Oleh M Syahbuddin Dimyati
Izin bertanya, pernah baca keterangan di FB dari penjelasan Gus Baha' kalau mandi wajib tidak sah ketika badan ada sabun atau shampo, karena ada sesuatu yang merubah air. Apakah memang demikian ustadz atau saya salah paham, mohon penjelasannya. Karena saya tiap mandi wajib biasanya satu dua gayung langsung pakai sabun dan shampo.
Jawab :
Sebagian santri bahkan sejak dari kamar rambutnya sudah di kasih shampo, biasanya minta sedikit ke temannya. Pas mandi, menyiramkan air, otomatis air itu ketika mengalir ditubuh akan terjadi perubahan.
Poin utama dari pembahasan ini adalah bagaimana hukum perubahan air yang disebabkan sesuatu yang ada ditubuh, apakah ditolelir atau tidak? Kayak sabun dibadan yang bisa merubah air mutlak yang dibasuhkan, atau juga shampo.
Para ulama' berbeda pendapat :
1. Pendapat pertama menyatakan perubahan demikian tidak ditolelir, dalam arti air tidak bisa mensucikan lagi ketika berubah walaupun sebab sesuatu yang ada dibadan. Maka mandinya tidak sah.
Sebagaimana dalam Fathul Mu'in:
أن لا يكون عليه أي على العضو مغير للماء تغيرا ضارا كزعفران وصندل
“Dianggota badan harus tidak ada perkara yang bisa merubah air dengan perubahan yang banyak, seperti za’faron dan shondal (nama parfum)". (Fathul Mu'in, Dar Ibnu Hazm, 45)
Ini seperti keterangan Gus Baha' dan memang pendapat mayoritas ulama Syafi'iyah.
2. Dalam pendapat kedua sebagaimana yang dipilih sekelompok ulama, perubahan sebab sesuatu yang ada dibadan, misal za'faron, sidr atau sabun dan shampo hukumnya dimaafkan. Sebagaimana air tidak bisa dihukumi musta’mal selama masih mengalir dibadan.
Sebagaimana dalam Busyrol Karim:
ولا يضر التغير بما على أبدان المتطهرين.
"Tidak mengapa perubahan sebab sesuatu yang ada dibadan orang yang bersuci.”(Busyrol Karim, Darul Minhaj, 74)
Dalam Hasyiyah Tarmasy disebutkan :
في «حاشية الشيخ عميرة» : لو أورد الماء على عضو أو غيره من محل الطهارة وبه زعفران أو سدر مثلا، فتغير الماء بذلك وهو على المحل التغير السالب للإسم.. فهل يضر؟ قال في «الذخائر» : حكى الشيخ أبو إسحاق الشيرازي في ذلك وجهين، وعلل غيره الصحة بأن التغير في المحل معفو عنه كما لا يحكم باستعمال الماء قبل انفصاله
“Didalam Hasyiyah Syaikh Amiroh : seandainya air disiramkan ke sesuatu yang disucikan, misal anggota badan atau lainnya (seperti baju) dan pada sesuatu yang disucikan itu ada za'faron atau sidr (atau sabun atau shampo) misalnya, kemudian air berubah sebab itu dengan perubahan yang sampai menghilangkan kemutlakan nama air, dan benda tersebut memang berada di perkara yang disucikan, apakah membahayakan (dalam artian tidak sah bersucinya)?
(Syekh Abul Ma'ali Mujalli bin Jumai' Al-Makhzumi Asy-Syafi'i, Syakhus Syafi'iyah di Mesir pada zamannya) berkata dalam kitab Adz-Dzakho'ir : Syekh Abu Ishaq Asy-Syirazi menghikayatkan ada dua wajh pada permasalahan ini... Dan yang menyatakan sah memberi alasan bahwa perubahan sebab sesuatu yang ada pada perkara yang disucikan itu di ma'fu, sebagaimana tidak dihukumi musta'malnya air sebelum terpisah dari anggota yang dibasuh.” (Hasyiyah Tarmasy, Darul Minhaj, 1/602)
Ini juga ditegaskan dalam Fathul Mu'in dan I'anatut Tholibin:
(و) ثالثها: (أن لا يكون عليه) أي على العضو (مغير للماء تغيرا ضارا) كزعفران وصندل، خلافا لجمع.
(قوله: خلافا لجمع) أي قالوا: يغتفر ما على العضو.
"Yang ketiga : harus tidak ada sesuatu dianggota tubuh yang bisa merubah air dengan perubahan yang banyak seperti za'faron dan shondal, berbeda dengan pendapat sekelompok ulama’.”
“(Ucapan beliau : berbeda dengan sekelompok ulama’) : yakni mereka berpendapat: dimaafkan perubahan sebab sesuatu yang ada di anggota”. (I'anatut Tholibin, Darul Fikr, 1/45)
Jadi ketika mengikuti keterangan² ini, mandi satu dua gayung, belum selesai mandi wajibnya, belum rata keseluruh tubuh, kemudian pakai shampo, pakai sabun, baru lanjut mandi, ga masalah. Atau juga misal praktek sebagian santri yang sudah memakai shampo dulu sebelum mandi, juga ga masalah.
Wallahu ta'ala a'lam