafalkan Al-Qur'an. Saya termasuk orang yang yakin bahwa menghafal Al-Qur'an itu tidak perlu dimotivasi, sebab penghafal Al-Qur'an itu sudah dimotivasi langsung oleh Allah SWT.
2. Menganggap remeh urusan agama (تفريط في الدين). Dhawuh Syekh Sulaiman Taimiy:
لوجمعت رخصة كل عالم، لجمعت الشر كله
Andaikata engkau mengumpulkan semua rukhshah orang alim, maka niscaya engkau mengumpulkan semua keburukan.
3. Bodoh dalam Hal Agama (جهل في الدين). Jangan sampai kita mengajarkan tahfidh Al Qur'an kepada santri, tetapi kita tidak mengajarkan fiqih, aqidah, dan dasar-dasar agama kepada mereka. Jadi Hafidz yang Alim, jangan jadi Hafidz yang Jahil. Jika kita adalah seorang yang Hafidz Qur'an, jangan sampai memandang orang lain yang tidak menghafal Al-Qur'an sebagai orang yang derajatnya ada di bawah kita. Manusia itu dicintai bukan karena hafalannya, tetapi karena kiprah dan manfaatnya pada masyarakat. Ada Hafidz yang malah dibenci masyarakat, karena sifatnya yang angkuh, merasa lebih baik dari orang lain. Maka menyelamatkan hati mereka jauh lebih penting bagi saya.
Tugas utama seorang Ahlul Qur'an itu ada dua:
1. Mau mengajarkan Al Qur'an (وعلّمه)
2. Mampu menjadi cahaya di masyarakatnya dengan mengamalkan Al Qur'an (نورا يمشي به في الناس)
[Kiai Afifuddin Dimyathi Peterongan Jombang]
"لا بدّ للطالب أن يكون قارءا وعالما. وبالتالي، يحتاج إلى علوم القرآن والعلوم الشرعية."
Hendaknya seorang murid itu memang harus menjadi seorang yang Qari' (mampu membaca Al Qur'an secara baik dan benar) dan juga Alim (mendalam ilmunya). Oleh karenanya, membutuhkan ilmu-ilmu Al Qur'an dan juga Ilmu-ilmu Syari'at. (Pengajian Al Qur'an harus ditopang dengan Pengajian Kitab-kitab Turats).
[Syekh Mahir Munajjid Syria]
"Menghafalkan Al-Qur'an itu Fadhal Allah. Dan hendaknya kita menghafalkan Al-Qur'an itu harus mampu membacanya sesuai Makhraj Sifatnya, dan juga secara Tartil. Jangan kemliwir (baca cepat tidak jelas Makhraj Tajwidnya). Maka di Pondok (Tahfidh Nurul Qur'an), saya menerapkan dalam ngejuz (membaca satu Juz Al Qur'an satu majlis sebagai tahapan kenaikan kelas Juz) itu waktunya tidak boleh kurang dari 60 menit. Tujuannya, ya bacaannya biar Tartil, tidak kemliwir. Sebab ini problem kita bersama. Banyak Hafidz Qur'an yang ketika membaca Al Qur'an, entah karena pengen cepat khatam, malah menjadi tidak Tartil. Atas dasar inilah, kami menghimpun para Hafidzat dalam organisadi JMQH (Jam'iyah Mudarasah Quran Lil Hafidhat) tujuannya supaya bisa saling deresan bersama, ndandani al Qur'an, dan berusaha membacanya secara Tartil. Setiap pertemuan, yang dibaca hanya 3 Juz saja, tetapi Tartil. Satu kelompok berisi 3 orang: 1. Pembaca 2. Penyimak 3. Persiapan Baca (melanyahkan). Dan sekarang, anggotanya secara resmi, sudah ada 20.000 lebih."
[Ibunyai Hj Maftuhah Minan Abdillah Salam Kajen]
"Jika Indonesia sedang punya acara G 20, dan PBNU beberapa hari yang lalu menyelenggarakan acara R 20, maka Al Munawwir bersama dengan Kementrian Agama kali ini menyelenggarakan acara Q 30: Qur'an 30 Juz."
[Dr. Kiai Hilmy Muhammad]
Semoga melimpah berkah dan manfaat fi khidmatil ummah wad daulah. Amin ya Rabb.
Krapyak, 17 November 2022
